Aku begitu merasa takut. Sangat takuutt. Aku takut akan terjadi sesuatu hal buruk kepada anak itu. Namun disisi lain aku juga takut kepada anjing besar yang berada dirumah tersebut. Terlebih anjing tersebut tidak dikurung ataupun dirantai. Dan jika aku berlari kea rah anak itu dan menggendongnya sudah pasti aku akan diincar dan dikejar oleh anjing galak tersebut. Aku menyesali betapa penakutnya diriku saat itu. Dan aku terus memperhatikan anak tersebut sambil berpikir banyak hal yang semakin membuatku takut. Namun sisi lain dari dalam diriku mengatakan hal yang berbeda kepadaku. Dia mengatakan hal yang lebih menyeramkan ketimbang dikejar anjing galak tersebut. Ya dia berkata kepadaku “Jika tak kau lakukan sekarang. Kau akan menyesalinya seumur hidupmu”. Namun sisi logikaku selalu menentangnya dan melihatnya sesuai dengan kondisi yang ada. Pertempuran argumentasi hebat antara hati dan pikiran terjadi didalam diriku. Mereka berdua saling berdebat untuk menguasai tindakanku.

Semakin lama aku semakin tidak tahan lagi dan aku berteriak “SUDAH CUKUPP!! INI RAGAKU INI KESADARANKU! AKU AKAN MENGAMBIL KEPUTUSANKU SENDIRI!!”. Aku berlari kea rah anak itu sekuat tenaga yang aku miliki. Aku berlari dalam rasa takutku. Aku sudah tidak bisa berpikir lagi apa yang akan terjadi kepadaku selanjutnya. Yang aku lakukan saat itu hanya melakukan tindakan yang kuyakini itulah yang benar. Aku hanyalah seorang anak kecil yang berusaha melakukan kebaikan saat itu. Aku mendekatinya dan seperti yang aku perkirakan anjing galak dan besar itu sudah melihatku dan menggongong sangat kencang. Aku terus berlari kea rah anak kecil tersebut dan anjing tersebut mulai keluar dari rumahnya. Semakin aku menyadari kemunculan anjing itu semakin kencang aku berlari mendekati anak itu. Dan akhirnya aku sudah berada didekat anak tersebut dan aku menggendongnya. Aku membawanya berlari menjauhi taman dan anjing tersebut sudah mulai mengejarku. Aku berlari kea rah pos komplek di sebelah timur dimana disana ada banyak orang yang bisa kumintai tolong. Aku mempercepat lariku namun aku merasa seperti anjing itu jauh lebih cepat dariku. Aku terus berusaha agar aku bisa selamat. Namun terlihat seperti tidak mungkin aku lolos dari kejaran anjing besar itu.

Disaat itu antara rasa ingin pasrah dan menyerah bercampur dengan keinginan untuk terus berjuang dan lolos dari kejaran anjing tersebut. Namun beberapa saat kemudian mulai terjadi hal aneh pada diriku. Aku merasa begitu sangat tenang. Seperti anjing besar itu bukan masalah untukku. Namun disisi logikaku berkata hal lain bahwa aku akan celaka. Semakin jauh aku berlari semakin aku merasa tenang meskipun aku pun menyadari bahwa anjing itu sudah berada didekatku dan pos komplek masih berada jauh didepanku. Aku terus fokus berlari dan tanpaku sadari perlahan aku mulai menjauhi anjing itu. Bukan karena anjing itu memelankan larinya atau dia berhenti mengejarku. Tapi terjadi sesuatu yang sangat menakjubkan pada diriku saat itu…

