Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

nusantaralinkAvatar border
TS
nusantaralink
Pembangunan Jangan Hambat Investor

sumber: https://www.euromoney.com


Fokus pemerintah untuk memangkas ketimpangan infrastruktur dibandingkan negara lainnya sangat terlihat pada periode pertama pemerintahaan saat ini. Dalam anggaran belanja negara, alokasi untuk pembangunan infrastruktur sejak 2015 hingga 2019 terus mengalami kenaikan. 


Bila pada 2014, anggaran untuk belanja infrastruktur hanya sebesar Rp154,7 triliun, maka untuk sepanjang tahun ini, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp415 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.

Terpilih untuk melanjutkan kembali masa kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun diperkirakan akan melanjutkannya dengan lebih cepat integrasi antara jalan tol, kereta api, pelabuhan dan bandara dengan kawasan- kawasan produksi rakyat untung mempersingkat jalur distribusi arus barang dan orang.

Meskipun terus tumbuh, akan tetapi anggaran sebesar itu tentunya masih kurang melihat disparitas infrastruktur Indonesia dengan negara-negara maju. Maka dari itu, diperlukan peran serta investor, swasta lokal dan asing serta BUMN untuk turut terlibat membiayai pembangunan jalan tol, jembatan, bandara dan pelabuhan.

"Kita harus mengundang investasi yang seluas-luasnya dalam rangka membuka lapangan pekerjaan, jangan ada yang alergi terhadap investasi karena dengan cara inilah lapangan pekerjaan akan terbuka sebesar-besarnya," papar Presiden Joko Widodo saat berpidato di hadapan belasan ribu relawan di Sentul International Convention Center, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Menanggapi pernyataan Jokowi ini, Ekonom Faisal Basri pun menyatakan keberadaan investor akan sangat membantu Negara dalam merealisasikan pembangunan infrastruktur secara menyeluruh. Terlebih lagi untuk pembangunan pelabuhan, dimana Indonesia sebagai negara kepulauan tentunya harus segera membenahi infrastruktur kelautannya.

"Sebagai negara kepulauan, Indonesia perlu fokus mengembangkan poros maritim. Pengangkutan barang sudah seharusnya dilakukan melalui laut sehingga waktunya lebih singkat, memangkas jalur distribusi, tidak mengandalkan jalur darat karena waktu tempuhnya akan lebih lama," papar Faisal seperti dikutip dari Medcom.id

Maka dari itu, pidato Jokowi yang secara tegas mengungkapkan akan memangkas berbagai perizinan yang dapat menghambat investasi patut untuk dinantikan. Seperti kita ketahui, sampai saat ini proses perizinan yang berbelit-belit hingga perizinan yang hingga saat ini masih ditemukan adanya pungli diharapkan akan hilang dalam waktu dekat.

Kegeraman Jokowi bukanlah tanpa alasan, karena ada banyak pihak investor asing maupun swasta yang ingin dan bahkan telah berinvestasi pada proyek infrastruktur, namun ditengah jalan menghadapi persoalan ketidakpastian hukum. Contoh nyatanya adalah apa yang dialami PT Karya Citra Nusantara (KCN), salah satu perusahaan swasta yang ikut membangun pelabuhan Marunda.

Anak perusahaan yang dibentuk oleh PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dengan PT Karya Teknik Utama (KTU), telah menuntaskan pembangunan pelabuhan Marunda untuk pier I dengan modal sendiri sekitar Rp3 triliun, tanpa menggunakan anggaran negara, baik APBN maupun APBD. Beroperasinya satu dermaga ini terbukti mampu memangkas proses bongkar muat barang atau yang lebih dikenal dengan dwelling timedi Tanjung Periuk yang tadinya sekitar 5,2 hari, ditekan ke kisaran 3,2-3,7 hari.

Sayangnya, saat akan melanjutkan pembangunan, KBN menggugat KCN. Padahal KCN telah berperan membangun pelabuhan, yang sebenarnya tidak banyak diminati investor, karena dinilai kurang menguntungkan dibanding membangun jalan tol, yang bisa mendatangkan profit lebih besar daripada membangun pelabuhan.

Melihat kasus ini maka tidaklah mengherankan jika peringkat kemudahan berusaha (Easy of Doing Business atau EoDB) di Indonesia terus turun. Dalam survei Bank Dunia terakhir, peringkat kemudahan berusaha Indonesia dari peringkat ke-72 kini menjadi ke-73 dari 190 negara di dunia.

Hasil analisa Faisal menunjukkan ada tiga indikator yang terjun bebas sehingga membuat peringkat EoDB Indonesia turun pada 2018. Ketiga indikator ini antara lain penegakan kontrak yang turun dari 145 ke 146, perizinan konstruksi dari 108 ke 112, perlindungan investor minoritas dari 43 ke 51, hingga perdagangan lintas batas dari 112 ke 116.

"Dari indikator-indikator yang ada, yang paling buruk adalah soal enforcing contract. Pemutusan kontrak secara sepihak. (Turun dari) nomor 145 paling buruk peringkatnya dan turun lagi jadi 146," kata Faisal kepada Detik.com.

Survei Bank Dunia ini tentunya memperlihatkan preseden yang buruk bagi iklim investasi di dalam negeri. Apabila indikator-indikator yang turun tersebut tidak segera dibenahi, target Presiden Jokowi EoDB ada di peringkat 40 hanya akan menjadi janji kampanye politik semata. Pasalnya, investor akan berpikir dua kali untuk menanamkan modalnya di Indonesia dalam jangka panjang. Baik investor dalam negeri maupun asing.



Sumber:

https://m.medcom.id/ekonomi/mikro/Gb...k-ke-pelabuhan

https://finance.detik.com/berita-eko...yebab-utamanya
timursyahrian
timursyahrian memberi reputasi
1
1.2K
8
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.5KThread41.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.