Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

noldeforestasiAvatar border
TS
noldeforestasi
Misteri Kematian Musuh Bendungan China Pembunuh Orangutan
Misteri Kematian Musuh Bendungan China Pembunuh Orangutan

Selamat jalan Golfrid Siregar!


Aktivis hak asasi manusia (HAM) dan juga Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara itu akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik, Minggu 6 Oktober 2019, setelah sebelumnya sempat dikabarkan hilang sejak Rabu 2 Oktober 2019 lalu.

Golfrid sebelumnya ditemukan dalam kondisi tak sadarkan diri di flyover Simpang Pos Jalan Jamin Ginting, Medan, Kamis (3/10), sekitar pukul 01.00 WIB dini hari. Ia ditemukan oleh penarik becak yang kebetulan melintas di kawasan tersebut dan segera dilarikan ke RS Mitra Sejati lalu diarahkan untuk ditangani ke RSUP Haji Adam Malik.

Pihak kepolisian menyatakan Golfrid menjadi korban kecelakaan tabrakan lalu lintas. Namun Direktur Walhi Sumut Dana Prima Tarigan menilai banyak kejanggalan dari peristiwa yang menimpa rekannya tersebut. Antara lain, kepala korban mengalami luka serius layaknya mendapatkan pukulan keras dengan senjata tumpul. Ia menduga Golfird menjadi korban kekerasan oleh oknum dengan motivasi tertentu.

"Selain bagian kepala, bagian tubuhnya tidak mengalami luka yang berarti. Sementara itu barang-barang korban, seperti tas, laptop, dompet, dan cincin juga raib,” ungkapnya dilansir dari Tempo.co, Senin (7/10).

https://tekno.tempo.co/read/1256561/...eninggal-dunia

Kecurigaan Dana tentu saja sangat masuk akal. Golfrid Siregar adalah salah seorang aktivis lingkungan yang paling vokal menyuarakan penentangan terhadap pembangunan mega proyek PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Sebagai koordinator kuasa hukum Walhi Sumut, Golfrid sendirilah yang menyampaikan gugatan serta banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, yang ‘memenangkan’ SK Gubernur Sumut terkait pembangunan PLTA berkapasitas 510 megawatt (MW) tersebut.

Penuh Kontroversi

Sedari awal, pembangunan PLTA yang merupakan bagian dari ambisi Presiden Joko Widodo demi mewujudkan proyek listrik nasional 35.000 MW itu sudah banjir komtroversi.

Kawasan hutan Batang Toru merupakan ekosistem yang dihuni oleh Pongo Tapanuliensis alias Orangutan Tapanuli, yang pada 2017 lalu baru saja ditetapkan sebagai spesies baru  orangutan di Indonesia.

Misteri Kematian Musuh Bendungan China Pembunuh Orangutan

Penelitian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memprediksi jumlahnya tak sampai 600 individu. Padahal saat pertama ditemukan tahun 1997, jumlahnya diperkirakan 800. Keberadaan mereka menjadi rentan karena aktivitas manusia yang mengepung ekosistem ini.

Masyarakat sekitar sendiri terbelah terkait keberadaan proyek PLTA itu. Penduduk daerah Simarboru (Sipirok, Marancar, dan Batang Toru) saat ini tengah merasakan kebingungan antara hendak menolak atau melawan.

Di sekitar hulu bendungan PLTA, masyarakat Desa Bulu Payung, Kecamatan Sipirok, merasa tertipu oleh kontraktor. Semula warga mendukung keberadaan PLTA dengan harapan akan membuka lapangan pekerjaan baru. Namun nyatanya, tidak ada warga Bulu Payung yang dipekerjakan karena tidak memiliki keahlian mumpuni untuk pengerjaan proyek. Warga juga merasa terintimidasi oleh kehadiran pekerja asing dan aparat keamanan yang bersenjata.

Masyarakat Desa Hapesong, yang terletak di kawasan hilir sungai Batang Toru, khawatir akan berkurangnya pasokan air untuk keperluan irigasi, serta cemas akan potensi bencana banjir yang dapat dipicu oleh pembabatan hutan demi pembukaan lahan.

Sebaliknuya, salah satu tokoh masyarakat Raja Adat Marancar Baginda Kali Rajo Yusuf Siregar justru bilang masyarakat setempat berharap banyak pada pembangunan PLTA Batang Toru. Mega proyek itu dipercaya akan membuka peluang kerja dan menjamin ketersediaan listrik yang berkesinambungan bagi masyarakat setempat.

https://www.liputan6.com/bisnis/read...segera-rampung

Duit dari China?

