jepanghebatAvatar border
TS
jepanghebat
Penyiksaan Polisi pada Santri Memicu Amuk Rasial Tasikmalaya 1996
Jakarta - “Saya tak bisa mengerti, hasil usaha puluhan tahun hancur dalam sekejap,” ujar Fuddy Seniharja.

Pada 26 Desember 1996, toko miliknya lumat dibakar massa yang mengamuk. Tiga puluh tahun sebelum kejadian nahas itu, ayahnya membuka toko cat dan onderdil. Usaha ayahnya berkembang hingga berhasil membuat tiga ruko berlantai tiga yang menjual cat, material bangunan, onderdil motor dan mobil, yang berjajar di Jalan K.H. Zaenal Mustofa, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.

Semuanya baik-baik saja sampai kerusuhan 26 Desember 1996 membinasakan hasil jerih payah itu. Saat huru-hara merebak, ketiga rukonya cepat dikunci, tapi ada seseorang yang melemparkan bom molotov ke toko dekat rukonya.

Perusuh lain membakar kertas koran yang dilumuri bensin dan menyusupkan ke kolong pintu dorong ruko dia. Api cepat menjalar dan menghanguskan mata pencahariannya.

Sebuah mobil Honda Accord dan sedan Mitsubishi Lancer miliknya gosong dilalap api. Fuddy menaksir total kerugian yang dideritanya mencapai Rp3 miliar.

Aliran listrik putus. Di bawah cahaya remang lampu petromaks, ia menceritakan musibah tersebut.

“Saya tak mau menyalahkan siapa-siapa,” imbuhnya.

Fuddy tak sendirian. Puluhan tempat usaha lain dirusak, dijarah, dan dibakar massa.

Emosi ribuan orang mendidih. Tasikmalaya, yang terkenal sebagai kota santri, sekali itu berwajah murka. Kerusuhan melumpuhkan kota.

Kasus Santri Kalong dan Penyiksaan di Kantor Polisi

Rizal, baru berusia 15 tahun, adalah santri kalong alias santri yang tidak mondok di Pesantren Condong. Kamis, 19 Desember 1996, ia tertangkap basah tengah mengutil dan mencari barang-barang milik santri lain seharga Rp130 ribu.

Oleh santri yang bertugas sebagai pihak keamanan pesantren, ia dihukum dengan direndam di empang.

Hukuman itu peraturan pesantren bagi kenakalan-kenakalan macam yang dilakukan Rizal. Sebagai pimpinan pesantren, K.H. Makmun mengizinkan hukuman tersebut.

Usai direndam, Rizal pulang dan melaporkan ke bapaknya, Kopral Nursamsi, yang bertugas di Polres Kota Tasikmalaya.

Sang bapak geram, langsung mendatangi Pesantren Condong. Kopral Nursamsi menerima penjelasan dari K.H. Makmun dan Ustaz Mahmud Farid. Pertemuan itu oleh pihak pesantren dianggap telah menyelesaikan urusan.

Namun, esoknya, 20 Desember 1996, surat pemanggilan datang dari Polres Kota Tasikmalaya, ditujukan kepada Habib Hamdani Ali dan Ihsan, dua santri yang menghukum Rizal.

Surat pemanggilan itu agak janggal sebab bukan ditandatangani oleh Letkol Suherman selaku Kapolres, tapi oleh perwira jaga.

Selaku pimpinan dan pengasuh pesantren, tanpa disertai kedua santri, K.H. Makmun dan Ustaz Mahmud Farid mendatangi Polres Kota Tasikmalaya, sehari kemudian. Karena orang yang dipanggil absen, polisi meminta kedua pengasuh pesantren itu agar santrinya memenuhi panggilan.

Maka, pada Senin, 23 Desember 1996 pukul 08.30, Habib Hamdani Ali dan Ihsan, disertai santri lain bernama Ate Musodiq, tiba ke kantor Polres, ditemani Ustaz Mahmud Farid. Di kantor Polres, mereka bertemu dengan empat petugas jaga termasuk Kopral Nursamsi.

Melihat Habib Hamdani Ali yang telah menghukum anaknya, Kopral Nursamsi langsung menjambak rambut dan memukulinya. Petugas jaga juga ikut menghajar. Mereka adalah Serda Agus M, Serda Agus Y, dan Serda Dedi. Ustaz Farid melindungi santrinya, berusaha menghentikan aksi para polisi.

Namun, ia malah ikut dihajar polisi karena dianggap melawan petugas. Selain mengeroyok Habib dan Ustaz Farid, para polisi yang gelap mata itu mulai menghajar Ihsan.

“Kami diperlakukan seperti kriminal, ditelanjangi hingga tinggal celana dalam, dan disundut rokok,” kata Ustaz Farid kepada Gatra.

Ustaz dan para santri juga dimaki oleh polisi, “Kami dikatakan kiai bodoh dan sebagainya."

Santri lain, Ate Musodiq, berhasil kabur dan melaporkan kejadian itu kepada K.H. Makmun. Pimpinan Pesantren Condong itu segera menghubungi Bupati Tasikmalaya, Suljana. Suljana lantas menugaskan Kepala Dinas Sosial Politik Kabupaten Tasikmalaya untuk segera meluncur ke tempat kejadian.