Benar-benar tidak bisa kupercaya apa yang baru saja terjadi pada diriku. Sangat menakjubkan!! Biasanya orang akan mengeluarkan kemampuan tersembunyinya ketika takut atau mungkin dikejar anjing dengan tujuan untuk menyelamatkan diri. Namun itu juga terjadi pada diriku ketika ingin menyelamatkan diriku dan anak kecil tersebut. Tuhan membuktikan salah satu keajaiban yang ada dalam tubuhku. Atau mungkin bahkan keajaiban dalam diri setiap orang ketika dia masuk dalam kondisi emosional yang terlalu dalam. Contohnya rasa takut sepertiku. Setelah beberapa menit aku berlari aku akhirnya sampai di pos komplek. Aku melihat ada banyak Bapak-Bapak disana yang melihatku dengan wajah penuh kebingungan dan terlihat sedikit kesal. Salah satu dari mereka bertanya kepadaku “Kamu kenapa lari-lari. Kamu bawa anak siapa itu sambil lari-lari?”. Lalu aku menjawab “Ahh iyaaa Pak saya tadi dikejar anjing yang berada didekat taman”. Lalu Bapak-Bapak yang lainnya menjawab “Terus kenapa kamu gendong anak itu? Itu kan bukan adek kamu. Kenapa kamu bawa-bawa kesini? Kemana Ibunya?”. Lalu aku dengan polosnya menjawab “Itu Ibunya tadi ada di taman Pak. Lagi ngobrol sama Ibu-Ibu yang lain”. Tidak lama ketika aku sedang berusaha menjelaskan tiba-tiba datang Ibu dari anak tersebut yang aku selamatkan. Dia berlari menghampiriku sambil berteriak “Anakkuu! Kenapa kamu bawa anakku?! Mau apa kamu dengan anakku?!”. Aku tetap berusaha menjawab namun sepertinya mereka tidak memahami atau lebih tepatnya tidak memberikanku kesempatan untuk menjelaskan.

Aku menjawab “Tadi anak Ibu jalan-jalan kea rah rumah taman itu Bu”. Lalu Ibu itu menjawab “Iya terus kenapa kalo dia jalan menjauh dari saya kenapa gak kamu bawa anak saya ke saya?! Kenapa malah kamu bawa lari?!”. Mendengar bentakan mereka membuatku sungguh ketakutan. Aku berkeringat dingin dan kakiku gemetaran. Aku sama sekali tidak bisa menjawab apapun saat itu dan aku begitu takut jika aku akan dipukuli oleh mereka. Dengan rasa takutku yang begitu besar akhirnya aku meminta maaf kepada mereka “Maaf Bu. Saya gak bermaksud aneh-aneh tadi kok. Sumpah Bu jangan marahi saya”. Namun respon Ibu tersebut begitu mengejutkanku. Dia menuduhku ingin membawa lari anaknya “Kamu pengen bawa lari anak saya ya? Kamu duduk dipinggiran taman ngeliatin anak saya terus karena kamu emang ngincer anak saya kan?!”. Aku saat itu begitu takut dan berusaha menjelaskan sebisa mungkin niat yang aku lakukan.

Namun rasa takutku membuat aku tidak bisa menjelaskan dengan baik. Ditambah introgasi mereka yang membuatku semakin bingung dan takut. Dan tiba-tiba ibu itu memukul wajahku sambil memakiku “Dasar anak kurang ajar. Anaknya siapa kamu? Kamu bukan orang sini kan? Kamu memang niat nyulik anak saya!”. Aku hanya bisa diam merasakan rasa sakit dipukul oleh Ibu itu terus menerus. Dan bahkan ada Bapak-Bapak yang juga ikut memukuliku. Aku merasakan sangat bingung namun aku tidak bisa melakukan apapun. Aku bertanya apa salahku? Kenapa mereka tidak mau mendengarkanku? Dan kenapa harus mereka memukuliku sedangkan mereka tidak ingin mengetahui kebenarannya? Akhirnya aku berlari pulang kerumahku sambil menahan rasa sakit dan bayang-bayang takut yang masih belum bisa aku lupakan. Sesampainya didekat rumah, Aku berhenti dan duduk di lapangan bulu tangkis untuk menahan tangisanku. Aku duduk terdiam sambil menahan rasa sakit dan keinginan untuk menangis. Aku duduk dilantai lapangan, menekuk kedua lututku, menaruh kedua tanganku menyilang diatas lututku, dan aku menunduk memasukan wajahku. Aku menangis saat itu. Iya aku benar-benar cengeng. Beberapa saat aku menangis hingga tidak terasa hari sudah menjelang maghrib. Ketika aku membangkitkan kepalaku ada seorang wanita duduk disebelahku sambil tersenyum lalu dia bertanya “Kenapa kamu nangis?”. Ahh dia benar-benar mengejutkanku dan datang disaat yang sangat tidak tepat. (Bersambung…)

