Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

noisscatAvatar border
TS
noisscat
Tahun 2020, Rektor Asing Mulai Masuk Indonesia
Tahun 2020, Rektor Asing Mulai Masuk Indonesia

Kamis, 25Juli 2019

JAKARTA - Pemerintah menegaskan keseriusannya mendatangkan rektor dari luar negeri untuk memimpin universitas di Tanah Air. Langkah ini diambil demi meningkatkan kualitas pendidikan di Tanah Air.

Rencana tersebut disampaikan kembali Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M Nasir. Demi mewujudkan rencana tersebut, Kemenristekdikti saat ini tengah memetakan perguruan tinggi mana yang perlu dipimpin rektor asing dan menyiapkan peraturan untuk menyediakan dasar hukum program tersebut.

Walaupun menjadi program serius, sejauh ini ternyata Kemenristekdikti belum pernah membicarakannya dengan kalangan DPR, terutama Komisi X DPR. Walaupun menganggapnya sebagai terobosan bagus, mereka meminta agar rencana mendatangkan rektor asing dipertimbangkan secara masak karena rawan konflik.

“Ini yang menjadi tantangan kita (meningkatkan kualitas pendidikan). Oleh karena itu, Bapak Presiden mencanangkan kembali di tahun 2020 bagaimana nanti rektor ada dari perguruan tinggi asing,” kata M Nasir.

Sebagai langkah awal, pada 2020, Kemenristekdikti menargetkan minimal ada dua PTN berbadan hukum (PTNBH) yang akan dipimpin rektor asing. Nasir menyebut rektor merupakan profesor dari Amerika Serikat. Kampus mana yang akan menjadi prioritas awal dipimpin rektor asing, Kemenristekdikti masih akan memetakan perguruan tinggi yang dinilai perlu dipimpin oleh rektor dari luar negeri.

Di sisi lain, Kemenristekdikti juga harus terlebih dulu menyiapkan peraturan. “Saya akan mapping-kan dulu. Saya akan cabut beberapa peraturan nanti, dan peraturan pemerintah juga disederhanakan supaya bisa memberikan kesempatan bagaimana kompetisi rektor dari luar negeri,” terangnya.

Bagaimana dengan gaji rektor asing? Nasir menjamin gaji yang diberikan kepada rektor luar negeri tak akan membebani perguruan tinggi setempat sebab gaji mereka akan ditanggung oleh pemerintah pusat. Hanya, berapa besaran gaji dimaksud, Nasir belum bisa mengungkapkan.

“Nanti budget-nya saya bicarakan dengan menteri keuangan. Bagaimana kalau rektor dari luar negeri pendanaannya langsung dan pemerintah pusat supaya tidak mengganggu keuangan yang ada di perguruan tinggi itu sendiri. Kalau mengganggu (keuangan perguruan tinggi itu), memang akan problem. Ini akan kami pikirkan,” tandasnya.

Masalah keuangan tampaknya tidak akan menjadi soal. Merespons rencana Kemenristekdikti ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan dukungannya. Dalam pandangannya, langkah mendatangkan rektor asing sebagai bagian long life learning. “Cara kita mengelola dan memimpin sistem pendidikan itu harus terbuka terhadap pemikiran-pemikiran maupun praktik yang sudah berhasil baik,” ujarnya di Semarang (23/7).

Dari DPR, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengingatkan rencana memakai tenaga kerja asing di bidang pendidikan tinggi membutuhkan banyak pertimbangan agar tidak menjadi konflik di tengah masyarakat. Termasuk apakah benar kampus membutuhkan rektor asing tersebut.

Selain itu, politikus Golongan Karya ini mengatakan, kebijakan mengangkat rektor asing juga perlu diselaraskan dengan prioritas pembangunan nasional. Dia menekankan pemerintah harus membuat secara detail apa syarat dan kriteria calon rektor yang bisa mendaftar dan bagaimana sistem pengangkatannya. "Peraturan dan persyaratan itu pun harus disesuaikan dengan kebudayaan bangsa Indonesia," ungkap Hetifah kepada KORAN SINDO.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menyatakan menristekdikti belum pernah menyampaikan gagasan itu ke komisi yang membidangi pendidikan itu. Dia mempertanyakan apakah langkah tersebut sudah begitu mendesak.

