Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

i.am.legend.Avatar border
TS
i.am.legend.
Jokowi Beri Tiga Pandangan untuk Revisi UU KPK, Tidak Ada SP3


Jokowi Beri Tiga Pandangan untuk Revisi UU KPK, Tidak Ada SP3

Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo memberikan tiga pendapat dan pandangan untuk dipertimbangkan DPR dalam pembahasan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

Dari tiga poin itu, tidak ada hal yang terkait pemberian kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kepada KPK.

Poin-poin pertimbangan itu telah disampaikan dan dibacakan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly dalam rapat kerja bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Thahjo Kumolo, Kamis (12/9).

"Dalam kesempatan ini izinkanlah kami mewakili Presiden menyampaikan pandangan dan pendapat Presiden atas RUU tentang Perubahan Kedua atas UU KPK yang merupakan usul inisiatif dari DPR," ucap Yasonna, Kamis (12/9).

Pandangan dan pendapat pertama terkait pengangkatan Dewan Pengawas KPK. Pemerintah berpandangan bahwa pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas merupakan kewenangan Presiden.

Hal ini dilakukan untuk meminimalisir waktu dalam proses penentuan dalam pengangkatannya.

Walau demikian, untuk menghindari kerancuan normatif dalam pengaturan serta terciptanya proses check and balance, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengangkatan Dewan Pengawas, mekanisme pengangkatan tetap melalui panitia seleksi serta membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan masukan terhadap calon anggota Dewan Pengawas mengenai rekam jejaknya.

Pandangan dan pendapat Jokowi selanjutnya terkait keberadaan penyelidik dan penyidik independen KPK. Jokowi berpandangan dan berpendapat dalam menjaga kegiatan penegakan hukum tindak pidana korupsi yang berkesinambungan, perlu membuka ruang dan mengakomodasi penyelidik dan penyidik KPK berstatus sebagai pegawal Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pemerintah pun mengusulkan pemberian rentang waktu selama dua tahun untuk mengalihkan penyelidik dan penyidik itu dalam wadah ASN dengan tetap memperhatikan standar kompetensi masing-masing dan harus telah mengikuti dan lulus pendidikan bagi penyelidik dan penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pandangan dan pendapat ketiga, terkait penyebutan KPK sebagai lembaga negara. Jokowi mendasarkan pandangannya berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pengujian Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Dalam aturan itu disebutkan, KPK merupakan lembaga penunjang yang terpisah atau bahkan independen. Lembaga state auxiliary agency ini disebut sebagai lembaga eksekutif independen. Disebut eksekutif karena melaksanakan fungsi-fungsi dalam domain eksekutif yakni penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

"Prinsipnya kami menyambut baik dan siap membahas usul inisiatif DPR atas UU KPK dalam rapat-rapat berikutnya," ucap dia.

Menyikapi, Wakil Ketua Baleg DPR Sudiro Asno mengatakan pihaknya akan membentuk panita kerja (panja) terkait RUU KPK. Ia pun meminta setiap fraksi untuk segera mengirimkan nama anggotanya yang akan masuk ke dalam panja tersebut.

Sedangkan Wakil Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa pembahasan selanjutnya bisa dilakukan setiap saat dan langsung berkomunikasi dengan pemerintah mengingat masa bakti DPR periode 2014-2019 yang akan segera berakhir.

"Pembahasan selanjutnya karena waktu sangat mepet, kita bisa setiap saat langsung berkomunniksai dengan pemerintah. Dalam waktu tidak terlalu lama mungkin kita bisa segera selesaikan. Pengambilan keputusan kita sesuaikan dengan jadwal," kata Supratman. (mts/eks)
sumber
☆☆☆☆☆☆

Kalau bersih, kenapa risih? Itu jargon yang sering diucapkan oleh penggiat anti korupsi. Nah, kalau hal itu sekarang dipakai untuk bertanya kepada KPK, mengingat penolakan yang begitu masif soal Dewan Pengawas, kalau bersih, kenapa risih?

