Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

cunhidaAvatar border
TS
cunhida
Misteri Gua Kecil Tak Kasat Mata Di Gunung Gede
Misteri Gua Kecil Tak Kasat Mata Di Gunung Gede

Himpitan waktu ini terasa menyesakkan, sepertinya aku rindu ingin bermesraan dengan semesta. Menjauhkan diri sejenak dari layar monitor yang membuat pedih dan juga banyaknya persoalan yang harus segera diselesaikan. Sungguh, aku rindu dengan lelah yang melegakan jiwa. Rindu dengan nafas terengah dan jauhnya langkah yang harus ditempuh untuk menuntaskan rindu pada semesta. Ini obat yang paling manjur yang harus aku lakukan untuk mengembalikan waras dan semangatku menghadapi hari-hari beratku. 

Tiba-tiba layar smartphoneku menyala, ada sebuah panggilan yang masuk dari Ninda, teman satu komunitasku di Mapala. Langsung saja kusambar handphoneku dan menerima telefon darinya.

“Rin, muncak yuk. Anak-anak ngajakin nih.”

“Ok, siap! Pas banget nih aku lagi suntuk butuh refreshing. Kapan berangkat?”

“Ntar malem jam 9 kumpul di tempat biasanya.”

“Apa? Ntar malem? Mendadak banget? Aku belum prepare packing perlengkapan nih.”

“Udah, santai aja. masih jam segini juga. Masih sempet lah, kan kita muncak juga nggak baru kali ini.”

 “Ok lah, aku ikutan. Jemput aku di kost ya Nda.”

Tepat jam 8 malam Ninda sampai di kost untuk menjemputku lengkap dengan barang bawaannya. Tanpa menunda waktu kami menuju ke tempat berkumpul yang sudah disepakati. Pendakian kali ini tujuannya adalah ke gunung Gede dan kami berangkat bertujuh. Tepat jam 2 pagi kami semua sampai dan rencananya akan mendaki setelah shalat subuh.

“Mal, gimana ini? Aku malah tiba-tiba haid nih. Apa aku nggak jadi mendaki aja ya? Tapi aku pengen banget ikutan kalian.”

“Aduuuuuh, gimana dong? Tapi kamu yakin kuat nggak? Soalnya kan suka lemes juga kalo lagi haid? Aku sih up to you aja, bismillah semuanya akan baik-baik aja.”

“Bismillah, aku yakin kuat kok!.”

Misteri Gua Kecil Tak Kasat Mata Di Gunung Gede
sumber : di sini

Pendakian kami berjalan lancar dan menyenangkan hingga akhirnya di pos ke 3 tiba-tiba aku merasa kebelet pipis. Sepanjang jalan rasanya sudah gelisah mencari semak-semak yang bisa kugunakan untuk buang air kecil namun belum juga kutemukan.

“Nda, aku kebelet pipis nih. Mana daritadi nggak ada semak-semak lagi, makin gelisah aja ini rasanya.”

Ninda ikut clingukan mencari semak belukar yang aman namun tak kunjung menemukannya. Tiba-tiba aku menemukan ada sebuah gua kecil yang cukup aman untuk kujadikan tempat buang air kecil. Disitu banyak juga tisu berserakan dan kupikir mungkin tempat ini sudah sering digunakan untuk pipis para pendaki lain. Tanpa pikir lama aku tuntaskan rasa kebelet pipisku disitu dan lega bisa melanjutkan perjalanan dengan nyaman. Namun setelah itu rasanya aku diikuti sosok laki-laki yang misterius dengan pakaian serba putih. Entah itu memang sungguh terjadi atau hanya perasaanku saja.

“Rin, kamu kok kelihatan pucet? Udah mulai capek ya?.” Tanya Dipta yang sedari tadi melihat wajahku”

“Apaan siih, aku baik-baik aja kok. Udah deh nggak usah sok care sama aku.”

“Biasa aja dong Rin kalo ditanya, nggak usah pake ngegas segala jawabnya. Dipta kan tanya baik-baik. Lagian kamu kok tumben juga jadi pendiem, jutek, galak gitu? Muka kamu memang keliatan pucat tuh..” Sambar Ninda.

Misteri Gua Kecil Tak Kasat Mata Di Gunung Gede
sumber : di sini

Di dekat pos 4 aku merasa kakiku kram, sakitnya sungguh sangat luar biasa dan berat hingga membuatku tak kuat lagi untuk melangkah. Akhirnya aku digendong oleh teman-temanku untuk mencari tempat yang lebih luas dan landai untuk mendirikan tenda sementara.