“Apakah dari sekian banyak para akademisi baik yang lulus dari luar ataupun dalam negeri memang tidak ada yang layak menjabat sebagai rektor PTN. Tampaknya kita tidak boleh gegabah menilai SDM kita karena impor tentu risikonya tidak kecil," terang Fikri.

Sementara itu, pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto menilai rencana mendatangkan rektor asing untuk memimpin PTN di Indonesia sebagai ide yang bagus untuk dunia pendidikan tinggi. Dalam pandangannya, langkah ini bisa berdampak positif, dalam hal ini untuk menularkan profesionalitas dan membawa kampus ke jejaring akademik dunia. “Kita harus mengembangkan universitas terbaik kita menjadi kampus kelas dunia,” katanya kepada KORAN SINDO.

Kendati demikian, Totok meminta agar pemerintah jangan asal merekrut orang asing menjadi rektor. Terutama jika sasarannya adalah PTN BH. Dia menyebut, calon pemimpin yang akan diangkat itu juga harus memiliki reputasi berkelas dunia dengan ukuran dan seleksi yang ketat untuk menjadi rektor. “Jika memang rektor itu berkelas dunia , maka SDM di bidang pendidikan tinggi pun akan bisa menyerap ilmu dan pengetahuan dari rektor kelas dunia tersebut,’’ ujarnya.

Prihatin
Wacana mendatangkan rektor asing sudah digagas Kemenristekdikti sejak 2016, namun tidak bisa segera diimplementasikan karena mendapat banyak penentangan dari akademisi dalam negeri. Namun, kali ini menristekdikti bersikukuh untuk mewujudkannya, memilih tidak mundur setelah melihat realitas kualitas pendidikan tinggi di Tanah Air.

“Sekarang ramai lagi. Begini, perguruan tinggi kita itu jumlahnya 4.700, yang masuk daya saing dunia hanya tiga. Ngeri sekali Indonesia itu. Saat saya pertama jadi menteri, hanya ada dua PTN yang masuk kelas dunia. Itu pun peringkatnya sekitar 400. PTN di Indonesia ini bangga di dalam negeri sendiri, tapi tidak punya daya saing di luar negeri,” kata Nasir di Jakarta (22/07).

Dia menuturkan, kebijakan mengundang akademisi asing untuk menjadi rektor kembali mencuat setelah Presiden Joko Widodo menanyakan kelanjutan dari program tersebut. Menurut dia, dengan berbagai pertimbangan, pelibatan akademisi asing untuk mengurus PTN di dalam negeri memang sangat diperlukan.

Nasir lantas membeberkan banyak negara di Asia yang sudah menerapkan kebijakan tersebut. Hasilnya dianggap sangat memuaskan karena mampu meningkatkan daya saing perguruan tinggi di negara tersebut di tingkat dunia.

“Singapura maju perguruan tingginya karena rektornya dari luar negeri. Taiwan juga, China maju juga dari luar negeri. Bahkan Arab Saudi itu dulu (ranking) 800 saja tidak masuk. Sekarang setelah rektornya itu dari Amerika dan dosennya 40% dari Amerika dan Eropa, sekarang masuk ranking 189 dunia. Ini yang menjadi tantangan kita,” katanya.

https://nasional.sindonews.com/read/...sia-1564024855


Rektor UT ( Universitas Terbuka ) Prof Ojat Darojat mendukung upaya pemerintah untuk mendatangkan akademisi asing, baik rektor maupun dosen ke Indonesia. Hal inidisebut sebagai bagian upaya meningkatkan standar perguruan tinggi menuju world class university.

"Kalau tujuan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, saya sangat setuju. Apalagi di era digitalisasi, mau enggak mau kedatangan rektor maupun dosen asing tidak bisa ditolak," kata Prof Ojat usai memberikan orasi ilmiah dan penandatanganan perjanjian kerja sama antara UT dengan Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia di Auditorium Vokasi UI, Depok, Senin (22/7).

