ponesyam01Avatar border
TS
ponesyam01
bagian dua
PERNIKAHAN SERATUS HARI
HARI KEDUA

Aroma wangi menyeruak ke hidungku. Aku seperti berada di taman dikelilingi oleh bunga-bunga. Bak seorang penari bollywood. Tapi.. krik.. tunggu dulu. Seperti ada sesuatu yang mengendusku. Seketika aku kembali ke alam sadarku. Membuka mata dan menemukan wajah seseorang berada tepat diatas wajahku dan masih terus mengendus. Spontan aku bangun, kepala kami saling berbenturan. David meringis kesakitan dan memegangi kepalanya. Sedangkan aku, lagi-lagi cengegesan melihat tingkahnya.

“Apa yang kau lakukan?” teriaknya.

“Seharusnya itu yang aku tanyakan,” jawabku santai. Dia nampak gugup. Dan aku kembali tersenyum geli. Di mataku, hampir semua yang dia lakukan sangat menggemaskan.

“Aku..” jawabnya gugup sambil mengelus kepalanya yang tadi terbentur.

Aku menyibak selimut yang  masih menyelimutiku.

“Mau kemana kamu?” tanyanya sedikit lembut dari nada sebelumnya.

“Ke kamar mandi,” kataku.

David menghadang jalanku. Aku menatapnya heran.

“Apa lagi?” gumamku. Dia mengalihkan pandangannya dari tatapanku. Dengan jemari gemetaran mulai meraba keningku, aku tersenyum melihat tingkahnya. Kemudian ku pegang pergelangan tangannya untuk menghentikan aksinya. Dia nampak terkejut dan seketika menarik tangannya.

“Kalau kau jijik menyentuhku, kenapa masih mencemaskanku?” tanyaku.

“Bukan cemas.. tapi...” Katanya terpotong kemudian menatapku dalam-dalam. Aku sendiri merasa nyaman dengan tatapan seperti itu. Seakan dia menyayangiku dan begitu takut kehilanganku. Aku tahu, ada beberapa tetes di sudut mataku. Aku mengalihkan pandanganku. Tangis haru ini harus aku sembunyikan agar tidak ditertawakan olehnya.

“Seluruh tubuhmu bau obat,” katanya memecahkan kesunyian. Lalu tiba-tiba tawaku meledak. Dia menatapku heran.

“Ada apa?” tanyanya penasaran.

“Karena itu kau mengendus seluruh tubuhku?” tanyaku dalam gelak tawa yang tidak bisa aku tahan.

“Jangan tertawa.. semalam kamu minum segenggam obat, lalu kau tertidur seperti kerbau. Hingga tengah hari. Kau tahu? Sekarang jam makan siang,” bentaknya. Tawaku tersentak dan menatapnya. Dia tersenyum meremehkanku.

“Aku sudah memeriksa pembungkus obat yang kau minum semalam. Itu hanya vitamin kata dokter pribadi keluarga kami. Kamu gila? Minum vitamin sebanyak itu?” bentaknya lagi.

“Kamu mencemaskanku?” tanyaku lalu tersenyum senang di hadapannya. Lagi-lagi dia gugup.

“Tidak..” katanya lalu mengalihkan pandangannya. “aku hanya tidak ingin kamu mati karena over dosis dan aku harus bertanggung jawab tentang hal itu,” lanjutnya dengan nada lembut.

“Tenang saja,” ujarku, kemudian menatapnya dalam-dalam. Aku tahu, ada desiran aneh di hatinya. Sebab aku mengatakan semua ini dengan tulus. “Aku meminumnya untuk bisa bertahan hidup selama seratus hari dalam pernikahan ini.” Lanjutku dengan senyuman getir, aku tahu bahwa dia melihat kepedihan di mataku. Dari tatapannya dia seakan kasihan padaku. “Dan kita akan berhitung mundur mulai saat ini, DUA,” kataku. Aku kembali menatapnya dalam-dalam dan aku mengizinkan kristal bening mengalir di mataku membanjiri kedua pipiku. Aku mengizinkan dia melihatku menangis. Dia hanya tertegun. Aku kemudian beranjak dari tempat tidur, meninggalkannya yang masih diam.****

Ach...

Teriakku dari dalam kamar mandi. Seseorang mengetuk kamar mandi dan terus mengetuknya. Aku sendiri panik dan segera memakai pakaian lengkap. Dan...

Bruk..

Dengan wajah panik dan nafas ngos-ngosan David berhasil mendobrak pintu kamar mandi. Aku menatapnya heran. Sedangkan dia sendiri dengan panik memeriksa keadaanku.