Tapi anehnya, mereka bilang tubuhku berat banget padahal ada 6 orang yang mengangkatku. Ada apa ini? Padahal beratku kan hanya 45 kg. Tenda sementara sudah dibangun dan kami memasak mi untuk mengisi tenaga yang mulai habis. Aku samasekali tak menyentuh makanan, rasanya tidak selera makan dan masih mengkhawatirkan kondisi kakiku.

Menjelang maghrib rasanya tubuh ini tak karuan antara menahan sakit di kaki dan dingin yang sangat menusuk. Sweater lapis 2 dan jaket yang tebal sepertinya masih belum bisa menjadi penghangat tubuhku.

“Aduuh, gimana ini? Tubuh Rindy makin dingin aja, mana tangannya jadi kaku juga, matanya tinggal kelihatan putihnya. Kenapa juga ni anak meraung-raung tak karuan seperti orang kesurupan? Rin,sadar Rin… .”

Ninda sangat cemas melihat keadaanku yang cukup extrem ini dan hampir semua temanku menangis sambil memanggil namaku. Segala cara sudah dicoba untuk menghangatkanku namun tak membuahkan hasil. Mereka takut hipotermia yang kualami ini membuatku pulang tinggal nama. 

Namun saat itu aku tidak sadar dengan apa yang terjadi padaku dan mengetahui keadaanku seperti itu dari cerita teman-teman. Yang aku tahu, saat itu aku tertidur dan bermimpi bertemu sesosok lelaki tua yang berdiri di dekat gua kecil yang kugunakan untuk buang air kecil tadi. Dia berucap agar aku tidak mengotori tempatnya.

Beberapa jam kemudian akhirnya aku sadar dan semua teman-temanku bermata sembab dengan mimik wajah yang khawatir.

“Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga Rin. Kita semua khawatir banget liat kamu hipotermia. Mungkin gara-gara kamu kecapekan, perut kosong dan lagi haid tuh.” Ucap Akmal dengan lega.

“Kamu haid Rin? Kok nggak bilang?pantesan aja… .” Sambar Dipta dengan cepat.

Dipta menggantungkan kalimatnya seakan menutupi sesuatu. Malam itu terasa begitu lama dan mencekam, lama sekali dan kami hanya bisa terus berdzikir dan memutar murotal dari handphone kami. Rasanya ingin segera pagi dengan keadaan kaki yang normal kembali untuk meneruskan perjalanan.

“Teman-teman, sepertinya pendakian kali ini kita nggak bisa sampai puncak. Untuk kebaikan bersama kita turun saja karena kalau dipaksakan aku takut ada hal yang tidak baik terjadi.” Ucap Akmal dengan raut yang cemas bercampur kecewa.

Paginya kami kembali ke bawah dan setelah itu baru Dipta berani bercerita.

“Sumpah Rin, aku merinding lihat kamu kemarin dikerumunin banyak banget makhluk halus dari berbagai jenis. Aku nggak berani bilang karena takut kamu bakalan panik. Ngawur kamu, udah tau haid kok masih aja maksain muncak? Itu sama aja kamu ngundang mereka semua.”

“Maaf ya teman-teman, gara-gara aku kita nggak bisa sampai puncak. Mungkin ini juga gara-gara aku pipis di gua kecil itu kali ya?.”

“Pipis di gua kecil? Mana ada gua disana? Aku nggak ngelihat kemarin.” Sahut Ninda.

“Ah, yang bener kamu Nda? Orang jelas ada kok.”

“Disana nggak ada gua Rin, aku hapal banget kok.” Akmal ikut menimpali.

“Astaga, apa hanya aku aja yang melihatnya?.”

“Asal kamu tahu aja Rin, kaki kamu kram dan berat buat melangkah kemarin juga karena ada sosok besar yang menggelayuti kakimu.”

“Yang bener Dip? Jahat banget kamu nggak mau bilang.”

“Ya habis mau gimana lagi? Kan udah jadi kesepakatan kita semua buat cerita kejadian kalau sudah ada di bawah kan selama ini?.”

“Teman-teman, maaf ya gara-gara aku kita nggak bisa summit. Harusnya aku nggak usah lanjut muncak karena haid dan berakhir dengan tragedi semacam ini.”

“Udah Rin, nggak apa-apa. Masih ada kesempatan lain buat kita muncak bareng. Yang penting kita semua selamat dan tetep solid. Lain kali kalau ada yang haid, langsung bilang ke semua teman dan jangan dipaksakan ikut naik.” Pesan Dipta dengan tegas pada semuanya.

Ternyata semesta belum mengijinkanku untuk menuntaskan rinduku. Tapi tak apalah, setidaknya dari tragedi kali ini aku mendapat banyak pelajaran yang berharga dan melihat ketulusan teman-teman yang begitu menyayangiku.
Diubah oleh cunhida 26-09-2019 11:31
sebelahblog
zafinsyurga
nona212
nona212 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
749
8
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.6KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.