Wilayah calon ibukota baru, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, mencekam pada Rabu (16/10). Terjadi aksi amuk massa yang berujung pada pembakaran sejumlah bangunan sebagai buntut peristiwa penikaman antar warga.

Dilansir tempo.co, Kamis (17/10), sekitar pukul 13.30 WITA sekitar 100 orang datang ke pelabuhan penyebarangan Penajam-Balikpapan dengan membawa senjata tajam jenis mandau. Mereka mencari kelompok yang melakukan penikaman terhadap warganya. Mereka berkeliaran di sekitar pelabuhan speedboat atau perahu klotok dan pelabuhan fery untuk mencari rumah pelaku.

Berdasarkan rekaman video yang beredar di media sosial, sejumlah bangunan tampak terbakar, sementara asap mengepul di pinggiran dermaga.

https://nasional.tempo.co/read/12607...am-paser-utara

Kabid Humas Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Kombes Ade Yaya Suryana bilang, situasi panas disinyalir merupakan buntut dari peristiwa penikaman yang terjadi di Pantai Nipah-nipah, Penajam, Penajam Paser Utara, pekan lalu, tepatnya pada 9 Oktober 2019. Ada dua korban dalam peristiwa ini, Rian yang luka berat dan Chandra yang akhirnya meninggal dunia sehari setelahnya.



Pihak berwaijb sesungguhnya telah memproses hukum pelaku penganiayaan dan menetapkan tiga orang tersangka, 2-3 hari pascakejadian. Namun, tiba-tiba kemarin kelompok dari sisi korban mencari-cari pelaku penganiayaan itu di pelabuhan. Kelompok penyerang pelabuhan tidak terima anggota kelompoknya jadi korban penganiayaan.

Kerusuhan tersebut membuat warha sampai harus mengungsi. Sebagian warga direlokasi ke sejumlah tempat yang ditunjuk Pemkab PPU untuk menampung warga terdampak penyerangan.

Rabu (16/10) malam, polisi memastikan kerusuhan di kawasan PPU sudah mereda. Ketua Laskar Pertahanan Adat Paser Kabupaten Penajam Pasar Utara Paidah Riansyah mengimbau warga agar tidak terprovokasi. Masyarakat juga diharapkan jangan terprovokasi oleh isu-isu yang sengaja diembuskan oleh para provokator yang berbau SARA.

https://news.detik.com/berita/d-4748...a-warga-tenang

Di Indonesia yang penuh keberagaman ini, konflik sudah biasa terjadi. Hanya saja, banyak orang yang dengan sengaja memanfaatkan konflik ini untuk kepentingan lain hingga pecah menjadi lebih besar.

Entah apa itu asal-muasalnya, suka tidak suka harus diakui bahwa percikan konflik di Penajam Paser Utara tersebut tentu telah mengandung embrio potensi pecahnya konflik sosial horizontal dalam skala yang lebih besar.

Bukan tidak mungkin apa yang terjadi di Wamena, Papua, ricuh berdarah antar etnis yang menyisakan trauma mendalam bagi para korban dan membuat kurang lebih sebanyak 11 ribu angkat kaki kembali ke tanah asalnya, kembali terulang.



Atau, ambil titik ekstrimnya, mungkin saja konflik antar etnis paling mengerikan dalam sejarah Republik Indonesia, Konflik Sampit tahun 2001, bisa terjadi kembali di lain daerah.

Apalagi, ke depan bumi Kalimantan Timur akan menjadi pemangku ibu kota yang baru. Perlu diwaspadai adanya pihak-pihak yang sengaja menciptakan atau memanfaatkan ricuh demi mengacaukan stabilitas ibu kota baru.

Jangan lupa, memboyong pusat pemerintahan Indonesia ke Tanah Borneo akan memantik migrasi massal ratusan ribu Aparatur Sipil Negara (ASN) ke sana. Pemberian fasilitas berupa rumah baru untuk ASN di Ibu kota baru bisa saja malah akan menimbulkan kecemburuan sosial bagi masyarakat lokal Kalimantan Timur.

Alangkah naif jika kita mengesampingkan kemungkinan terjadinya konflik horizontal dengan warga lokal. Apalagi jika tempat tinggal yang diberikan kepada ASN sampai mengeksploitasi lahan milik masyarakat lokal.

Pemerintah tentu harus belajar dari konflik horizontal yang akrab terjadi di negeri multi etnis ini. Jangan sampai jadi keledai yang jatuh ke lubang yang sama berkali-kali!