- Beranda
- Berita dan Politik
Maaf Pak Jokowi! di Vietnam Tanah Gratis, Buruh Produktif
...
TS
dragonroar
Maaf Pak Jokowi! di Vietnam Tanah Gratis, Buruh Produktif
Maaf Pak Jokowi! di Vietnam Tanah Gratis, Buruh Produktif
News - Efrem Siregar, CNBC Indonesia
05 September 2019 06:31
SHARE
Foto: Buruh bekerja di pabrik mobil Vinfast pada kesempatan upacara pembukaannya di kota Hai Phong, Vietnam 14 Juni 2019. REUTERS / Kham
Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak keunggulan Vietnam dibandingkan Indonesia dalam hal memperebutkan investasi asing masuk. Dari persoalan tanah, buruh, regulasi, hingga perizinan investasi, Vietnam di atas angin.
Bank Dunia melaporkan dari aksi relokasi industri dari China ke negara-negara lain, Vietnam jadi juaranya. Relokasi pabrik dari China ke Vietnam sudah mencapai 23 pabrik dari 33 relokasi pabrik. Sedangkan relokasi pabrik dari China ke Indonesia tak ada sama sekali semenjak perang dagang AS-China.
Hal ini membuat Presiden Jokowi kecewa berat, karena Indonesia tak bisa memanfaatkan peluang dari dampak perang dagang. Jokowi menyoroti soal perizinan yang lebih cepat di negara lain.
"Setelah dilihat lebih detail lagi kalau mau pindah ke Vietnam hanya butuh waktu 2 bulan rampung. Kita bisa bertahun-tahun. Penyebabnya hanya itu. Enggak ada yang lain," kata Jokowi di Istana, Rabu (4/9).
Namun, bagi pengusaha yang pernah ke Vietnam, keunggulan Vietnam tak hanya soal perizinan, tapi ada banyak faktor lain yang tak kalah menggiurkan bagi investor yaitu lahan hingga soal buruh di Vietnam dianggap lebih produktif.
"Kalau ngomong investasi, itu di sana (Vietnam) gratis, disewa. Mereka nggak usah membeli tanah. Sekian tahun bisa diperpanjang. Yang kedua, produksi tenaga kerjanya lebih tinggi. Tapi ada sisi negatifnya, ini hanya menarik untuk pemindahan investasi dari China," kata Director of Business Development Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (INAPLAS) Budi Susanto Sadiman di Jakarta, Rabu (4/9)
Budi mengatakan saat perang dagang AS, China memang harus merelokasi pabrik ke luar karena ada proteksi perdagangan oleh AS. Budi juga mengatakan saat China pertumbuhannya sudah stagnan, ditambah ada perang dagang, maka pilihannya antara relokasi ke Indonesia atau Vietnam. Namun, yang terjadi Vietnam jadi pilihan karena alasan-alasan mendasar.
"China pilih Vietnam karena dekat, bisa pulang kampung bagi yang kerja. Tapi mereka lupa, Vietnam itu setiap tahun perang dengan China. Indonesia yang menjadi kendala adalah situasi politik, yang dihembuskan adalah China, China, China, nah itu berat," kata Budi.
Selain itu, Budi menggarisbawahi bahwa proses perizinan di Indonesia belum merata terutama di daerah. Masalah ini juga menjadi catatan Bank Dunia saat memberikan masukan ke pemerintah belum lama ini.
"Daya saing kita oke, tinggal kemudahan-kemudahan (perizinan) di daerah. Daerah welcome welcome, tapi nanti dipersulit. Ada (daerah) yang bagus, tapi ada yang dipersulit," katanya.
Sementara itu, Ketua Komite bidang Kerjasama Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam Kadin Indonesia Juan Gondokusumo juga mengakui kelebihan yang dimiliki Vietnam dan Kamboja sampai Malaysia sehingga pengusaha China mau berinvestasi atau merelokasi perusahaannya di sana yaitu stabilitas keamanan.
Kondisi aman dapat dilihat dari tidak adanya demonstrasi para pekerja di sana. Keadaan ini berbanding terbalik dengan Indonesia, buruh kerap melancarkan demonstrasi, terutama soal kenaikan upah setiap menjelang akhir tahun.
"Di situ nggak mungkin ada demonstrasi. Jadi itu stabil. Lalu produktivitas mereka lebih tinggi dari kita," ucapnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan Indonesia tak kebagian relokasi pabrik dari China, karena Vietnam lebih menarik.
"World Bank menyampaikan, dari 33 industri China yang relokasi, itu 23 relokasi ke Vietnam, yang 10 itu terpencar di negara-negara ASEAN lain seperti Kamboja, Myanmar, Thailand, Malaysia, tidak satupun di Indonesia," kata Luhut di Jakarta, Rabu (4/9).
Luhut mengatakan persoalan itu harus segera dibenahi soal investasi masuk ke Indonesia yang kalah saing dengan negara tetangga. Caranya dengan membuat peraturan yang harus dibuat secara sederhana, reformasi perpajakan agar investor lebih tenang untuk berinvestasi.
Cara-cara ini sudah disadari dan diupayakan sejak awal oleh pemerintahan Presiden Jokowi 2014 lalu, tapi persoalannya belum ada yang banyak berubah sampai saat ini.
