darmawati040Avatar border
TS
darmawati040 
Sambutan Penghuni Gunung Lawu
Spoiler for Screnshoot Kaskus:


Hallo, Agan-Sista tercinta. Ketemu lagi dengan thread Ara yang super duper kece. Hkhk šŸ˜…

Oh ya, berhubung temanya horor, Ara mau berbagi pengalaman mencekam saat naik gunung, nih. Tepatnya, Gunung Lawu. Gunung Lawu berada di perbatasan jawa timur dan jawa tengah. Orang-orang jawa dan pecinta alam pasti tahu, dong.

Kisah ini dialami oleh keponakan Ara beserta teman-temannya. But, Ara akan menjadi tokoh utama dalam cerita ini, menggantikan keponakan. Supaya ceritanya lebih ngena, gitu, GanSis. Ok, langsung saja, ya.



Sumber Gambar


April 2017, Aku dan ke lima teman fix merealisasikan rencana yang sudah diatur jauh-jauh hari. Kami memilih start dari Magetan menuju Basecamp. Sesampainya di Basecamp, kami mengisi perut agar tenaga lebih kuat saat mendaki. Dari Basecamp menuju pos satu, suasana masih terbilang ramai. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju pos dua. Keadaannya mulai sepi. Hawa dingin perlahan menusuk hingga ke tulang. Dingin yang sungguh tak wajar menurut aku.

Akan tetapi, kami memilih melanjutkan pendakian. Selama perjalanan dari pos satu hingga pos dua, lelahnya tidak seberapa. Kami bahkan tidak istirahat. Namun, belum sampai pos tiga, capeknya luarbiasa. Aku bahkan begitu ngos-ngosan.

"Istirahat dulu, dong!" seruku pada teman-teman.

"Sebentar lagi nyampe pos tiga, Ra. Nanggung banget. Ayoklah, lanjut!" teriak Mas Iqrom yang jalan lebih dulu.

Mas Iqrom merupakan ketua mapala. Ia sudah terbiasa nanjak dan melewati berbagai macam rintangan ketika naik gunung.

"Ayok, Ra, semangat!" Mas Delon yang berada di belakangku ikut menyemangati.

"Ayok, ayok, sini, Ra!" Alin mengulurkan tangan. Sementara Mas Ken dan Mbak Dea sudah berada di atas, beriringan dengan Mas Iqrom.

Mau tidak mau, aku ikut melangkah walau sedikit lemas. Tak lama kemudian, kami pun sampai di pos tiga. Di sana, ada beberapa orang yang sedang istirahat. Rupanya mereka hendak turun. Lama, kami mengobrol dengan pendaki yang hendak turun tersebut. Bercerita banyak hal. Kemudian memasak, makan, mengisi air, dan lain-lain. Tak terasa matahari mulai condong. Ah, sial! Kami lupa waktu.

"Kita lanjut sekarang! Sebelum malam kita harus sampai ke pos lima," ujar Mas Ken.

"Ya, betul," timpal Mbak Dea yang tak lain adalah istri Mas Ken.

Ya, dari Basecamp tadi rencananya memang seperti itu. Kami harus sampai pos lima sebelum malam tiba. Gara-gara keasyikan ngobrol, kami harus ngebut menuju pos empat. Lagi, hawa dingin kembali menyerang. Dingin yang amat sangat dingin.


Sumber Gambar


"Ayok, cepat!" teriak mas Iqrom yang berada di depan.

"Ini udah cepat, Mas!" sahut aku dan Alin.

"Cepat apanya, kalian sangat lelet!" goda Mbak Dea dan Mas Ken.

Ah, mereka memang kompak dalam hal membuli.

"Cepat, Ra! Cepat!" Mas Delon tidak mau ketinggalan. Ia menimpali dari belakang.

"Ya Allah, kuatkan hati dan langkahku ini!" selorohku yang membuat teman-teman tertawa.

Perjalanan kami tak ada kendala. Mulus dan menyenangkan. Akan tetapi, matahari benar-benar akan tenggelam sebentar lagi.

"Yes! Akhirnya sampai juga di pos empat."

Mbak Dea dan Alin langsung berbaring di sana. Tampaknya mereka sangat lelah. Sama lelahnya denganku. Ya, itu sudah pasti. Sejenak, kami istirahat usai berpacu dengan waktu. Mengisi tenaga dengan masing-masing sebungkus roti.

"Guys! Ayok, lanjut!"

Kali ini, Mbak Dea seolah menjadi komandannya. Suara cempreng Mbak Dea membuat kami tertawa. Hari mulai gelap. Mas Iqrom masih menempati posisi pertama. Diikuti Mbak Dea. Lalu Mas Ken. Alin, Aku, dan Mas Delon berada paling belakang. Baru beberapa puluh menit melangkah menuju pos lima. Kami benar-benar bertemu malam. Malam yang sangat dingin tentunya. Angin sepoi manambah seram suasana.


Sumber Gambar: Screnshoot Google

"Mas Delon, apa ada orang di belakang kita?" tanyaku sedikit berbisik.

"Ha? Apa, Ra?" Mas Delon mendekatkan pendengarannya ke arahku.

"Coba tengok, apa ada orang di belakang?" tanyaku lagi.

"Sebentar." Mas Delon menghentikan langkah.

Aku yang mendengar langkah amat ramai dari belakang, mulai ketakutan. Tapi, mencoba beranikan diri untuk menoleh ke arah Mas Delon.

"Nggak ada siapa-siapa, Ra," ujarnya menggeleng.

Sekilas, memang tak terlihat apa-apa di belakang sana. Hanya saja, suara langkah itu seoleh berpacu dengan langkah kami.

"Hei, ayok, cepat!" Mas Iqrom kembali memanggil. Mbak Dea, Mas Ken, dan Alin sudah bersisian dengan Mas Iqrom. Jarum jam menunjukkan pukul 18:23.

"Wah, gimana ini? Sudah jam enam lewat. Kita lanjut atau bagaimana?" tanya Mas Ken.

"Sepertinya kita harus kembali ke pos empat. Jika kita lanjut, bisa sampai sekitar pukul sepuluh atau sebelas malam di pos lima," ungkap Mas Iqrom.

Akhirnya kami kembali ke pos empat. Mendirikan tenda di sana. Kami hanya memakai satu tenda yang besar. Di ujung kiri, ada Mas Iqrom dan Mas Delon. Ujung kanan, Alin dan aku. Sementara Mas Ken dan Mbak Dea, berada di tengah-tengah. Keduanya sebagai pembatas. Karena mereka merupakan pasangan halal alias suami istri.


Sumber Gambar

Untuk mencairkan suasana yang amat sepi dan dingin. Kami membuat api unggun. Kemudian melantunkan beberapa lagu. Tapi tak lama. Karena suasana dingin yang tidak tertahankan. Aku memilih masuk tenda lebih dulu. Diikuti Alin. Lalu yag lainnya.

Di dalam tenda, kami mengobrol seadanya. Tak lama, tiba-tiba tenda kami goyang. Seolah terjadi gempa. Tapi tidak, karena tanah tidak bergerak. Kejadiannya cukup lama, membuat kami saling berpandangan.

"Sudah, sudah. Nggak usah khawatir. Toh, kita ke sini cuma pengen lihat keindahan Gunung. Gak lebih," ujar Mas Iqrom tiba-tiba.

"Bener, tuh. Kita, kan, nggak macem-macem," seloroh Mas Ken dan Mas Delon. Sementara aku, Alin, dan Mbak Dea masih terdiam.
Suasana kembali hening. Tenda kami tidak lagi bergerak. Hanya saja, resleting tenda seperti ada yang memaikannya. Tutup buka, tutup buka, tutup buka. Bulu kudukku mulai berdiri. Rasa takut tak terelakan. Aku pikir yang lain pun merasa demikian.

"Lon, coba, cek siapa di luar," ujar Mas Iqrom. Namun Mas Delon meminta Mas Ken melakukannya. Dan Mas Ken meminta istrinya. Sementara Mbak Dea menyuruh Alin. Sialnya, si Alin memintaku untuk menuput resleting tenda yang sudah terbuka.

Dengan perasaan tak karuan, aku memberanikan diri. Perlahan kuraih resleting tenda.

"Ya Allah! Astagfirullah!" Secepat kilat kutarik resleting itu ke atas, lalu menyembunyikan wajah di balik selimut. Tak peduli dengan pertanyaan teman-teman.

"Ada apa, Ra?"

"Apa ada orang di luar?"

"Tapi siapa? Nggak ada orang lain yang mendaki selain kita." Kudengar teman-teman saling bertanya.

Sampai akhirnya kembali hening. Tak sampai di situ, sekitar pukul 22:27, terdengar langkah melewati sisi kiri tenda kami. Jika pendaki, mereka pasti menyapa. Tapi tidak, langkah itu berlalu begitu saja.

Pukul 12 malam. Alin membangunkan kami semua. Ah, sial. Kenapa anak ini kebelet pipismalam-malam?

"Ra, kamu nggak ikut?" tanya Mbak Dea.

"Aku ngantuk, Mbak," sahutku sekenanya.

"Yasudah, biarkan saja dia. Ayok, ikut aku," ucap Alin.

Mereka berlima keluar. Hanya aku sendiri dalam tenda. Tak lama kemudian, terdengar suara di sebelah kiri tenda. Seperti suara kuda yang berlari kencang. Semakin lama, semakin banyak dan bising. Seketika aku bangkit dan berlari keluar tenda. Memanggil-manggil Mbak Dea dan yang lain.