Dia menyebutkan, mindset akademisi di Indonesia harus diubah bahwa kehadiran rektor maupun dosen asing bukan merupakan sebagai suatu ancaman. Kehadiran mereka harus dimaknai sebagai pelecut untuk meningkatkan kompetensi agar bisa bersaing sehat.

"Sebagai rektor saya tidak takut dengan adanya rektor asing. Saya juga tidak merasa terancam. Justru saya akan lebih meningkatkan kemampuan saya agar bisa bersaing dengan mereka,” tegasnya.

Dia mencontohkan pendidikan jarak jauh (PJJ) yang saat ini gencar dilakukan pemerintah. Selama ini hanya UT yang menjalankannya. Namun seiring perkembangan zaman, banyak perguruan tinggi tertarik membuka PJJ. Hal ini bisa menghilangkan adanya monopoli dalam pembelajaran online.

"Ketika perguruan tinggi ramai-ramai buka PJJ, bukan berarti ancaman buat UT. UT tidak ingin jadi anak bongsor yang diprotektif dan hidup di lingkungan tidak kompetitif," terangnya.

Meski begitu, Prof Ojat mengatakan, perlu ada regulasi yang mengatur kehadiran rektor dan dosen asing tersebut. Ini untuk menghindari benturan antara akademisi lokal dan asing.

"Pemerintah harus membuat aturan agar ada manfaat yang diambil dari kebijakan mendatangkan akademisi asing. Paling tidak bagaimana mendorong akademisi lokal bisa setara kemampuan rektor maupun dosen asing," bebernya.

https://m.jpnn.com/news/prof-ojat-da...an-dosen-asing


Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes), Fathur Rokhman menganggap rencana mendatangkan rektor dari luar negeri sebagai shock therapy. Menurutnya hal itu bisa memicu para rektor lokal meningkatkan standar pendidikan di kampusnya.

"Ini shock therapy bagi perguruan tinggi negeri agar punya daya saing mendunia. Bagi para rektor ini jadi ada sebuah tantangan," kata Fathur di Unnes, Rabu (24/7/2019).

Jika nantinya rencana itu benar diterapkan, lanjut Fathur, maka kemungkinan hanya untuk Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). 

"Kalau yang belum PTNBH harus urus remunerasi, bisa tidak betah nanti," ujarnya.

"(Misalnya) kalau ada satu (kampus) saja misalkan UI (menerima rektor impor), itu luar biasa. Akan mendongkrak, kita belajar dari sana," pungkas Fathur.

https://m.detik.com/news/berita-jawa...rapy-untuk-ptn

Rektor Universitas Widya Mataram Yogyakarta (UWMY), Edy Suandi Hamid turut angkat bicara tentang wacana dibukanya kesempatan akademisi asing untuk menjadi rektor dan dosen di Indonesia. Edy menyarankan, wacana ini juga melibatkan Perguruan tinggi swasta (PTS) jika tujuannya adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). 

“Hanya perlu jelas siapa yang menggaji. Saran saya kalau yang menggaji pemerintah, maka jangan hanya untuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri) saja tetapi juga PTS,” kata Edy saat dihubungi Medcom.id, Senin, 22 Juli 2019.

Menurut, mantan Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) ini, khusus untuk perekrutan dosen asing mengajar di Indonesia sebenarnya bukan hal baru. Namun, statusnya hanya sementara bukan permanen untuk jangka panjang.

“Dosen, staff exchange, visiting professor/lecturers sudah biasa dalam dunia akademik di mana pun. Hanya ini untuk kunjungan singkat dan kalaupun agak panjang bisa satu semester atau diperpanjang lagi,” ujar mantan Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) ini.

https://m.medcom.id/pendidikan/news-...n-rektor-asing
Diubah oleh noisscat 26-07-2019 02:47
muhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 memberi reputasi
1
1.9K
22
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.7KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.