“Ada apa?” tanyanya cemas.

“Tidak ada apa-apa,” jawabku santai dan melenggang keluar kamar mandi. Dia mengejarku kemudian menarik lenganku dengan kasar untuk menghentikan langkahku. Aku menatapnya aneh.

“Kenapa kau berteriak?”  bentaknya.

“Aku baru sadar bahwa ini adalah rumah mertuaku, dan di hari pertama aku tinggal di rumah mertuaku. Aku malah bangun jam segini,” jawabku. David menatapku jengkel.

“Jangan mengulanginya,” teriaknya. Membuatku ketakutan.

“Kenapa?” tanyaku heran.

“Kau membuatku takut,” jawabnya masih dengan nada tinggi.

“”Kau mulai jatuh cinta padaku?” ledekku. Dia kembali gugup.

“Jangan mimpi,” katanya.

“Baguslah.. sebab kau hanya akan menyesal jika mencintaku,” kataku. Dia menatapku penuh dengan amarah, lalu meninggalkanku. aku hanya bisa menarik nafas berat menatap punggungnya yang semakin menjauh.

“Bahkan punggungnya terlihat keran,” gumamku pada diri sendiri.  “Mungkin ini berat baginya, bersabarlah.. ini hanya berlangsung seratus hari. Setelah itu. Semuanya akan berakhir dengan indah. Aku yakin itu.”****

Aku keluar kamar dengan wajah malu. Bagaimana aku menghadapi hari ini? Tentu saja akan jadi bahan pembicaraan orang-orang sebab aku bangun siang. Bu Intan, ibu mertuaku langsug menyambutku. Dia menuntunku menuju ruang makan.

“Pengantin baru, wajar kalau bangun kesiangan,” katanya sambil tersenyum. Aku hanya cengegesan, bingung harus menjawab apa. Andai dia tahu yang sebenarnya terjadi. Mungkin dia tidak akan pernah bangga punya menantu sepertiku.

Sampai di ruang makan, tiba-tiba hatiku tersentak. Seperti ada sebilah pisau menikam hatiku tanpa ampun berkali-kali. Kemudian luka tersayat itu disirami perasan jeruk nipis, lalu bensin kemudian dibakar. Rasanya sangat menyakitkan. Di depan mataku, Irma adikku sedang menyuapi David suamiku.

“Enak?” tanya Irma. David mengangguk sambil menguyah maknanannya, seakan aku dan Bu Intan tidak ada. Seakan dunia ini milik mereka berdua.

Ehehmm.. aku berdehem sengaja untuk menyadarkan mereka bahwa ada orang lain di sekelilingnya. Irma terlihat panik, sedangkan David melempar tatapan kecewa. Aku menatapnya tajam, seakan menegaskan bahwa aku adalah istrinya.

“Kalian sudah lama saling kenal?” tanyaku. David dan Irma menjawab berbarengan dengan jawaban yang berbeda.

“Iya,” jawab David.

“Tidak,” jawab Irma. Lalu mereka saling menatap dan tertawa lepas.

Aku cemburu? Tentu saja aku cemburu. Aku adalah istrinya dan tidak sekalipun dia berbuat manis seperti itu terhadapku.

Irma bangkit dari duduknya dan membantu Bu Iontan menyiapkan makan siang. Sedangkan aku dan David hanya saling melempar tatapan kebencian.

“Andai kebaikanmu pada Irma, bisa kau berikan sedikit saja padaku,” gumamku, bersamaan dengan kehadiran Irma menyajikan makanan diatas meja makan.

“Kenapa kak?” tanya Irma. Aku hanya menggeleng. David terus menatapku dengan tajam. Saat Irma kembali ke dapur mengambil makanan. David pindah dan duduk disampingku. Dia berbisik “Jangan bicara sembarangan,” katanya.

“Kau ingin tetap menjadi laki-laki baik di matanya? Suami sempurna di mata Irma?” tanyaku.

“Tentu saja,” jawabnya.

“Dasar,”

“Karena harusnya aku menikah dengannya dan bukan denganmu,” katanya dengan geraham yang ditekannya seakan menahan kebencian yang begitu mendalam padaku. Aku ketakutan melihatnya. Namun rasa sakitku malah membuatku semakin menantang tatapannya yang penuh kebencian. Dia adalah malaikat sekaligus iblis dalam hidupku.


tinwin.f7
tidhy010709
g.azar
g.azar dan 7 lainnya memberi reputasi
8
1.5K
17
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.