Diakui atau tidak, bangsa Indonesia banyak menghadapi ideologi radikal. Ideologi ini menawarkan janji-janji surga dengan mudah, tetapi menyesatkan.

Karena itu, masyarakat Indonesia seyogianya tidak boleh diam saja. Intoleransi dan ideologi radikal ini harus dilawan dengan menerapkan dan menghabituasi nilai-nilai Pancasila yang di dalamnya mementingkan unsur keadilan dan keberadaban.

Hal ini seperti diungkapkan oleh Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo dalam seminar Extension Course Filsafat (ECF) di Universitas Parahyangan, Bandung, Minggu (20/10).

Dengan menghabituasi Pancasila, akan membetuk masyarakat yang beradab. Di sini orang tidak akan memaksakan apa yang dianggap benar oleh kelompoknya sendiri. Berkebudayaaan yang mempunyai adab dan menjunjung tinggi kemanusiaan.

Yang jelas, perbedaan adalah fitrah. Karena itu, pemahaman dan penghabituasian nilai-nilai Pancasila sangat penting bagi semua lapisan masyarakat dan disesuaikan cara pemahamannya dengan era milenial sekarang ini.

Dalam praktiknya tidak boleh ada diskirmnasi kepada keyakinan yang lain. Tidak boleh ada kekerasan dan memaksakan kehendak karena adanya perbedaan keyakinan.

Salah satu cara meghabituasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari masyarakat adalah dengan memasukkan pelajaran Pancasila ke dalam kurikulum pendidikan. Hal ini seperti diusulkan oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo.

Ia mengatakan Pancasila harus menjadi sebuah dokumen akademis yang mewarnai proses pendidikan di setiap jenjang sekolah baik formal maupun non formal.

Terlepas dari bagaimana nanti teknisnya, kita sangat mendukung gagasan habituasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Bagaimanapun, Pancasila adalah kepribadian bangsa Indonesia yang asli.

Inilah yang harusnya kita pelajari dan kembangkan di kemudian hari.