• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Sejarah Yang Selama Ini Disensor: Saksi Hidup Kekejaman DI/TII di Jawa Barat

selaonsepenAvatar border
TS
selaonsepen
Sejarah Yang Selama Ini Disensor: Saksi Hidup Kekejaman DI/TII di Jawa Barat
Quote:



Yang pertama adalah kejadian di Kabupaten Bandung, khususnya Paseh, Majalaya dan sekitarnya yang menjadi “pangkalan” gerombolan ini. “Gerombolan” adalah sebutan warga setempat untuk para DI/TII

Nenek Emeh, adalah salah satu penyintas. Matanya kerap menerawang dan merasa ngeri kala menceritakan peristiwa ini. Para gerombolan Di/TII ini tidak segan berbuat kekerasan terhadap penduduk yg tidak “bersimpati” dengan perjuangannya.

Setiap sore selepas Ashar, Emeh bersama warga sedesa lainnya di Cipedes harus mengungsi ke Balai Desa dan baru pulang kembali menjelang pagi keesokan harinya. Kenapa?  Karena gerombolan ini “turun gunung” setiap sore untuk makan.

So setiap sore warga harus menyiapkan nasi dan makanan lainnya di rumah mereka sebelum pergi mengungsi. Makanan ini akan diambil oleh gerombolan. Apabila ada warga yang lalai menyiapkan “upeti” tersebut, maka gerombolan akan membakar rumah mereka dan pemiliknya menjadi “target”.
 
Pernah sekali Emeh sedikit terlambat menyiapkan nasi. Ketika baru saja beberapa langkah di luar pintu rumahnya untuk mengungsi ke Balai Desa, ia mendengar suara serentetan adu tembak yg ternyata tak jauh dari posisinya. Ia pun tiarap. Tak lama setelah baku tembak kelar, ia melihat beberapa Tentara Siliwangi yang bermarkas di desanya gugur bersimbah darah. Tempat para prajurit Siliwangi gugur ini kemudian didirikan monumen kecil untuk mengenang mereka.

Pada lain hari, Emeh juga terlambat menyiapkan nasi. Para gerombolan yang datang ke rumahnya langsung menghajar kepalanya dengan popor senapan hingga berdarah dan pingsan. Untunglah, mereka cukup sabar menunggu Emeh siuman. Walaupun demikian, gerombolan merusak perabotan-perabotan di rumahnya dengan popor senapan dan tendangan.

Yang membuat hatinya pilu sekaligus kesal, ternyata ada beberapa warga desanya termasuk guru ngajinya sejak kecil yg bernama Mama Bustomi (Mama merupakan sebutan untuk Ulama oleh Suku Sunda) yang dengan mata kepalanya sendiri ia lihat bergabung dengan DI/TII. Nasib Bustomi ini tidak diketahui rimbanya.

Fyi, Suami Emeh, yaitu (Alm) Emen merupakan anggota keamanan desa. Beliau juga ikut memburu para gerombolan ini.

Saksi mata kedua adalah Haji Omon. Saat masa pemberontakan Di/TII ia masih berusia remaja dan ingat betul bahwa rumahnya sampai 4 kali didatangi gerombolan, seperti biasa, untuk mencari makanan. Kedua orangtuanya hanya bisa diam. Kalau nyolot auto hilang nyawa.

Karena suasana semakin rawan, maka keluarga Omon ngungsi ke Majalaya. Apalagi kakaknya yang bernyali besar dan menjadi keamanan desa, membuat keluarga mereka menjadi incaran para gerombolan. Salah satu kawan kakaknya, Onda, dibunuh dengan digorok lehernya oleh para gerombolan
Walau ia tak seberani kakaknya, Omon dan warga lainnya ikut dalam Operasi Pagar Betis bersama tentara untuk mengurung DI/TII. Pagar betis ini adalah “setiap 20 meter di bangun pos jaga yang dijaga beberapa orang bersenjata”. Taktik ini membuat gerombolan tercerai berai, kelaparan sehingga mereka turun untuk menyerahkan diri.

Saksi lain yg ikut mengalami peristiwa mengerikan adalah Omay. Ia mengenang Letda Karim, sahabatnya yg merupakan komandan Kompi Siliwangi yg mengamankan desanya yang gugur disergap oleh Di/TII. Omay yg profesinya dalang ini sebenarnya diajak Letda Karim untuk patroli, namun ia menolaknya karena ia harus mendalang di desa lain. Nah, Letda Karim ini gugur disergap gerombolan di mana Emeh (yang sudah ane sebutkan diatas) menjadi saksi matanya secara langsung.