Ada sekelompok orang yang membuat drama pendzaliman terhadap KPK. Dan makin lama drama tersebut berubah menjadi politis. Dan pada akhirnya Presiden Jokowi menjadi sasaran tembak pihak-pihak yang memang sangat membenci Jokowi. Dibuatlah opini bahwa Jokowi berkonspirasi dengan DPR untuk mengkebiri kewenangan KPK. KPK akan dikerdilkan sehingga tidak bisa berbuat apa-apa sebagai lembaga anti rasuah atau anti korupsi.

Coba kita kaji lagi pernyataan Jokowi mengenai usulan revisi ini. Tidak ada point mengenai SP3 yang dianggap merugikan KPK. Padahal kalau kita berpikir secara logika, justru andai ada SP3, yang rugi adalah pemerintah, karena kerugian itu berimbas pada negara, bukan KPK secara kelembagaan.

Sekarang kita kesampingkan mengenai SP3 ini yang beberapa hari lalu menjadi bola panas yang ditimpakan kepada Jokowi.

Kita berbicara soal Dewan Pengawas. Di Indonesia ini, tidak ada sebuah lembaga negara yang tidak diawasi. Semua diawasi. Bahkan Presiden sendiri diawasi oleh MPR. Kenapa KPK harus memiliki Dewan Pengawas? Gunanya adalah agar KPK tidak tebang pilih, tidak tawar menawar dengan terduga koruptor, tidak melebihi kewenangan, dan tidak abuse of power. Kenapa Dewan Pengawas KPK itu dipilih oleh Presiden? Untuk meminimalisir segala kemungkinan, yaitu tarik ulur kepentingan, sehingga Dewan Pengawas sulit terbentuk secara optimal dan obyektif. Lagipula masyarakat diajak untuk memberi masukan terhadap rekam jejak atau latar belakang para calon Dewan Pengawas ini. Jika ada keberatan, salurannya ada. Ada laporan langsung ke Presiden.

Jika Dewan Pengawas ini terbentuk, maka tak akan ada lagi KPK mandul karena kepentingan sekelompok orang. Tak akan ada lagi kasus yang dilaporkan kepada KPk, jadi kasus mati. Apalagi kasus yang mandeg karena hubungan kekerabatan.

Justru yang patut dicurigai adalah KPK jika mereka tidak ingin ada Dewan Pengawas. Ada apa sebenarnya? Kenapa merek takut diawasi? Padahal Dewan Pengawas bukan dibentuk untuk membatasi wewenang KPK.

Hal yang terpenting kedua adalah soal kedudukan KPK yang independen. Nyatanya Jokowi tetap memberi batasan soal revisi UU KPK jangan sampai merevisi soal kedudukan KPK yang jelas-jelas independen.

Jadi bagi semua orang atau semua pihak yang anti revisi UU KPK, jangan mudah menganggap bahwa semua yang pro revisi KPK adalah pro koruptor. Itu salah kaprah. Tak ada kewenangan yang dipangkas. Andai nanti ada usulan SP3 kembali dari DPR, maka hal ini akan ditolak mentah-mentah oleh Presiden. Sebab UU perlu persetujuan DPR dan Presiden.

Jangan pula semua orang atau pihak yang anti revisi UU KPK justru mendapat kabar hoax atau masukan yang salah mengenai revisi UU KPK ini. Seolah-olah anti revisi UU KPK adalah pahlawan. Atau bahkan membela membabi buta KPK tanpa tahu isi revisi UU tersebut.

Ibarat sebuah Istana, Gedung KPK mungkin bisa dianggap Istana, akan tetapi belum tentu orang-orang didalam istana tersebut adalah makluk suci.
Mereka tetap manusia yang punya keinginan dan bahkan bisa menyimpang.

Jadi, stop melakukan pembodohan publik. Stop melakukan drama pendzaliman. Stop berteriak-teriak save KPK tanpa tahu point-point revisi UU itu sendiri.
mmengong
Madthink
simsol...
simsol... dan 3 lainnya memberi reputasi
4
3.6K
60
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.1KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.