Dan terakhir, kontrak pembangunan PLTA bernilai sekitar US$1,6 miliar atau setara Rp21 triliun itu diberikan kepada BUMN asal China, Sinohydro, dengan PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) sebagai pelaksana proyek.

Awalnya proyek ini akan dibiayai oleh Bank Dunia. Tapi, lantaran berpotensi merusak lingkungan, lembaga keuangan itu memilih mundur. Bank of China akhirnya maju sebagai investor, yang diduga merupakan bagian dari supermega proyek  One Belt One Road Initiative (OBOR).

Namun, maraknya protes dari para aktivis di kedutaan besar China di berbagai kota di beberapa negara, termasuk Jakarta, New York, Hong Kong, Manila dan Johannesburg, membuat Bank of China menyatakan akan mengevaluasi kembali pendanaan proyek tersebut melalui situs resminya pada 4 Maret 2019.

Namun apakah pendanaannya kemudian dihentikan atau lanjut, tidak ada yang tahu…

Sementara itu, informasi terkait PT NSHE sendiri bisa dibilang sangat minim. Dalam situs resmi perusahaan, mereka hanya memperkenalkan diri sebagai perusahaan swasta yang berkedudukan di Jakarta, Indonesia, dan bergerak dalam bidang pembangkitan listrik berwawasan lingkungan.

https://pt-nshe.com/

Namun riset Mighty Earth, organisasi lingkungan internasional yang tergabung dalam Koalisi Indonesia untuk Batang Toru, menemukan Direktur Utama PT NSHE bernama Shen Decai. Nama Shen Decai muncul di hampir semua perusahaan konsorsium terkait proyek PLTA Batang Toru.

Misteri Kematian Musuh Bendungan China Pembunuh Orangutan

Sementara itu, posisi Komisaris Utama diduduki Anton Sugiono. Ia terkait erat dengan Dharmawangsa Group.

PT NSHE memiliki tiga perusahaan konsorsium, dengan PT Dharma Hydro Nusantara, bagian dari Dharmawangsa Group, sebagai pemilik saham tertinggi. Perusahaan lain adalah PT Fareast Green Energy dan PT Pembangkitan Jawa–Bali.

https://amp.tirto.id/proyek-rp21-tri...orangutan-dzay

Nama terakhir bisa dibilang cukup mentereng di blantika industri energi, infrastruktur dan konstruksi di tanah air. Pada 2009 lalu, perusahaan yang dimiliki Anton, PT Tridaya Esta, tercatat sebagai salah satu pemegang saham mayoritas PT Elnusa Tbk (ELSA) dengan kepemilikan sebesar 37,152% setara dengan 2,711 miliar saham. Hanya kalah dari PT Pertamina (Persero).

Tridaya Esta di periode yang sama juga tercatat pernah menjadi salah satu pemilik saham pengendali PT Duta Graha Indah Tbk (DGIK), yang kini telah berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring.

Pembantaian Aktivis Lingkungan 

Faktanya, kekerasan terhadap aktivis lingkungan masih terus terjadi. Berdasarkan laporan Walhi Eksekutif Nasional berjudul ‘Kriminalisasi dan Kekerasan terhadap Pembela Lingkungan Hidup, Pejuang Agraria dan HAM”, per tahun lalu, ada 163 aktivis lingkungan yang jadi korban kriminalisasi dan kekerasan

Misteri Kematian Musuh Bendungan China Pembunuh Orangutan

Ini belum termasuk data dari Global Witness, organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang anti-eksploitasi lingkungan. Pada 2016 lalu, mereka bilang setidaknya ada 200 kasus pembunuhan aktivis lingkungan di 24 negara.

Salah satu contohnya adalah Salim Kancil. Ia meninggal dunia pada 26 September 2015 setelah aktif menolak aktivitas penambangan pasir di Desa Selok Awar-awar, Pasirian, Lumajang, sejak 2013.

Kekhawatiran banyak pihak pun bisa jadi makin akut. Anggota legislator yang baru saja terpilih separuhnya adalah pebisnis. Konflik kepentingan dalam proses legislasi tinggal hanya menunggu waktu!!
Diubah oleh noldeforestasi 08-10-2019 09:39
Jalinus
nona212
tien212700
tien212700 dan 7 lainnya memberi reputasi
6
4.2K
38
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.1KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.