sinsin2806Avatar border
TS
sinsin2806
Ketika Istri Tak Pernah Menjadi Prioritasmu (1)

sumber gambar disini

Hei para istri pernah ga si kalian ngerasa kalau suami dari awal pernikahan tidak pernah memprioritaskanmu? Atau mungkin belum memprioritaskanmu karena kamu belum bisa memberi momongan?

Dan kalian para suami, apakah benar setelah menikah prioritas utamamu tetap keluarga aslimu? Dan kamu baru akan melihat istrimu setelah semua kebutuhanmu dan keluargamu terpenuhi?

Aku sendiri masih bisa dibilang pasangan baru, karena baru mulai membina rumah tangga selama 15 bulan. Kami masih sama-sama belajar memahami tugas, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing. Selama setahun awal pernikahan, aku dan suamiku memilih untuk mengontrak, kenapa? awalnya karena kami sama-sama punya tujuan setelah menikah sesulit apapun kehidupan kami nantinya, kami akan berusaha mandiri. Walaupun aku merupakan anak bungsu dikeluargaku, yang posisinya kakaku telah menikah dan pindah rumah, bisa saja aku sebagai anak bungsu ikut dirumah keluargaku toh disana hanya ada ibu dan bapakku.
Tapi aku dan suamiku tetap memilih untuk mengontrak.

Kami membuat komitmen untuk mandiri bersama sejak sebelum menikah tapi kesalahanku, aku tidak pernah membahas tentang pengelolaan keuangan sebelumnya. Karena awalnya aku pikir, kebutuhan keluarga, kebutuhan istri sudah pasti tanggung jawab suami. Jadi tanpa kami buat komitmen pun seharusnya itu tetap menjadi tanggungjawab suami. Tapi ternyata pemikiranku ini salah besar ya, komitmen tetap harus dibuat diawal, apalagi ini masalah keuangan, masalah yang sangat krusial dan sensitif.

Dulu ketika awal menikah, bayanganku tentang pernikahan sangat sederhana, ya kami cukup pindah rumah (mengontrak selama belum mempunyai cukup uang), mempunyai anak, setelah itu menabung sedikit demi sedikit untuk membuat rumah (toh aku dan suamiku sama-sama kerja punya penghasilan masing-masing) dan tinggal membesarkan anak dan lalu hidup bahagia. Cukup sederhana kan?

Tapi setelah menikah, ternyata kehidupan menikah tidak seindah bayangan ya. Banyak hal yang harus disesuaikan, apalagi aku baru menyadarinya setelah menikah. Memang benar ucapan orang-orang, menikah itu bukan hanya menyatukan 2 orang (suami-istri) tapi juga menyatukan 2 keluarga (keluarga suami-keluarga istri). Banyak ego yang harus diredam, banyak kepentingan yang harus ditunda.

Aku dan suamiku telah berpacaran 7 tahun, sebelum akhirnya kami memutuskan untuk menikah. Ya benar kami pacaran dari Nov 2011 dan menikah pada Juni 2018. Dulu saya rasa 7 tahun adalah waktu yang lebih dari cukup untuk mengenal satu sama lain, dan juga untuk mengenal keluarganya. Karena dalam jangka waktu 7 tahun pacaran, saya sering mengunjungi keluarganya. Tapi ternyata setelah menikah, waktu 7 tahun ini bukan apa-apa. Faktanya saya yang sekarang berumur 26 tahun, masih sulit untuk mengenali diri saya sendiri. Apalagi untuk mengenali diri orang lain? Entahlah butuh waktu berapa lama.

Aku seperti menemui sifat-sifat baru dari suamiku setelah kami menikah, entah karena dulu aku mengesampingkan sifat-sifat nya ini atau memang dulu aku belum terlalu mengenalnya?

Aku memang belum bisa menjadi istri yang baik, aku belum bisa menjadi selayaknya istri yang setiap pagi memasak untuk sarapan suami, membawakan bekal makan siang untuknya, serta menyiapkan makan malam untuk suami sepulang kerja. Aku hanya menyiapkan makanan semampuku, itu karena aku juga bekerja. Ya kami tetap sama-sama bekerja setelah menikah, untuk sarapan pagi aku sudah memasak nasi sedari malam dan untuk lauknya aku baru membelinya pagi-pagi ke warung depan. Untuk makan siang kami makan dikantor masing-masing. Dan untuk makan malamnya, hari kerja biasa aku membeli makanan yg sudah jadi, kecuali hari sabtu dan minggu karena aku pulang kantor lebih awal, aku bisa memasak sendiri untuk suami.

Suamiku bekerja di salah satu pabrik onderdil motor, bukan pabrik besar yang bonafit tapi hanya pabrik sedang yang jumlah karyawanya saja total tak sampai 200 orang. Dulu selama pacaran aku tidak pernah membiarkan dia membayar semua biaya kami ketika pacaran. Semisal ketika kami nonton di bioskop, dia beli tiket, aku beli popcorn.  Makan diluarpun kita bagi 2 biayanya. Seingatku selama kami pacaran 7 tahun dulu, dia baru pernah sekali membelikan hadiah ulang tahun kepadaku, boneka Doraemon.


Tapi aku tidak menyangka kebiasaan ini terus berlanjut sampai setelah kami menikah.
Apalagi setelah menikah, keluarganya (keluarga suami) seperti terus bergantung kepada suamiku.
Memang benar bakti seorang anak adalah untuk Orang Tuanya, tapi apakah seorang suami harus melupakan tanggungjawabnya sebagai suami demi menjalankan baktinya kepada orang tuanya??

Menurut Gansist bagaimana?

Load......................... (2)

lumut66
anasabila
tien212700
tien212700 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
3.9K
23
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.