Aksi demonstrasi dan kerusuhan di Papua diawali dari isu rasisme dan persekusi terhadap mahasiswa Papua yang sedang menimba ilmu di Surabaya. Sungguh sangat disayangkan, ya, gan and sis. Kita hidup di era kemajuan teknologi yang bahkan sudah mampu menciptakan Artificial Intelegency, tapi masih saja macam anak kecil yang kalau bertengkar suka ejek-ejek bentuk fisik.


Rasisme pastinya bertentangan dengan fitrah manusia. Karena tiap manusia memang dilahirkan dengan rupa yang berbeda-beda. Kita gak bisa milih mau terlahir dengan warna kulit putih glowing-glowing, hitam eksotis atau sawo yang kematangan. Siapa Orang tua kita, tanah kelahiran, jenis kelamin, itu semua berada di wilayah yang tidak bisa kita pilih sebagai hamba. Karena itu semua hak prerogatifnya Sang Pencipta. Sesuatu yang gak bakalan nambah pahala dan gak bakalan dihisab di akhirat.

Makanya, menghina dan mengejek orang lain hanya karena berbeda warna kulit, suku, bangsa atau pun negara adalah tindakan bodoh dan mainnya kurang jauh. Padahal kita lahir dari nenek moyang yang sama, kok. Adam dan Hawa.



Ingat ya, agan-agan semuanya. Kita ini berasal dari penciptaan yang sama. Dari sesuatu yang hina. Jadi, untuk apa saling menyombongkan diri pada sesama? Cukup om Hitler aja yang rasis. Kita jangan.


Sebagai seorang muslim, ane belajar bahwa dalam Islam, tindakan rasisme itu terlarang. Karena semua manusia terlahir dengan kedudukan yang sama.
Mau cantik, jelek, hidung mancung atau pesek semua gak ada pengistimewaan. Mau keturunan Arab, India, China, Melayu atau Papua, bukan sebab yang membuat kita lebih pantas ditinggikan atau dihinakan kedudukannya. Semua berhak mendapatkan hak-hak yang sama sebagai manusia. Bahkan, sekalipun pemimpin kita kelak berasal dari keturunan Papua, kita wajib taat kepadanya, selama dia tidak memerintahkan kepada kemaksiatan.




Tak pantas saling merendahkan hanya karena kita berbeda. Kita-kita yang udah terlahir sebagai manusia ini, semuanya adalah hasil perjuangan panjang dari salah satu sel spermatozoid yang jumlahnya ratusan juta itu. Melewati kompetisi yang super berat dan dahsyat. Kita semua terlahir sebagai pemenang. Maka sungguh tak pantas saling merendahkan dan menganggap ras lain sebagai pecundang




Perbedaan itu suatu keniscayaan. Dalam Islam kita dipersaudarakan lintas ras, lintas suku, lintas bangsa. Bahkan pada masa kejayaan Islam di Andalusia, perbedaan ras bukan menjadi penghalang persatuan. Pun perbedaan agama, tidak membuat masyarakat hidup gontok-gontokan. Muslim, Yahudi dan Nasrani bisa hidup tentram, damai, aman sentosa.

Islam sebagai agama yang mulia telah menghapus rasisme. Karenanya, Allah swt tak pernah memandang hamba-Nya berdasarkan bentuk fisik dan materi. Tapi semata-mata ketakwaan sebagai tolak ukurnya.

Jika semua memahami fitrahnya sebagai manusia, meyakini bahwa perbedaan justru tali pengikat persaudaraan, maka tak akan lagi kita mudah tersulut benci dan berpecah belah.

Ingat ya, Gan. Tidak ada tempat untuk rasisme dalam Islam. Tidak ada rasisme dalam kemanusiaan. Jangan ngaku muslim kalau masih rasis. Jangan ngaku manusia kalau masih menganggap ras mu paling tinggi kedudukannya dari ras lain. Salam anti rasis.