Langkah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menggandeng sejumlah ormas radikal, seperti FPI, PA 212 dan GNPF-Ulama bisa dikatakan sangat mengkawatirkan.

Pasalnya, langkah politik PKS itu berpotensi destruktif bagi kehidupan konstitusi Indonesia. Terutama karena kerap kali menggunakan politik identitas dan agama untuk kepentingannya.

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh pengamat politik Exposit Strategic, Arif Susanto.

Ia menilai ancaman nyata dari upaya PKS itu dapat terlihat dari keadaan politik pada pemilu-pemilu sebelumnya, baik Pilpres 2014 dan 2019, maupun Pilgub DKI 2017. Terciptanya polarisasi masyarakat itu akibat masifnya sentimen keagamaan tertentu.

Merapatnya kubu Islam radikal ke PKS dipengaruhi konteks bahwa mereka telah kehilangan relevansi politiknya. Terutama sejak Prabowo membubarkan koalisi Pilpres 2019 pada Juni lalu.

Beberapa ormas ilegal dan tidak terdaftar di Kemenkumham itu telah melakukan gerakan yang mirip dengan partai politik, padahal itu konstitusional.

Kita baiknya berupaya agar kelompok radikal itu tidak bisa berkuasa. Karena bila mereka sampai menang, dapat dipastikan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika hanya tinggal kenangan.