Walau desa tempat tinggal Emeh, Omon dan Omay dijadikan markas tentara, keadaan sangatlah genting karena tidak tahu siapa kawan dan siapa lawan. Banyak warga desa yang ditenggarai bergabung dengan gerombolan (kalau siang ada di tempat, malam entah kemana alias tidak ikut mengungsi di Balai Desa. Sedang paginya tau-taunya sudah ada lagi) dan ada anggota gerombolan yang menjadi intel dengan menyamar sebagai pedagang atau warga biasa yang berbaur dengan warga.
Buktinya, suatu saat Deme yg menjadi Kepala Desa mencak-mencak soal ulah gerombolan saat jajan di warung. Esoknya, Deme, sang Kades ditemukan tewas mengenaskan

Spoiler for sebagian saksi mata yang masih hidup:

Bagi Kartosoewirjo, ntuk negara yang tepat bagi bangsa kita adalah negara Islam.
Bagi Musso, bentuk negara yang tepat adalah sosialisme komunis
Sedang Soekarno berpendapat bahwa bentuk negara yg tepat adalah perpaduan dari keduanya, so di kemudian hari beliau merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yg merangkul seluruh bangsa Indonesia.
Bagi Soekarno negara agama tidak tepat karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku 

bangsa, agama, dan bahasa. Komunisme tidak tepat karena cenderung diktatorisme. Namun ia membutuhkan kaum agama dan komunis untuk perimbangan kekuatan politik. Ini terjadi di era 1960an

Btw, ada yg tahu ngga (kalau ane ngga salah ingat nih) Pak Haji Oemar Said Tjokroaminoto merupakan Kakek dari penyanyi Maia Estianty. Jadi mulai kini, agan-agan harus ingat bahwa Mbak Maia mempunyai warisan darah seorang pahlawan tokoh pergerakan Indonesia. 

Spoiler for NO SENSOR:

Fyi
1.Salah satu kawan sekolah ane cerita bahwa kakeknya dan warga sedesanya di Kuningan, Jabar menjadi korban kekejaman DI/TII karena mereka tidak bersimpati kepada Darul Islam melainkan memihak kepada NKRI. Kaum pria satu desa dikumpulin dan ditembaki.

2. Ane kuliah di UNPAD Jatinangor, Kab. Sumedang tahun 1999. Pintu belakang rumah kos ane adalah sawah yang langsung menghadap Fakultas Kedokteran. Sebelahan Kampus Fakultas Kedokteran adalah Fakultas Psikologi. Nah, sawah di depan Kampus Kedokteran dan Psikologi alias tepat di depan pintu belakang kosan ane ini kata cerita Bapaknya Bapak Kost ane merupakan “ladang pembantaian” warga setempat yang  tidak simpati kepada DI/TII. Sepanjang era 1980an hingga masa-masa awal pembangunan Kampus UNPAD Jatinangor, para petani disitu sering menemukan tulang belulang manusia kala mengolah tanah.

3. Alm. Bokap ane adalah Tentara Pelajar dengan area tempur Semarang-Yogya-Solo. Bokap ikut menumpas PKI Madiun 1948 bareng Siliwangi karena kebetulan beliau berasal dari Madiun.  Okelah...skip soal PKI karena OOT.
Nah, pada masa penumpasan DI/TII di era 1950an ini, banyak anggota gerombolan yang kabur ke Jawa Tengah. Gerombolan ini merampok di jalur Tegal, Semarang, Klaten dan Solo Raya. Bokap yang saat itu bermukim dan kerja serabutan di Solo akhirnya ikut gabung bersama kawan  tentaranya untuk buru DI/TII. Bokap ikutan ngeburu karena ada sahabatnya di Cilacap yang seisi rumahnya dirampok dan dibunuh oleh pelarian ini.
Apa yang paling ane ingat dari cerita Bokap? Ini: “Gerombolan DI/TII yg tertangkap ini rata-rata masih berusia muda. Sorot mata mereka tajam dan mukanya ketus terus kesannya ngelawan perintah. Beda dengan PKI yang pasrah-pasrah saja dan sering bilang ampun...ampun pak”

Btw. Mungkin karena mereka ini radikalis ya makanya berani ya
Diubah oleh selaonsepen 26-08-2019 07:12
0
4.1K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.