Kedatangan petugas dari Pemda Kabupaten Tasikmalaya itu berhasil menghentikan penyiksaan. Menjelang zuhur, para korban penganiayaan dibawa ke Rumah Sakit Daerah Tasikmalaya.

“[Saya dipanggil Kapolres] hari Senin (23 Desember 1996), sekitar jam 14.00. Kemudian Bapak Kapolres mengadakan islah (perdamaian) dengan anak-anak saya. Jadi tidak ada apa-apa. Sudah selesai,” ujar K.H. Makmun, seperti dilansir Tempo.

Solidaritas Santri dan Amuk Massa

Korban tak lama dirawat di rumah sakit, hanya 3 jam. Artinya, Senin sore sudah pulang ke Pesantren Condong. Keputusan ini diambil karena pengunjung yang datang ke rumah sakit untuk menengok Ustaz Mahmud Farid sangat banyak. Ini membuat rumah sakit sesak dan khawatir mengganggu pasien lain.

Pukul 17.00, Kapolres Kota Tasikmalaya dan Muspida Kota Tasikmalaya berkunjung ke Pesantren Condong untuk menengok para korban sekaligus meminta maaf atas kelakuan anak buahnya.

Langkah yang diambil oleh Letkol Suherman selaku Kapolres Kota Tasikmalaya cukup menenangkan situasi. Namun, di tengah masyarakat, beredar isu bahwa Ustaz Farid koma karena disiksa polisi. Selain itu, kata-kata kasar yang ditujukan kepada sang ustaz selama dianiaya di kantor polisi rupanya sudah beredar di masyarakat.

“Itu bohong. Itu hanya isu. Buktinya Anda lihat sendiri. Bahkan untuk menambah gejolak massa, bukan anak saya saja yang diisukan mati, saya juga diisukan demikian. Jadi ini benar-benar perbuatan pihak ketiga,” ujar K.H. Makmun.

Suasana berubah panas. Dalam situasi seperti itu, pada 26 Desember 1996, para santri menggalang aksi solidaritas di Masjid Agung Tasikmalaya. Mereka berdoa untuk kesembuhan Ustaz Farid dan para santri yang terluka. Ribuan orang berkumpul. Massa bukan hanya dari Tasikmalaya, tapi juga dari daerah sekitar seperti Garut, Ciamis, dan Majalengka.

“Pemda tak bisa melarang. Hanya ada kesepakatan. Dalam acara itu para santri mengenakan tanda janur kuning di lengan agar tak disusupi oknum liar,” tulis Gatra.

Suasana menjadi keruh karena beredar isu Ustaz Farid dikabarkan meninggal dunia. Hujatan-hujatan terhadap polisi terdengar.


“Saya berharap semua tenang. Semua oknum pelaku pasti ditindak tegas,” ujar Kolonel M. Yasin, Danrem Tarumanegara.

Namun, massa bukannya tenang, melainkan bergerak menuju ke kantor Polres Kota Tasikmalaya. Mereka ditemui Letkol Suherman, yang menyampaikan permintaan maaf sambil berjanji akan segera menindak anak buahnya. Perkataan Kapolres itu berhasil meredakan emosi massa. Giliran bupati yang menenangkan massa. Namun, itu tak ampuh. Kantor Kapolres dilempari batu.

Hari semakin siang dan tiba azan zuhur. Itu sejenak menghentikan pergerakan massa. Setelah salat, massa kembali bergerak ke arah pusat kota. Ribuan santri, yang telah berbaur dengan warga, semakin tak terkendali. Amarah tumpah. Kerusuhan pecah. Perusakan, penjarahan, dan pembakaran melumpuhkan kota.

“Mula-mula mereka merusak rambu-rambu jalan dan pot-pot bunga. Berikutnya sasaran amuk meluas. Puluhan toko—termasuk Matahari, Ramayana, dan Yogya—dirusak, dijarah, dan sebagian dibakar. Mobil yang sedang parkir di pinggir jalan digulingkan, kemudian disulut dengan api dan terbakar,” tulis Tempo.

Kerusuhan mengarah kepada sentimen agama dan ras. Sejumlah gereja dan sekolah Kristen dibakar. Pertokoan milik orang-orang Tionghoa diserang. Untuk melindungi harta benda, sejumlah warga menempelkan poster dengan tulisan: “Ini toko Muslim”, “Toko ini jangan dibakar, di belakangnya ada masjid”, “Mobil milik Muslim”, dan lain-lain.

Annisa Mardiani dalam jurnal bertajuk “Kerusuhan Sosial di Tasikmalaya 1996”, yang dipublikasikan Univeristas Indonesia, mencatat sejumlah korban dan kerugian akibat kerusuhan tersebut. Total kerugian ditaksir mencapai Rp85 miliar.

Amuk massa itu mengakibatkan 4 orang meninggal terkena serangan jantung, terbakar, jatuh dari mobil dan terlindas, serta satu orang tak diketahui penyebabnya.


https://tirto.id/penyiksaan-polisi-p...laya-1996-cKz4

Berurusan dgn orang2 begini memang sangat berbahaya. Tapi sebenarnya orang orang baik dari kaum mereka juga banyak kok.

mungkin inilah alasan mengapa si somad tidak dipenjara. Bisa anda bayangkan jika si somad meninggal di penjara, pasti akan ada amuk massa emoticon-Takut
muhamad.hanif.2
bangsutankeren
tien212700
tien212700 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
3.9K
94
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.7KThread40.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.