"Ada apa, sih, Ra? Teriak malem-malem di tengah hutan?" omel Mbak Dea.

Sejenak aku terdiam. Lalu menghitung jumlah mereka.

"Ada apa, Ra?" tanya mereka serempak.

"Di mana Alin?"

Seketika mereka menoleh. Alin hilang. Mas Ken bergegas masuk tenda, hendak mengambil senter tambahan. Dan ternyata?

"Alin?"

Ah, dasar! Anak itu sudah ada di tenda. Teman-teman segera kembali masuk tenda. Aku? Aku masih terheran-heran, kapan Alin kembali? Bukankah sedari tadi aku sendirian?



Sumber Gambar: Screnshoot Google

Kami lupa, ini malam jumat. Tepat bulan purnama. Konon, di saat bulan purnama, penghuni Gunung Lawu terbiasa menyambut siapa saja yang datang. Dan kami juga lupa, sewaktu di Basecamp, dilarang keras kemah di pos empat. Entah apa alasannya. Kami datang di waktu yang tidak tepat, juga melanggar aturan yang disampaikan oleh petugas di Basecamp. Walhasil, kami diganggu sedemikian rupa.

Pukul 05 subuh. Pendaki lain membangunkan kami. Mereka mengajak untuk nanjak bareng. Mas Iqrom setuju, asal turunnya pun harus sama-sama. Dan, yes. Kami akhirnya melanjutkan perjalanan.

Setelah turun gunung, barulah kami saling mengintrogasi satu sama lain.

"Ra, kamu tahu, nggak, kenapa kami mengajakmu ikut nganterin Alin malam itu?" tanya Mbak Dea.

"Enggak. Ada apa emang?" Aku penasaran.

"Kami lihat ada sosok tinggi besar berdiri tepat di sebelah luar tenda. Deket banget sama kamu, Ra."

"What? Jahat banget, ya, kalian, nggak maksa aku biar ikut!" Aku mencubit perut Mbak Dea.

"Eh, sebentar! Kalian mengantarku? Nganterin ke mana?" tanya Alin dan berhenti meneguk air.

"Loh, masak lupa, sih? Kamu bangunin kita jam dua belas malem, cuma buat nganterin kamu pipis. Udah gitu, balik tenda gak bilang-bilang pulak!" omel Mbak Dea.

Wajah Alin tampak bingung.

"Sebentar, bukannya aku gak bangunin kalian sama sekali? Aku pipis di bawah jam dua belas. Dan gak bangunin kalian karena tidurnya pulas banget. Aku pipis di samping tenda. Sendirian," jelas Alin.

"So, yang kalian anterin itu?" Aku menatap Mbak Dea dan yang lain secara bergantian.

"Jangan bilang hantuuu?!" teriak Mbak Dea dan Mas Ken. Aku hanya tertawa. Diikuti oleh Mas Delon dan Mas Iqrom.

"Eh, bentar. Yang waktu nutup resleting tenda yang terbuka, sebenarnya kamu lihat apa, Ra?" selidik Alin.

"Ada cahaya. Cahaya itu mendekat tapi bersuara. Suaranya kayak delman, atau gamelan. Tidak hanya itu, saat aku teriak manggil kalian yang nganterin Alin, aku denger ada suara kuda berlarian menuju arah pos lima. Dan entah kenapa, aku merasa lebih aman hanya dengan keluar dari tenda," ungkapku panjang lebar.

"Aku tidak pernah membangunkan kalian. Yang kalian anter bukan aku. Buktinya aku ada di tenda, kan, saat kalian kembali?" bantah Alin.

"Ya, ya! Yang kami anter itu, hantu. Puas!" celetuk teman-teman.

Sekian, pengalaman horor yang dialami keponakan Ara beserta teman-temannya. Sambutan para penunggu Gunung Lawu cukup romantis juga, ya. Hkhk šŸ˜… tenda mereka sampai dibuat goyang dan dimainkan resletingnya. Mereka ramah juga, ya. Meski sebenarnya sambutan itu sangat tidak diharapkan. Haha šŸ¤£


Oh, ya, sebagai catatan akhir, jangan pernah abaikan setiap larangan atau imbauan petugas. Jika tidak, maka rasakan sendiri akibatnya. Peraturan belantara cukup sederhana. Berpikiran positif dan berhati bersih. So, kamu-kamu akan aman menjejakkan kaki di sana.


Sumber Tulisan: Berdasarkan kisah nyata yang dialami keponakan dan teman-temannya.


Bima, 21, September 2019
Diubah oleh darmawati040 25-09-2019 13:10
zafinsyurga
infinitesoul
swiitdebby
swiitdebby dan 29 lainnya memberi reputasi
30
5.2K
128
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.9KThreadā€¢82.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
Ā© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.