Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

muttouAvatar border
TS
muttou
Bahaya! Opium Internet
Bahaya! Opium Internet

Pekan kemarin publik kita digegerkan kasus ganja dan sabu. Seleb Jefri Nichol dan sejawatnya, sutradara Robby Ertanto digelandang polisi. Mendahului Jefri dan Robby, pelawak pentolan Srimulat, Nunung, juga suaminya bernasib serupa.

Kini mereka mendekam dalam bui gara-gara barang opium itu. Syahdan, yang luput dari perhatian kita adalah candu-candu yang lain.

Fenomena menggelitik dan menggelitar nurani adalah fakta bahwa anak usia Sekolah Dasar bahkan Taman Kanak-kanak kecanduan gawai dan internet. Di kampung halaman saya ini sudah bukan hal aneh. Banyak bocah SD di kampung halaman saya sudi berjam-jam bercengkerama dengan gawai.

Bermain gim onlen, atau menonton video di youtub. Ruang bermain mereka bukan dunia riil, tapi dunia maya.

Banyak pula bocah usia balita yang sudah lihai mengoperasikan gawai. Entah digerakkan insting atau diajari orang tuanya, bocah-bocah balita itu sangat ulung menyentuh layar gawai dan memilih beberapa submenu.

Umumnya golongan bayi lima tahun ini gemar menonton animasi atau kartun di youtube. Terkadang saya melihat mereka bisa sampai menangis jika kebetulan akses koneksi internetnya lagi mampet.

Saya membayangkan masa depan mereka akan seperti apa. Masih usia dini saja sudah lengket kecanduan gawai dan internet. Saya yang sudah usia kepala dua saja merasa gawai kerap menyita pikiran dan sebagian waktu saya. Misalnya waktu membaca buku saya terampas kecanduan medsos. Apalagi mereka yang masih belia?

Melinda Smith, dkk. dalam artikelnya “Smartphone Addiction” yang dimuat laman HelpGuide.org (Juni 2019) menyebutkan dampak negatif dari kecanduan gawai (smartphone addiction).

Candu gawai, kata Melinda, bisa meningkatkan rasa kesepian (increasing loneliness). Orang yang kecanduan internet akan lebih banyak melakukan interaksi sosial di dunia maya. Alih-alih mengobati rasa kesepian dengan berselancar di rimba online, kecanduan internet malah membuat pecandu akan lebih terisolasi dari lingkungan sosialnya.

Fenomena semacam itu juga sering saya temui di lingkaran kawan kampus pecandu game online. Di mana mereka kerap berkumpul dalam satu tongkrongan, tapi sibuk dengan diri masing-masing. Kiranya terbukti ungkapan “yang dekat jadi jauh, yang jauh jadi dekat”.



Pecandu game online akan berinteraksi dengan lawan bermainnya yang entah berada di belahan dunia mana, dan abai dengan kawan yang duduk di sampingnya. Gawai dan internet mereduksi sedemikian rupa ruang interaksi sosial riil kita.

Senada dengan Melinda dkk., Kendra Cherry—Konsultan Pendidikan Psikologi—dalam artikelnya “The Effects of Smartphone oh The Brain” yang dimuat verrywell.com (Mei 2019) mengungkapkan bahwa remaja yang kecanduan gawai memicu ketidakseimbangan kimia dalam otaknya (brain chemistry).

Candu gawai dan internet juga mengakibatkan sistim kognitif melemah. “Kapasitas kognitif berkurang secara signifikan setiap kali gawai berada dalam jangkauan, bahkan ketika gawai itu mati,” tulisnya, mengutip hasil riset yang dimuat Journal of Association for Consumer Research.

Kendra menegaskan bahwa aktivitas langsung yang melibatkan interaksi manusia secara riil lebih unggul daripada melalui layar interaktif.

“Penggunaan perangkat seluler menjadi sangat bermasalah ketika piranti tersebut menggantikan aktivitas langsung yang membantu mengembangkan keterampilan visual-motorik dan sensori-motorik.,” urainya.

Ini menurut saya terutama bagi kanak-kanak usia di bawah tujuah tahun. Di mana usia tersebut dalam psikologi disebut golden age, usia emas. Usia paling menentukan bagi perkembangan otak anak.

Asumsinya, pada usia tersebut sel syaraf otak anak masih belum matang. Jika perkembangan sel syaraf otak dan kemampuan visual serta sensori-motoriknya tidak diasah, tidak menutup kemungkinan daya kognitif anak tidak bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.

Sedang sensasi visual di layar gawai sangat manipulative dibanding sensasi pencerapan indra secara langsung. Maka tidak berlebihan jika Kendra mengatakan bahwa kecanduan gawai bisa menyebabkan melemahnya sistim kognitif secara signifikan.

Menurut saya ini persoalan serius. Anda bisa cek sendiri di lingkungan sekitar Anda. Akan Anda temui kasus-kasus atau fenomena yang indentik dengan fenomena di kampung saya. Di mana anak usia Sekolah Dasar sudah mengenal dan begitu lengket dengan gawai dan internet.

Juga mungkin di lingkungan Anda balita pun sudah dijejali piranti teknologis itu. Mungkin orangtuanya beralasan untuk menenangkan anak, atau sarana edukatif. Tapi, menimbang efek buruknya, masih banyak cara-cara mendidik dengan tanpa mengenalkannya dengan gawai dan internet. Itu, menurut saya, akan jauh lebih baik.

Dus, bila Anda seorang gemar baca buku. Apakah setelah Anda kecanduan internet rutinitas membaca Anda semakin intens, atau sebaliknya? Lantas bagaimana dengan remaja dan kanak-kanak yang masih belia itu, masa depannya?


Gimana Gansist pendapatnya?


▪▪▪▪▪◇▪▪▪▪▪


ilustrasi: pixabay.com
Diubah oleh muttou 31-07-2019 22:31
Rapunzel.icious
agungdar2494
666lucifer89
666lucifer89 dan 8 lainnya memberi reputasi
9
5.8K
103
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.3KThread84KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.