Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yohanaekkyAvatar border
TS
yohanaekky
NGERI NGERI NGAKAK (Horror tapi Komedi)
[Diangkat dari kisah nyata]

Orang tua saya rada nyentrik, nggak suka tinggal berdempetan sama tetangga dengan alasan ada banyak ibu-ibu tukang gosip dan juga nggak kuat sama hawa panas gara-gara dekat pantai. Alhasil, waktu saya umur 5 tahun, saya pindah dari perumahan elit ke lokasi 'terpencil' (waktu itu) di sebuah rumah tanpa tetangga. Rumah saya ada di atas bukit, jadi dari jalan harus naik dulu sekitar 50 meter untuk sampai rumah.

Rumah ini menghadap ke arah selatan, dimana dari balkon saya bisa melihat gunung secara langsung, dan sekelilingnya ada perbukitan. Kalau rumah saya dijual nih, bisa nyampe 3 milyar karena pemandangan dan udara yang memang enak banget. Tapi itu sekarang. Coba kalau di tahun-tahun awal kami tinggal disini. Ada banyak suara dan kejadian yang nggak diinginkan terjadi.

Beberapa malam awal tinggal di rumah ini, ada suara-suara aneh. Ada suara gamelan, ada juga suara orang menyanyi, kadang juga nangis. Seluruh keluargaku denger. Selidik punya selidik, ternyata area rumahku dan juga di seberang rumahku adalah tempat pembuangan mayat PeTrus (Penembakan Misterius) di era orde lama. Mereka yang dibunuh dan dibuang di tempat ini adalah para sinden dan pemain gamelan. Yah, nggak heran itu yang kedengeran tiap malam waktu itu.

Cuman yah, karena orang tua saya udah dari awal mendidik kami untuk nggak takut sama 'mereka', kami sih biasa aja. Merinding pasti pernah, tapi bukan berarti kami lari dan ketakutan. Ngerasa tahu aja ada mereka. Kami percaya 'Roh yang ada di dalam kami lebih besar daripada roh-roh yang ada di dunia ini.' So, what's the use of fearing them? Mereka yang kudunya takut sama kita.

Well, cerita begituan sih ya orang-orang udah pada tahu. Mendingan saya cerita hal lucu dari situasi ngeri yang ada di sini yah. Keluarga saya terlibat di dalamnya.

1. Abang Tukang Bakso

Di kala itu, nggak ada yang namanya indoapril atau alfamay. Mau beli apa-apa harus naik kendaraan dulu. Suatu malam stok makanan habis dan saya ngerasa laper banget. Umur saya masih tujuh tahun waktu itu. Orang tua saya pikir saya coba cari abang tukang bakso yang sering lewat di daerah kami. Tanpa rasa takut, melewati jalan sempit dan rumput-rumput yang tinggi, saya turun dari rumah ke jalan.

Memang suara kentongan tukang bakso udah kedengeran. Karena itu saya tunggu di pinggir jalan sampai abangnya udah mendekat.

Saya melambai-lambai memanggil, "Pak, pak. Bakso, pak," dengan penuh senyuman harap. Perut ini udah laper banget, dan kepingin makan bakso.

Tapi yah, bukannya berenti pas nengok ngelihat saya, eh justru yang tadinya dia kelelahan dorong gerobaknya, tiba-tiba punya kekuatan supranatural dorong gerobak itu dan lari. Padahal yah, posisi jalan menanjak banget. Amplop!

Saya bingung karena dia lari. Apa yang salah sama saya? Saya tengok diri saya sendiri. Ternyata, saya pakai daster putih panjang dan rambut saya yang panjang dan basah juga tergerai. Tambahan lagi, saya muncul dari jalan yang penuh semak-semak dan nggak ada lampu sama sekali di jalan itu. Ya jelas lah, abangnya begitu. Wkwkwkw.

Dengan kecewa, saya kembali ke rumah. Orang tua saya menyambut, berharap untuk mendapatkan bakso untuk dimakan juga.

"Yo, kok nggak bawa bakso?" tanya Mama.

"Iya ma, abangnya lari ketakutan," saya menjawab dengan mengangkat bahu dan senyum kecut.

"Oalah, dikira mbak kunti kecil," celetuk papa.

Orang tua saya tertawa terbahak-bahak lihat ekspresi saya dan akhirnya karena merasa kasihan sama saya, mereka naik kendaraan lalu pergi keluar dan membelikan makanan.

2. Helm Baru Gratis

Tepat di depan jalan kecil menuju rumah kami itu adalah belokan tajam (nggak tajam-tajam amat sih sebenernya). Konon, banyak orang lihat kalau di jalan kami ada gapura besar berapi yang mirip di jama Majapahit gitu. Katanya penguasa disitu suka minta tumbal. Jadi banyaaaak banget kecelakaan yang nggak bisa dinalar terjadi. Kenapa? Gini. Kalo misalnya karena ini belokan tajam dan orang tabrakan sesama motor atau mobil, itu namanya hal teknis ya. Masuk di akal. Tapi ini nggak ada apa-apa bisa masuk ke selokan besar, atau nabrak tiang listrik.

Ceritanya, helm papa saya baru aja rusak. Rencana mau beli helm hari itu. Tapi pagi harinya, papa nemuin helm bagus di pinggir jalan rumah kami.

Papa bilang, "Wah, kok ada helm bagus dan masih baru gini. Siapa yang punya ya? Kok dibuang?" Terus karena memang nggak bertuan, (lagian males juga nyari-nyari siapa pemiliknya kali) akhirnya helm itu di klaim sebagai milik papa.

Papa cerita hal ini ke kami sekeluarga dan merasa yah, ini termasuk berkat lah. Nggak usah keluar duit yang nggak perlu. Ada helm disediakan. Wkwkwkwk.

Beberapa hari setelahnya, waktu mama saya belanja di tempat mbok belanjan di dekat rumah, terbuka lah cerita tentang dari mana helm itu berasal. Jadi, malam sebelum helm itu papa temuin, ada kecelakaan yang mana memakan satu korban. Katanya pemiliknya meninggal di tempat. Sementara itu, nggak ada yang berani ambil helm-nya, jadi ditinggal deh di jalan kami.

Ya udah lah. Lagian nggak ada masalah tuh waktu helm itu dipake sama papa. Semua baik-baik aja dan selamat sentosa senantiasa. Dapet helm gratis, kenapa nggak? Haha.

3. Duit apa Daun

Kami sekeluarga adalah musisi. Selain di gereja, kami seringkali dapat job untuk mengisi wedding di bagian entertainment-nya. Namanya pesta, yah kelarnya juga malem ya kan. Sekitar tahun 2000an masih marak orang pakai taksi, jadi saya, mama, dan adik saya pulang pakai taksi sementara papa pakai kendaraannya. Itu jaman kami belum punya mobil.

Gaun panjang dan glamor, wajah dan rambut penuh dandanan. Pokoknya kami tampak cantik waktu itu. Kami ngobrol sama bapak supir sepanjang jalan, karena mama memang orang yang supel banget. Suasana terbangun dan jadi asik.

Pas waktunya kami sampai di pinggir jalan masuk ke area rumah, pak supir agak ragu dan bertanya, "Nyuwun sewu, niki griyanipun?" Saestu? (*permisi, benar ini rumahnya? Yakin?) Kira-kira gitu dia ngomongnya dalam bahasa Jawa, maaf kalau ada yang bisa bahasa Jawa dan ini salah.

Saya, mama dan adik jadi bingung maksud dari supir itu apa. Kami ketawa waktu sadar kalau pakaian kami glamor tapi kami turun di tempat yang sepi dan ngeri kaya gitu.

"Iya, pak. Memang disini," jawab Mama.

"Rumahnya dimana, bu?" pak supir itu tanya lagi.

Memang dari jalan nggak kelihatan sih rumah kami. Habisnya ditutupin sama pohon-pohon kaya jati, bambu, dan lain-lain. (Lagian, papa mama suka tanaman juga sih)

"Itu di atas sana," jawab Mama yang sudah mulai merasa geli.

Aku sama adik juga ikutan terkikik.

Alhasil, pak supir taksi jadi tambah takut. Kelihatan banget dari ekspresi wajahnya dan tangannya yang bergetar.

"Ini uangnya ya pak," Mama kasi duit sejumlah yang tertera di argo.

Pak supir lihatin duit itu, kaya bertanya-tanya itu beneran duit atau bukan.

Setelah itu, kami bertiga turun dari taksi. Tapi baru aja pintu ditutup, taksi itu langsung melejit pergi ninggalin kami bertiga yang tercengang-cengang. Kami cuman bisa ngakak sepanjang jalan menuju rumah.

"Kita dikira setan kali ya, ma?" kataku tertawa geli.

Masih banyak cerita yang bagi orang-orang ngeri, tapi bagi kami lucu. Mungkin saya harus bikin novel sendiri tentang semua ini. Wkwkwkwk. Tar kalo ada kesempatan saya cerita lebih banyak lagi.

Yah, inti dari tulisan saya ini sih cuman mau bilang aja ke agan dan sista:

Quote:


Cheers!  Enjoy your life! YOLO!


Lanjut baca disini.
Diubah oleh yohanaekky 21-09-2019 09:09
tummy
Avtex
anasabila
anasabila dan 3 lainnya memberi reputasi
4
2.8K
25
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.