joko.winAvatar border
TS
joko.win
Soal KUHP, Ini Alasan Lengkap MK Setuju Penjarakan Gelandangan
Jakarta - KUHP saat ini mengancam gelandangan selama 3 bulan penjara. Pasal tersebut pernah diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan seorang mahasiswa, tapi kandas. MK setuju agar penggelandangan masuk sebagai delik pidana.

Oleh RUU KUHP, ancamannya diturunkan menjadi sangat ringan yaitu denda administrasi maksimal Rp 1 juta atau kerja sosial. Lalu apa pertimbangan MK kala itu tetap memenjarakan gelandangan?

Berikut ini pertimbangan lengkap putusan nomor 29/PUU-X/2012 yang dikutip dari website MK, Minggu (30/9/2019).

UUD 1945 menjamin kebebasan masyarakat untuk berserikat berkumpul dan menyatakan pendapat sebagaimana diamanatkan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Jaminan kebebasan ini sebagai konsekuensi logis Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945;

Kebebasan masyarakat yang dijamin UUD 1945 dimaknai sebagai kebebasan yang sesuai dengan aturan dan yang menghargai kebebasan orang lain. Dengan perkataan lain, kebebasan yang diatur dalam UUD 1945 bukanlah kebebasan yang tanpa batas sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945, bahwa, "Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis";

Konstitusi dimaksudkan untuk memberikan jaminan rasa aman bagi segenap rakyat Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Jaminan rasa aman ini diwujudkan dengan upaya membangun ketertiban umum (public order). Hal tersebut merupakan kewajiban dan tanggung jawab negara dalam rangka menjamin terlaksananya hak asasi warga negara untuk menikmati kehidupan yang aman dan damai.

Tanggung jawab negara ini, juga tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai tujuan pembentukan negara atau pemerintah yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Untuk menjalankan tanggung jawab melaksanakan ketertiban umum, negara berwenang mengatur hal-hal yang boleh dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh masyarakat, yang salah satunya diwujudkan dengan pembentukan hukum pidana. Hal-hal yang harus dilakukan atau hal-hal yang tidak boleh dilakukan merupakan kebijakan Pemerintah (legal policy). Untuk menjamin ketertiban umum ini maka kebebasan individu dibatasi. Kebebasan bagi seseorang atau segelintir orang tidak boleh melanggar kebebasan orang lain;

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bergelandangan adalah berjalan kesana-sini tidak tentu tujuannya, berkeliaran (untuk orang); bertualangan. Perilaku yang demikian oleh pembentuk Undang- Undang dikategorikan sebagai perilaku yang mengganggu ketertiban umum.



Oleh karena itu, hukum pidana sebagai hukum publik yang ditujukan untuk mewujudkan ketertiban masyarakat secara luas dapat membatasinya. Pelanggaran terhadap hukum pidana adalah pelanggaran terhadap kepentingan publik, sehingga negara berkewajiban untuk menegakkannya manakala pelanggaran tersebut terjadi, dalam rangka menjamin perlindungan terhadap kepentingan publik.

Punk sebagai gaya hidup memang tidak dilarang, yang dilarang oleh Pasal 505 KUHP adalah hidup bergelandangan, karena bergelandangan merupakan suatu perbuatan yang melanggar ketertiban umum sebagaimana diuraikan di atas, sehingga Indonesia sebagai suatu negara hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, memang sudah sepatutnya mengatur pembatasan yang demikian itu karena bergelandangan akan menimbulkan rasa was-was dan tidak aman bagi masyarakat yang lebih luas, terlepas dari di dalam hidup bergelandangan tersebut disertai dengan adanya tindak pidana yang lain ataupun tidak.



Pasal 505 KUHP, sesuai dengan uraian tersebut di atas, harus dipandang sebagai batasan kebebasan yang diberikan oleh negara, yang bertujuan untuk menjaga ketertiban umum, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945;

Pemohon mendalilkan Pasal 505 KUHP bertentangan dengan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang mewajibkan negara untuk memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar. Menurut Mahkamah, pelarangan hidup bergelandangan merupakan soal yang tidak berkaitan dengan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar. Pelarangan hidup bergelandangan merupakan pembatasan yang menjadi kewenangan negara, sedangkan memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar merupakan kewajiban konstitusional negara yang harus dilakukan dengan memperhatikan kemampuan negara.

Manakala negara dengan kemampuan yang ada belum sepenuhnya dapat melaksanakan kewajiban tersebut, tidak dapat menjadi alasan untuk membolehkan warga negara hidup bergelandangan. Dengan demikian, hal tersebut tidak menjadi alasan pembenar bagi siapa pun untuk melanggar hukum, melakukan penggelandangan, mengabaikan ketertiban umum, dengan alasan negara belum melaksanakan kewajibannya memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar.

Sebagai negara hukum, negara harus membangun sistem hukum, yang harus dipatuhi oleh masyarakat, dan ditegakkan oleh aparat hukum.

Putusan di atas diketuk pada 3 Januari 2013 oleh Ketua MK Mahfud Md, dengan anggota Achmad Sodiki, Maria Farida Indrati, Harjono, Muhammad Alim, Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman, Hamdan Zoelva, dan M Akil Mochtar. (asp/mae)

https://m.detik.com/news/berita/d-47...angan?single=1
muhamad.hanif.2
darwinsilb
darwinsilb dan muhamad.hanif.2 memberi reputasi
2
1.6K
21
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.