Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

EtangAnggaTAvatar border
TS
EtangAnggaT
Islam Tidak Mengenal Hukum Karma !
Karma, bukan dari ajaran Islam. Allah menegaskan tidak ada seorang pun yang mengetahui perkara yang ghaib.


Islam mengajarkan bertaqwa dan tawakal hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala (foto: edited from sunni.co.id)

Kitakini.news – Apa yang dimaksud dengan hukum Karma?. Benarkah bahwa Islam tidak mengenal adanya hukum Karma?

Dilansir dari id.wikipedia.org (11/6/2019), Karma berasal dari bahasa Sanskerta, कर्म Karman (bertindak, tindakan, kinerja).


“Hukum karma adalah salah satu ajaran yang penting dalam agama Buddha,”
Umat Buddha memandang hukum Karma sebagai hukum kosmis tentang sebab dan akibat yang juga merupakan hukum moral (Kitab Hukum Karma) yang impersonal.


Menurut hukum ini sesuatu (yang hidup maupun yang tidak hidup) yang muncul pasti ada sebabnya. Tidak ada sesuatu yang muncul dari ketidakadaan.


Pandangan Islam Mengenai Hukum Karma


Dalam kitab Al-Muasu’ah Al-Muyassarah Fil Adyan wa Mazahib wal Ahzab, (hal 728), menjelaskan Karma dari ajaran Hindu.

الكارما – عند الهندوس – : قانون الجزاء ، أي أن نظام الكون إلهي قائم على العدل المحض، هذا العدل الذي سيقع لا محالة إما في الحياة الحاضرة أو في الحياة القادمة ، وجزاء حياةٍ يكون في حياة أخرى ، والأرض هي دار الابتلاء كما أنها دار الجزاء والثواب

“Karma menurut ajaran hindus adalah “hukum balasan” yaitu aturan ilahi yang berdasarkan keadilan murni. Keadilan ini terjadi bisa jadi pada kehidupan saat ini atau di kehidupan yang akan datang.

Balasan kehidupan ini akan terjadi pada kehidupan selanjutnya. Bumi adalah tempat ujian sebagaimana juga sebagai tempat balasan kebaikan dan keburukan,”.


Maka dapat disimpulkan secara garis besar bahwa hukum Karma, bukan dari ajaran Islam. Dalam Islam, Allah menegaskan tidak ada seorang pun yang mengetahui perkara yang ghaib.


Sebagaimana Allah berfirman,

قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السمَوَاتِ وَالأرْضِ الْغَيْبَ إِلا اللهُ

“Katakanlah, Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah,” (Surat An Naml, ayat 65).

Rasulullah Shollallhu ‘alaihi wa sallam, mengatakan bahwa membenarkan perkataan seorang dukun atau peramal berarti telah kufur pada al Quran.
Sebagaimana Rasulullah bersabda,


مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرافاً فَصَدقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمدٍ

“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad,” (Hadits Riwayat Ahmad no. 9532, hasan).


Hukum Karma Bukan dari Islam, Perintah Allah, Bertaqwa dan Tawakal


Takwa
Takwa berasal dari bahasa Arab, تقوى‎ taqwā / taqwá, adalah istilah dalam Islam yang merujuk kepada kepercayaan akan adanya Allah, membenarkannya, dan takut akan Allah.

Istilah ini sering ditemukan dalam Al-Quran, Al-Muttaqin (bahasa Arab: للْمُتقِينَ‎  Al Muttaqin) yang merujuk kepada orang-orang yang bertakwa.

Dalam perkataan Ibnu Abbas, “orang-orang yang meyakini (Allah) dengan menjauhkan diri dari perbuatan syirik dan patuh akan segala perintah-Nya,” seperti dilansir dari id.wikipedia.org (11/8/2019).
Sebagaimana Firman Allah,

“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar,” (Surat Ath Thalaq, ayat 2).

“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya,” (Surat Ath Thalaq, ayat 4).

“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahan dan akan melipat gandakan pahala baginya,” (Surat Ath Thalaq, ayat 5).

Tawakal

Tawakal berasal dari bahasa Arab( توكُل‎ ‎) atau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan.

Dalam agama Islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah Suhanahu Wa Ta’ala dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan.

Imam al Ghazali merumuskan definisi tawakkal sebagai berikut,
“Tawakkal ialah menyandarkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam waktu kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tenteram,” seperti dilansir dari id.wikipedia.org (23/6/2019).

Sebagaimana Allah berfirman,
“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya,” (Surat Ath Thalaq, ayat 3).

Ibnul Qayyim, dalam kitab “Taisirul Azizi Hamidh” (hal. 503) berkata,
“Allah adalah yang mencukupi orang yang bertawakal kepadanya dan yang menyandarkan kepada-Nya, yaitu Dia yang memberi ketenangan dari ketakutan orang yang takut,

Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong dan barangsiapa yang berlindung kepada-Nya dan meminta pertolongan dari-Nya dan bertawakal kepada-Nya, maka Allah akan melindunginya, menjaganya, dan
barangsiapa yang takut kepada Allah, maka Allah akan membuatnya nyaman dan tenang dari sesuatu yang ditakuti dan dikhawatirkan,

dan Allah akan memberi kepadanya segala macam kebutuhan yang bermanfa’at,” ungkap Ibnu Qayyim, seperti dilansir dari almanhaj.or.id (9/1/2005).

Source : https://kitakini.news/40012/islam-ti...l-hukum-karma/
0
2.3K
31
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.1KThread41KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.