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...uruh-produktif
News - Efrem Siregar, CNBC Indonesia
05 September 2019 06:31
SHARE
Foto: Buruh bekerja di pabrik mobil Vinfast pada kesempatan upacara pembukaannya di kota Hai Phong, Vietnam 14 Juni 2019. REUTERS / Kham
Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak keunggulan Vietnam dibandingkan Indonesia dalam hal memperebutkan investasi asing masuk. Dari persoalan tanah, buruh, regulasi, hingga perizinan investasi, Vietnam di atas angin.
Bank Dunia melaporkan dari aksi relokasi industri dari China ke negara-negara lain, Vietnam jadi juaranya. Relokasi pabrik dari China ke Vietnam sudah mencapai 23 pabrik dari 33 relokasi pabrik. Sedangkan relokasi pabrik dari China ke Indonesia tak ada sama sekali semenjak perang dagang AS-China.
Hal ini membuat Presiden Jokowi kecewa berat, karena Indonesia tak bisa memanfaatkan peluang dari dampak perang dagang. Jokowi menyoroti soal perizinan yang lebih cepat di negara lain.
"Setelah dilihat lebih detail lagi kalau mau pindah ke Vietnam hanya butuh waktu 2 bulan rampung. Kita bisa bertahun-tahun. Penyebabnya hanya itu. Enggak ada yang lain," kata Jokowi di Istana, Rabu (4/9).
Namun, bagi pengusaha yang pernah ke Vietnam, keunggulan Vietnam tak hanya soal perizinan, tapi ada banyak faktor lain yang tak kalah menggiurkan bagi investor yaitu lahan hingga soal buruh di Vietnam dianggap lebih produktif.
"Kalau ngomong investasi, itu di sana (Vietnam) gratis, disewa. Mereka nggak usah membeli tanah. Sekian tahun bisa diperpanjang. Yang kedua, produksi tenaga kerjanya lebih tinggi. Tapi ada sisi negatifnya, ini hanya menarik untuk pemindahan investasi dari China," kata Director of Business Development Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (INAPLAS) Budi Susanto Sadiman di Jakarta, Rabu (4/9)
Budi mengatakan saat perang dagang AS, China memang harus merelokasi pabrik ke luar karena ada proteksi perdagangan oleh AS. Budi juga mengatakan saat China pertumbuhannya sudah stagnan, ditambah ada perang dagang, maka pilihannya antara relokasi ke Indonesia atau Vietnam. Namun, yang terjadi Vietnam jadi pilihan karena alasan-alasan mendasar.
"China pilih Vietnam karena dekat, bisa pulang kampung bagi yang kerja. Tapi mereka lupa, Vietnam itu setiap tahun perang dengan China. Indonesia yang menjadi kendala adalah situasi politik, yang dihembuskan adalah China, China, China, nah itu berat," kata Budi.
Selain itu, Budi menggarisbawahi bahwa proses perizinan di Indonesia belum merata terutama di daerah. Masalah ini juga menjadi catatan Bank Dunia saat memberikan masukan ke pemerintah belum lama ini.
"Daya saing kita oke, tinggal kemudahan-kemudahan (perizinan) di daerah. Daerah welcome welcome, tapi nanti dipersulit. Ada (daerah) yang bagus, tapi ada yang dipersulit," katanya.
Sementara itu, Ketua Komite bidang Kerjasama Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam Kadin Indonesia Juan Gondokusumo juga mengakui kelebihan yang dimiliki Vietnam dan Kamboja sampai Malaysia sehingga pengusaha China mau berinvestasi atau merelokasi perusahaannya di sana yaitu stabilitas keamanan.
Kondisi aman dapat dilihat dari tidak adanya demonstrasi para pekerja di sana. Keadaan ini berbanding terbalik dengan Indonesia, buruh kerap melancarkan demonstrasi, terutama soal kenaikan upah setiap menjelang akhir tahun.
"Di situ nggak mungkin ada demonstrasi. Jadi itu stabil. Lalu produktivitas mereka lebih tinggi dari kita," ucapnya.
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan Indonesia tak kebagian relokasi pabrik dari China, karena Vietnam lebih menarik.
"World Bank menyampaikan, dari 33 industri China yang relokasi, itu 23 relokasi ke Vietnam, yang 10 itu terpencar di negara-negara ASEAN lain seperti Kamboja, Myanmar, Thailand, Malaysia, tidak satupun di Indonesia," kata Luhut di Jakarta, Rabu (4/9).
Luhut mengatakan persoalan itu harus segera dibenahi soal investasi masuk ke Indonesia yang kalah saing dengan negara tetangga. Caranya dengan membuat peraturan yang harus dibuat secara sederhana, reformasi perpajakan agar investor lebih tenang untuk berinvestasi.
Cara-cara ini sudah disadari dan diupayakan sejak awal oleh pemerintahan Presiden Jokowi 2014 lalu, tapi persoalannya belum ada yang banyak berubah sampai saat ini.
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...uruh-produktif
gabener.edan dan areszzjay memberi reputasi
2
8.5K
150
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
680.5KThread•48.6KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya