- Beranda
- Berita dan Politik
Geger Narasi 'Sriwijaya Kerajaan Fiktif' Ala Ridwan Saidi
...
TS
nadaramadhan20
Geger Narasi 'Sriwijaya Kerajaan Fiktif' Ala Ridwan Saidi
Kamis 29 Agustus 2019, 06:41 WIB
Tim detikcom - detikNews
Foto: Budayawan asal Betawi, Ridwan Saidi. (Agung Pambudhy-detikcom)
Komen TS
Ditunggu tindakan selanjutnya saja
Tim detikcom - detikNews
Quote:
Foto: Budayawan asal Betawi, Ridwan Saidi. (Agung Pambudhy-detikcom)
Quote:
Ucapan Budayawan asal Betawi, Ridwan Saidi soal 'Sriwijaya Kerajaan Fiktif' menjadi sorotan. Pemkot Palembang menyesalkan pernyataan itu dan mempertimbangkan akan melaporkan ke polisi.
Penyebutan kerajaan Sriwijaya fiktif disampaikan Ridwan Saidi dalam suatu dialog lewat Youtube 'Macan Idealis'. Video pernyataan Sriwijaya fiktif itu viral di media sosial.
"Ya kita kecewa dengan kalimat seperti yang menyebut kerajaan Sriwijaya fiktif. Apalagi beliau (Ridwan Saidi) itu adalah budayawan," ujar Kabag Humas Pemkot Palembang, Amiruddin saat dihubungi, Rabu (28/8/2019).
Menurut Amir, pihak Pemkot Palembang sedang melakukan pembahasan untuk menindaklanjuti pernyataan Ridwan Saidi tersebut. Pembahasan ini juga untuk menentukan dilakukan-tidaknya upaya hukum terhadap Ridwan Saidi.
"Kita bahas dulu pernyataan itu, tentu penetapan kerajaan Sriwijaya itu tidak ditetapkan orang per orang. Tetapi ada data yang menyebut, ada prasati atau bukti sejarah dan itu semua ada" kata Amir.
"Masih dibahas apakah nanti ada upaya hukum atau tidak. Makanya kalau mau bicara ya harus pakai data, jangan asal-asal, tidak sembarangan. Bilang fiktif ya harus ada data," tegas Amir.
Amir juga meminta Ridwan Saidi tidak melontarkan kalimat kontroversial yang akan memicu kegaduhan. Pernyataan tanpa data akurat disebut dapat membuat masyarakat marah.
"Janganlah sembarangan mengucapkan seperti itu, dasarnya apa pun harus jelas juga. Jangan nanti jadi gaduh karena ada ucapan seperti itu," ujarnya.
Ridwan memberi penjelasan dasar pernyataannya itu. Ridwan menegaskan hanya menambahkan argumen.
"Saya hanya menambahkan argumen," kata Ridwan kepada detikcom, Rabu (28/8/2019).
Ridwan kemudian berbicara soal awal mula 'Kerajaan Sriwijaya fiktif'. Dia menyebut ada kekeliruan dalam menerjemahkan Sriwijaya pada Prasasti Kedukan Bukit abad ke-7.
"Mereka menyangka itu bahasa Sanskerta, lalu terjemahannya jadi kacau balau, lalu mereka simpulkan kalau prasasti itu menyatakan seorang bernama Dapunta Hyang bawa 20 ribu tentara bikin kerjaan, itu yang dia salah. Itu nggak ada urusannya dengan tentara, itu adalah teologi Kaum Saba, Kaum Saba itu kaum dari Queen of Sheba yang menganut monoteisme Musa," jelasnya.
"Kaum Saba ini bergerak dari sekujur tubuh Sumatera dari utara sampai ke selatan, kemudian pada abad ke-7 Queen of Shebanya udah nggak ada, abad ke-7 mereka bikin prasasti, kaum Saba ini, yang di Sumatera Selatan disebut Sabo. Dan itu ada situsnya Sabokingking, kingking itu artinya pengikut, pengikut Saba," lanjut Ridwan.
Ridwan lalu mengatakan ada kekeliruan juga mengenai Dapunta Hyang. Arkeolog di zaman itu, kata Ridwan, mengartikan bahwa Dapunta Hyang adalah nama Prabu.
"Arkeolog mengartikan Dapunta Hyang nama Prabu, kacau. Itu dikatakan kalau engkau menjauh dari image Tuhan maka ibadat kamu akan teriris, lalu kita harus hormat kepada Sriwijaya, artinya Sriwijaya di situ adalah sang ruang, the space, kan kita ada ruang dan waktu, dia menghormati ruang, harus hormat kepada the space, itu intinya. Jadi Sriwijaya bukan nama kerajaan kalau mengikuti Prasasti Kedukan Bukit, Sriwijaya artinya the space, ruang," katanya.
Dia mengatakan soal Sriwijaya banyak dijabarkan dalam buku sejarah. Hanya saja, menurut dia, untuk menelusuri sejarah tidak cukup sekadar membaca, melainkan harus melakukan penelitian langsung.
"Terutama kalau ada prasasti lihat nih aksara apa bahasanya apa. Mereka salah. Itu bukan bahasa sansekerta, itu bahasa Armenia. Itu kesalahan mereka. Mereka ini adalah pertama kaum sejarawan dan ahli purbakala dari 1882 sampai 1918 itu kebanyakan orang Eropa," paparnya.
Sementara itu, dia tak menyoal jika ada pihak yang ingin melaporkannya terkait 'Kerajaan Sriwijaya Fiktif' itu. Dia mengatakan hal tersebut adalah hak setiap warga negara.
"Saya hanya menambahkan argumen saya. Kalau orang mau berbuat apa pun terhadap diri saya, saya nggak hirau, saya nggak mau berpolemik soal hak orang, biarin aja. Hak orang masing-masing, saya kan punya hak untuk menyatakan apa yang saya anggap benar dan tidak menyinggung suku bangsa, agama perorangan, kan nggak ada yang saya singgung, jadi saya hanya menambahkan argumentasi," jelas Ridwan. (idh/idh)
Sumber
Penyebutan kerajaan Sriwijaya fiktif disampaikan Ridwan Saidi dalam suatu dialog lewat Youtube 'Macan Idealis'. Video pernyataan Sriwijaya fiktif itu viral di media sosial.
"Ya kita kecewa dengan kalimat seperti yang menyebut kerajaan Sriwijaya fiktif. Apalagi beliau (Ridwan Saidi) itu adalah budayawan," ujar Kabag Humas Pemkot Palembang, Amiruddin saat dihubungi, Rabu (28/8/2019).
Menurut Amir, pihak Pemkot Palembang sedang melakukan pembahasan untuk menindaklanjuti pernyataan Ridwan Saidi tersebut. Pembahasan ini juga untuk menentukan dilakukan-tidaknya upaya hukum terhadap Ridwan Saidi.
"Kita bahas dulu pernyataan itu, tentu penetapan kerajaan Sriwijaya itu tidak ditetapkan orang per orang. Tetapi ada data yang menyebut, ada prasati atau bukti sejarah dan itu semua ada" kata Amir.
"Masih dibahas apakah nanti ada upaya hukum atau tidak. Makanya kalau mau bicara ya harus pakai data, jangan asal-asal, tidak sembarangan. Bilang fiktif ya harus ada data," tegas Amir.
Amir juga meminta Ridwan Saidi tidak melontarkan kalimat kontroversial yang akan memicu kegaduhan. Pernyataan tanpa data akurat disebut dapat membuat masyarakat marah.
"Janganlah sembarangan mengucapkan seperti itu, dasarnya apa pun harus jelas juga. Jangan nanti jadi gaduh karena ada ucapan seperti itu," ujarnya.
Ridwan memberi penjelasan dasar pernyataannya itu. Ridwan menegaskan hanya menambahkan argumen.
"Saya hanya menambahkan argumen," kata Ridwan kepada detikcom, Rabu (28/8/2019).
Ridwan kemudian berbicara soal awal mula 'Kerajaan Sriwijaya fiktif'. Dia menyebut ada kekeliruan dalam menerjemahkan Sriwijaya pada Prasasti Kedukan Bukit abad ke-7.
"Mereka menyangka itu bahasa Sanskerta, lalu terjemahannya jadi kacau balau, lalu mereka simpulkan kalau prasasti itu menyatakan seorang bernama Dapunta Hyang bawa 20 ribu tentara bikin kerjaan, itu yang dia salah. Itu nggak ada urusannya dengan tentara, itu adalah teologi Kaum Saba, Kaum Saba itu kaum dari Queen of Sheba yang menganut monoteisme Musa," jelasnya.
"Kaum Saba ini bergerak dari sekujur tubuh Sumatera dari utara sampai ke selatan, kemudian pada abad ke-7 Queen of Shebanya udah nggak ada, abad ke-7 mereka bikin prasasti, kaum Saba ini, yang di Sumatera Selatan disebut Sabo. Dan itu ada situsnya Sabokingking, kingking itu artinya pengikut, pengikut Saba," lanjut Ridwan.
Ridwan lalu mengatakan ada kekeliruan juga mengenai Dapunta Hyang. Arkeolog di zaman itu, kata Ridwan, mengartikan bahwa Dapunta Hyang adalah nama Prabu.
"Arkeolog mengartikan Dapunta Hyang nama Prabu, kacau. Itu dikatakan kalau engkau menjauh dari image Tuhan maka ibadat kamu akan teriris, lalu kita harus hormat kepada Sriwijaya, artinya Sriwijaya di situ adalah sang ruang, the space, kan kita ada ruang dan waktu, dia menghormati ruang, harus hormat kepada the space, itu intinya. Jadi Sriwijaya bukan nama kerajaan kalau mengikuti Prasasti Kedukan Bukit, Sriwijaya artinya the space, ruang," katanya.
Dia mengatakan soal Sriwijaya banyak dijabarkan dalam buku sejarah. Hanya saja, menurut dia, untuk menelusuri sejarah tidak cukup sekadar membaca, melainkan harus melakukan penelitian langsung.
"Terutama kalau ada prasasti lihat nih aksara apa bahasanya apa. Mereka salah. Itu bukan bahasa sansekerta, itu bahasa Armenia. Itu kesalahan mereka. Mereka ini adalah pertama kaum sejarawan dan ahli purbakala dari 1882 sampai 1918 itu kebanyakan orang Eropa," paparnya.
Sementara itu, dia tak menyoal jika ada pihak yang ingin melaporkannya terkait 'Kerajaan Sriwijaya Fiktif' itu. Dia mengatakan hal tersebut adalah hak setiap warga negara.
"Saya hanya menambahkan argumen saya. Kalau orang mau berbuat apa pun terhadap diri saya, saya nggak hirau, saya nggak mau berpolemik soal hak orang, biarin aja. Hak orang masing-masing, saya kan punya hak untuk menyatakan apa yang saya anggap benar dan tidak menyinggung suku bangsa, agama perorangan, kan nggak ada yang saya singgung, jadi saya hanya menambahkan argumentasi," jelas Ridwan. (idh/idh)
Sumber
Komen TS
Ditunggu tindakan selanjutnya saja
nyoblong dan 2 lainnya memberi reputasi
3
10.2K
Kutip
95
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
681KThread•48.9KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya