Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

soniapenulisAvatar border
TS
soniapenulis
KABUT CINTA RATIH 2
Haris memandang kepergian Ratih, wanita itu baru saja menemaninya. Sebelum berangkat kerja, kini Haris masih duduk di pintu gubug. Asap rokok mengepul ke udara, sebuah tas berisi pakaian teronggok di sudut ruangan dalam gubug. Haris menghela napas berat, biasanya jam segini ia mengantar Maya ke sekolah, kemudian sibuk di rumah membantu Silvia.
Tapi kini, ia mengembara tanpa tujuan. Uang di dompet tak seberapa jumlahnya, jika ia bayarkan sewa rumah habislah sudah persediaan uangnya.
“Hhhhh ... Kenapa harus kebablasan seperti ini sih?” ucap Haris frustasi, ia menjambak rambutnya, berharap otaknya kembali bisa berpikir.
Angannya kembali mengingat masa-masa bersama Ratih, di tempat ini. Ia tersenyum sendiri, Ratih memang beda, gumam Haris.
“Baiklah, sepertinya memang harus tinggal di kebun ini dulu. Daripada duit habis ....”
Haris mengeluarkan ponselnya, menelepon Ratih, janda pujaan hatinya.
“Sayang, Mas gak jadi cari kontrakan. Mas untuk sementara biar tinggal di kebun saja, nanti Mas telepon yang punya kebunnya. Pulang kerja, jangan lupa mampir ya. Mas masih rindu ....”
Harus berbaring di lantai gubug, perutnya keroncongan. Tapi ia sedang malas untuk ke mana-mana, ia putuskan untuk disini menunggu Ratih pulang kerja.

Pukul empat sore Ratih kembali ke gubug, mendapati Haris yang baru saja selesai mandi. Dan mereka kembali menyesapi madu-madu yang haram bagi mereka.
“Mas ....”
“Iya Sayang, ada apa?”
“Kapan mau ke rumah, menemui Ayah!”
“Untuk apa?”
“Mas!! Lupa ya, aku hamil. Masa iya, aku harus menanggung kehamilanku sendirian?” ucap Ratih sambil bersungut-sungut.
“Iya-iya sayang, Mas becanda kok. Maumu kapan? Tapi pastikan tidak ada pernikahan dengan pesta besar ya! Mas gak punya uang, kan kamu tahu sendiri berapa gajiku.”
“Iya Mas. Nanti Ratih bujuk Ayah. Ya udah, Ratih pulang dulu ya. Udah sore, nanti Ayah curiga.”
“Jadi Mas tidur sendirian nih?”
“Iyalah, gak mungkinkan kalau Ratih menginap disini! Makanya cepet lamar Ratih, biar Mas gak tidur sendiri lagi!”
“Ya ya baiklah, Sayangku. Hati-hati dijalan ya!”
“Iya.”
Ratih men-starter motornya, meninggalkan Haris sendirian di gubug. Di benak Haris muncul berbagai macam hayalan dan pikiran tak menentu, akankah semua ini mulus tanpa kendala?

Malam itu Ratih mencoba bicara pada Ayahnya, mengenai Haris.
“Apa? Menikah lagi? Sama siapa, Tih? Sudah berapa lama kamu kenal dia? Ingat lho, Tih! Kamu itu janda punya anak, harus hati-hati memilih pasangan. Jangan sampai kamu gagal lagi!”
“Yah, Ratih sudah mantap sama dia. Kenalnya sudah enam bulan, dia kerja kok, Yah. Gajinya juga lumayan.”
“Bukan masalah pekerjaan saja, Tih. Tapi apa kamu sudah kenal lebih jauh tentang dia? Keluarganya di mana, bujang atau duda. Semua harus jelas dulu!”
“Dia duda, Yah. Anaknya sama mantan istrinya semua ....”
“Kamu sudah lihat surat cerainya, Tih?”
Ratih terdiam, tidak menyangka jika Ayahnya begitu detil menanyakan latar belakang Haris. Ahh, bagaimana jika Ayah minta supaya Mas Haris menunjukkan surat cerainya? Batin Ratih kalut, bagaimana jika Ayahnya tidak menyetujui hubungannya dengan Haris? Lalu bagaimana dengan kehamilannya?
“Ratih, dengar nasihat Ayah! Ayah tidak pernah melarangmu menikah dengan orang yang kau suka, tapi pesan Ayah pastikan dulu latar belakangnya, jangan sampai kamu jadi madu. Sekarang banyak modus mengaku sudah duda, Tih. Tapi nyatanya istrinya masih ada, malu nanti kita Tih!”
Ratih menghela napas berat, sepertinya perjuangan Haris akan alot.
“Baiklah, jika memang kamu suka. Bawa dia kemari menemui Ayah, besok!”
Secercah harapan hadir mendengar ucapan sangat Ayah, mata Ratih berpendar bahagia.
“Iya Yah.”
“Mudah-mudahan dia memang baik, seperti katamu ya, Tih.”
Hati Ratih berbunga-bunga, membayangkan pernikahan didepan mata. Merajut bahagia bersama Haris, setelah mengirim pesan pada Haris, Ratih tertidur dengan harapan bahagia. Ia ingin pagi segera datang, tak sabar bertemu kekasih hati.
Pagi masih tertutup kabut, Lagi-lagi Ratih beralasan ada rapat. Ia berangkat kerja pagi-pagi, tak lain untuk bertemu Haris.
“Ingat ya, Mas. Habis maghrib, jangan terlambat!” ucap Ratih sambil bersiap-siap berangkat kerja.
“Iya, Sayang. Tapi ... bagaimana jika Ayahmu tidak menyetujui hubungan kita?”
Tangan Ratih sejenak berhenti, mengaitkan peniti di hijabnya. Hatinya dilanda keraguan yang sama dengan Haris.
“Berarti kita harus jujur tentang kehamilan Ratih, Mas!”
Haris terdiam, hatinya di liputi kegelisahan yang mendalam. Membayangkan reaksi keluarga Ratih, tapi ia sudah terlanjur basah. Meninggalkan istri sahnya demi Ratih.
“Apa kau siap menerima apa pun reaksi keluargamu, Sayang?”
“Siap, asalkan bersamamu Mas.”
Ratih bergelayut manja di bahu Haris, mengecup pipinya. Serta membisikkan kata-kata cinta yang penuh daya magis. Membuat Haris makin tak berdaya, Haris benar-benar bertekuk lutut di hadapan Ratih.
“Ratih berangkat dulu ya, nanti sore sebelum pulang, Ratih mampir.”
“Iya, hati-hati!”
Deru mesin motor yang dikendarai Ratih perlahan menjauh, Haris bimbang. Ia sedikit banyak telah mengetahui latar belakang keluarga Ratih, keras dan berdarah ningrat. Akankah semua berjalan sesuai keinginan Ratih dan Haris?
corongalam
lina.wh
lina.wh dan corongalam memberi reputasi
2
768
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buku
BukuKASKUS Official
7.7KThread4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.