Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

jonoswara1976Avatar border
TS
jonoswara1976
SIAPA YANG SALAH Atas Kasus LIVI Zheng?
Livi Zheng, nama ini enggak ane kenal sama sekali sampai dia menjadi perbincangan di Twitter. Sosok Sutradara Indonesia yang konon mampu menembus Hollywood ini ternyata tak se-superior obrolan di media massa dan pemerintah yang nge-endorse gratis. 

Ane pun setuju banget sama tulisan di Suryarianto.id yang menyebutkan kasus Livi Zheng tidak serta merta kesalahan media, tetapi juga warga negara ini yang kebiasaan memuja-muji warga lokal yang berkarya di luar negeri. Terlepas, dari bagus atau enggaknya karya tersebut. 

Berikut tulisan opini dari blog tersebut:

Livi Zheng menjadi perbincangan hangat di jagat Twitter beberapa hari belakang. Sutradara asal Blitar, Jawa Timur, yang konon filmnya tembus ke Hollywood itu menjadi perbincangan setelah salah satu media daring menampilkan tulisan opini dari seorang anonim.
SIAPA YANG SALAH Atas Kasus LIVI Zheng?
Sumber: Instagram pribadi Livi Zheng

Kejadian Livi Zheng mengingatkan saya kepada serial drama Jepang berjudul Cofidenceman JP. Setiap awal serial, sang tokoh utama yakni, Dako, Boku, dan Richard akan menyebutkan kalau dunianya itu adalah penipuan.

“Apakah Beethoven benar-benar tuna rungu? apakah Oswald benar membunuh Kennedy? apakah Apollo benar mendarat di bulan? semua yang ada di sini [serial itu] adalah penipuan,” ujar Dako dalam episode pertama serial tersebut.

Nah, kali ini pun muncul kalimat, apakah benar Livi Zheng sutradara yang filmnya sudah tembus Hollywood?

Jujur saja, saya baru mengetahui Livi Zheng ketika kehebohan akibat tulisan opini serial dari Geotimes. Sebelumnya, saya memang sempat mendengar nama Livi Zheng dari berita kalau lisensi filmnya sudah dibeli oleh Singapore Airlines, tetapi enggak ‘ngeh‘ juga kalau itu adalah sang sineas muda kebanggaan Indonesia.

Membaca opini di Geotimes yang ditulis oleh Limawati Sudono, bukan nama sebenarnya, cukup mengejutkan. Ada beberapa poin dari opini tersebut yang bisa diambil, yakni pintu masuk Livi ke Hollywood.

Mengutip dari Geotimes, media itu menuliskan ada ulasan dari InternationalFilmReview.net tentang Livi dengan judul Livi Zheng Earns Her Reputation as An International Filmmaker.

Ulasan itu menyebutkan, Livi terjun pertama kali ke dunia film sebagai pemeran pegganti dalam serial Laksamana Cheng Ho pada 2008. Serial itu disebut cukup diminati atau disebut massive hit di Indonesia.

Memang situs apa sih Internationalfilmreview.net ini? ternyata situs yang berbasis wordpress seperti blog saya ini didirikan oleh kelompok jurnalis yang mencintai film. Mereka memiliki tujuan untuk menyoroti kisah-kisah luar biasa yang di bawa dari layar produksi ke dunia.

Menariknya, di halaman tentang kami situs itu dituliskan, mereka selalu mencari konten menarik tentang para profesional di industri hiburan yang memiliki kisah sukses menarik. Jika ingin menyampaikan kisah, bisa memberikan mereka tip untuk sesuatu yang memang harus diliput. Semua itu bisa dikirim ke sebuah email, yakni Lgreenbaulm@gmail.com.

Livi Zheng dan Drama di Hollywood

Di sebuah acara tv, Livi Zheng menceritakan kisahnya yang bisa menembus Hollywood. Dia menceritakan, bisa menjadi sutradara di Hollywood bukan semudah membalikkan telapak tangan.

“Aku pernah menjadi asisten kostum, periset, asisten produser, asisten sutradara. Nah, baru setelah 5 tahun, aku baru bisa menjadi sutradara di Hollywood,” ujarnya dalam acara tv tersebut.

Livi pun mengaku berusaha untuk mengejar pekerjaan yang diimpikannya tersebut. Akhirnya, dia pun lolos untuk belajar di University of Southern California. Beberapa alumninya adalah sineas hebat di Hollywood.

Ketika kuliah di sana, rekannya mengatakan, mimpi Livi untuk menjadi sutradara di Hollywood cukup sulit. Alasannya, Livi adalah perempuan, Asia, dan muda.

“Itu hal yang sulit katanya waktu itu,” ujarnya.

Setelah itu, Livi menceritakan karirnya di dunia film mulai terbuka ketika bertemu dengan salah satu executive producer di sana yang sangat menyukai budaya Asia. Akhirnya, saya mengajukan ide film ke dia, saya pun percaya diri ide itu unik.

“Eh, 80% ide saya ditolak dengan alasan karakternya enggak kuat dan sebagainya,” ujarnya.

Nah, 2014 muncul lah film Brush with Danger di mana Livi menjadi Produser, Direktur, dan aktrisnya. Film itu juga yang disebut lolos ke seleksi calon nominasi Piala Oscar setelah tayang di bioskop Amerika Serikat atau lokal Los Angeles selama dua pekan.

“Awalnya, aku enggak percaya, tetapi pas muncul nama film aku dan kru serta pemerannya. Aku baru berani ngomong deh,” ujarnya.

Jadi, film Livi ini berhasil lolos seleksi calon nominasi Piala Oscar dari 4.000 film menjadi 323 film.

Livi mengakui, setelah masuk seleksi calon nominasi Piala Oscar itu jalannya di dunia film makin mudah.

“Dulu mencari kru susah, sekarang malah krunya yang submit sendiri,” ceritanya.

Makna Menuju Hollywood

Menurut Wikipedia English yang belum menghapus kisah tentang Livi, beberapa film Livi lainnya adalah Insight pada 2017, LA’s Gateway to Indonesia pada 2017, dan Bali: Beats of Paradise pada 2018. Film terakhir pun bakal tayang di Indonesia pada 22 Agustus 2019.

Lalu, LA’s Gateway to Indonesia pada 2017 itu pun bukan film, melainkan iklan membuat visa dari Los Angeles ke Indonesia.

Di sisi lain, ternyata ada beberapa film Livi Zheng lainnya yang disebut dalam situs Sun and Moons Film. Beberapa film itu antara lain, Insight, The Lost Soul, The Empire Throne, dan The Bull Race.

Walaupun begitu, film Brush With Danger yang mampu tayang di bioskop AS yang kerap dielu-elukan Livi Zheng. Hal itu wajar karena dengan masuk bioskop AS artinya, dia memang sudah menembus Hollywood.

Ini asumsi setelah saya membaca beberapa tulisan tentang Hollywood dan industri film di AS. Jika kawan-kawan ada yang mengetahui makna masuk Hollywood lainnya bisa tulis di komentar.

Sayangnya, di situs IMDB ada yang memberikan ulasan terhadap film yang benar-benar tayang di bioskop AS tersebut. Ulasannya pun jauh dari baik.

Dia mengakui datang ke premier film Brush with Danger di San Fransisco dan bertemu dengan para aktor dan sutradaranya. Ulasannya diberikan dengan nada basa-basi manis di awal.

Sang pengulas menyebutkan, Sinematografinya cukup keren. Pencahayaannya cukup bagus dengan beberapa aksi slow motion. Namun, lanjutnya, film itu makin buruk dengan tingkat cahaya rendah dan tidak menggunakan denoiser.

Denoiser adalah efek yang digunakan untuk mengurangi noise atau gangguan suara.

Bahkan, dia menyebutkan, akting semua pemeran sangat buruk. Bahasa Inggris di film itu pun jelek sekali.

Ulasannya ditutup dengan kalimat, dia menikmati film itu, tetapi jika harus menonton selama 90 menit, Brush with the Danger bukan pilihan pertamanya.

Masalah Livi Zheng

 

Lalu, apa masalah Livi Zheng hingga dianggap membuat pembohongan publik oleh Wikipedia?

Wikipedia Indonesia beberapa kali melakukan penghapusan dan perubahan pada profil Livi Zheng. Sabtu (17/08/2019), Wikipedia menghapus profil Livi Zheng.

Lalu, Minggu (18/07/2019) sore, Wikipedia memunculkan kembali profil Livi Zheng dengan tambahan sub judul Hoaks di tulisannya.

Kemudian, Minggu (18/07/2019) malam, Wikipedia mengalihkan profil Livi Zheng ke halaman daftar skandal pembohongan publik di Indonesia.

Wikipedia mencatat kebohongan publik Livi Zheng adalah saat filmnya disebut tayang di festival-festival internasional. Kenyataannya, festival itu bukan festival sungguhan, melainkan festival yang bisa menayangkan film apapun asalkan menerima bayaran.

Lalu, klaim terkait masuk Hollywood dan Oscar dinilai juga tidak terbukti. Namun, fakta Wikipedia itu hanya diambil dari satu sumber yakni, opini yang dibuat Limawati Sudono di Geotimes.

Festival Bohongan?

Bebas.kompas.id pun menuliskan salah satu festival yang dibicarakan publik terkait Livi Zheng adalah Madrid International Film Festival 2014. di Sana, Film Legenf of The East [tidak ada di list film Sun and Moons Film], yang disebut besutan Livi Zheng masuk menjadi nominasi kategori Best Foreign Language Feature Film.

Film yang sama pun juga menyabet gelar penghargaan dengan aktor berbahasa asing terbaik di Madrid, Spanyol.

Dalam tulisan itu, Joko Anwar menyebutkan, ada 5.000 festival film di dunia. Namun, setiap festival punya kelas yang berbeda.

Semakin tinggi kelasnya, semakin berkualitas pula filmnya. Joko pun menyebutkan, ada lima festival film yang dinilai sebagai ajang paling bergengsi dan sulit ditembus para sineas, yakni Cannes Film Festival, Venice Film Festival, Toronto International Film Festival, Berlin International Film Festival, dan Sundance Film Festival.

Lalu, Joko menjelaskan ada juga festival buram atau fake festival yang lebih dikenal dengan pseudo. Hampir semua negara disebut memiliki festival buram tersebut.

Tujuan festival buram ini adalah agar film sineas bisa masuk festival. Bahkan, bisa memenangkan penghargaan.

Jadi, film para sineas bisa masuk festival dengan membayar sejumlah uang.

Lalu, apakah Madrid International Festival yang dimenangkan oleh film Livi Zheng termasuk dalam festival buram tersebut? Saya tidak berani berasumsi apa-apa karena sejauh ini belum menemukan buktinya.

Cerita Livi Zheng Berjuang Jadi Sineas

Dalam tayangan video di sebuah stasiun televisi, Livi menceritakan perjuangannya untuk bisa bertahan menjadi sineas di AS.

“Sebetulnya, ada faktor kepepet juga,” ujarnya.

Dia menjelaskan, faktor kepepet itu adalah dia lulusan ekonomi, tetapi berkukuh untuk mengambil profesi sienas.

“Aku sudah bilang sama orang tua mau di film. Kan, enggak mungkin aku bilang, maaf aku gagal di dunia film mau balik lagi,” ujarnya sambil tertawa di video tersebut.

Jika opini dari Geotimes itu benar, apakah Livi melakukan ini semua agar terlihat sukses dihadapan orang tuanya?

Di jagat maya, Livi pun disama-samakan dengan Damien Dematra yang sempat mengaku sebagai pembuat film tercepat di dunia. Namun, warganet menilai itu bak halusinasi.

Sementara itu, mungkin saja ketenaran Livi Zheng juga diakibatkan oleh statusnya sebagai pembuat film di AS. Entah itu filmnya bagus atau tidak, karena dia buat di luar negeri langsung jadi terlihat keren.

Jadi, ada persepsi manis yang berulang-ulang, kalau ada anak muda berkarya di luar negeri itu lebih hebat ketimbang di dalam negeri, meskipun tidak jelas karyanya itu seperti apa.

Respons dari dalam negeri itu pun menjalar hingga ke pihak pemerintah tanpa melihat faktanya lebih lanjut. Lalu, apakah ini salah media juga? Jawabannya ada di Instastory saya [@surya_rianto] yang di highlight di bagian Opini ya.

0
3.6K
10
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.