Aku benar-benar sangat terkejut. Kenapa dia bisa berada disampingku dan menanyakan penyebab aku menangis. Apa urusannya dengannya? Apa untungnya dia menanyakan hal tersebut. Dan yang membuatku kesal adalah dia mendadak disampingku dengan kondisi yang sedang pilek. Terlihat bahwa dia menggunakan jaket tebal berwarna pink tertutup, serbet lap tangan dan celana pendek berwarna putih. Iyaa dia cukup cantik memang dengan rambut terurai sampai ke punggung bagian bawah dan terlihat dia keturunan cina dan jawa. Aku sering melihatnya bermain dengan teman-teman kelompok bermainnya di taman. Lalu dia mengenalkan Namanya kepadaku “Aku Aliyana. Salam kenal ya hehehe”. Lalu aku menjabat tangannya dan mengatakan namaku “Oh iya aku Radithya”. Dia tersenyum padauk dan berkata “Aku melihatmu saat ditaman itu dan aku tau kamu gak bermaksud menolong anak kecil itu”. Lalu aku menjawab “Sudahlah tak perlu dibahas lagi. Jangan membuatku mengingatnya lagi”. Lalu dia pun berkata “Ayahku pernah bilang. Sekalipun seluruh dunia ini membencimu. Kau tetap tidak boleh berhenti berbuat baik”. Aku pun menjawab “Terima kasih atas perkataan ayahmu itu”. Dia pun menjawab “Dan aku pun merasa kamu tidak boleh berhenti berbuat baik”. Dia kembali menimpal “Apa yang aku lihat saat itu. Kau sudah melakukan hal yang benar Radit”.

Aku hanya terdiam dan tidak merespon apapun sambil menundukkan wajahku. Aku tidak mengerti apa maksud dan tujuannya dia mendatangiku dan mengatakan hal itu kepadaku. Dan aku tidak pernah merasa melakukan hal yang baik ataupun istimewa. Jika kalian melihat seseorang dalam bahaya dan kalian bisa menolongnya maka kalian juga akan melakukan hal yang sama bukan? Ini benar-benar terdengar begitu aneh ditelingaku. Itu bukanlah perbuatan istimewa. Itu adalah kewajiban semua orang. Disaat aku berpikir seperti itu dia tiba-tiba bersin sangat kencang disampingku. Ahhhhhhhh!! dan benar saja dia mengeluarkan ingus yang cukup banyak dan membasahi bajuku. Aku membangkitkan wajahku dan menatapnya dengan sinis. Dia pun tertawa sambil meminta maaf kepadaku “Hehehe maafkan aku. Aku akan membersihkan bajumu”. Dia pun membersihkan kaos yang aku gunakan dan moodku benar-benar tidak karuan. Aku pun bangun dan pulang meninggalkannya “Maaf aku pulang duluan ya. Sudah maghrib. Aku takut ibuku sudah pulang”. Lalu dia pun menjawab “Iyaa aku juga mau pulang. Maaf yaa. Aku benar-benar tidak membantumu sama sekali”.

Iyaa aku hanya tersenyum kecil dan aku pun berjalan pulang. Dan yang aku pikirkan saat ini adalah bagaimana jika kabar aku membawa lari anak kecil tersebut tersebar ke orang-orang dan sampai ke telinga orang tuaku. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang harus aku lakukan. Aku yakin ibu dan bapak-bapak tadi mengetahui rumah dan siapa orang tuaku. Ahhh kenapa semua ini menjadi begitu rumit dan berbuntut Panjang. Kenapa aku harus menerima hukuman yang seharusnya tidak aku terima. Aku yakin ayah dan ibuku akan sangat memarahiku dan ini akan menambah rasa takut dan sakit hatiku. Aku benar-benar menyesal menolong anak kecil itu. Aku benar-benar menyesal mengikut kata hatiku. Aku dalam masalah besar sekarang. Dan aku tidak tau harus berbuat apa. Akhirnya aku pun sampai di dekat rumah. Dan benar saja aku melihat ayahku sedang berbincang dengan kedua orang tua anak tadi yang aku tolong di depan pagar rumahku. Aku berdiri menjauh sambil memperhatikan mereka bertiga berbincang. Aku harus apaa??? Bagaimana nasibku??? Seketika aku berhenti bergerak dan aku benar-benar takut hingga berkeringat dingin. Aku yakin mereka akan menceritakan kesalahpahaman mereka kepada kedua orang tuaku. Dan tiba-tiba ayahku menyadari keberadaanku dan dia menatapku sambil memanggiku “RADIT” (Bersambung…)