Sumur:

1. Antaranews[Ijtima ulama ke-4 siap digelar di Jakarta]

2. CNN Indonesia [Arah Baru Kelompok Islam 'Kanan' Usai Tinggalkan Prabowo]

3. Harian Jogja [Begini Skenario Teroris Jamaah Islamiyah Membangun Negara Khilafah]

Pertemuan Jokowi dan Prabowo demi berdamai dan mempersatukan bangsa telah terjadi pada hari Sabtu 13 Mei. Rakyat Indonesia menyambutnya dengan antusias karena pertemuan itu sekaligus menjadi momentum perdamaian antar pendukung dari kedua Capres. Kini tidak ada lagi istilah 01 dan 02, yang ada adalah semuanya merah putih.

Tetapi ada pula pihak yang tidak terima dengan pertemuan itu. Mereka seakan tidak terima perdamaian terjadi di negeri ini. Pihak yang tidak menyukai pertemuan itu adalah kelompok ormas Islam seperti GNPF Ulama dan PA 212. Buntut dari pertemuan Jokowi dan Prabowo adalah mereka menyatakan diri tak lagi berada di barisan pendukung Prabowo.

Peneliti politik LIPI Siti Zuhro menilai penarikan dukungan kelompok Islam ‘kanan’ itu merupakan bentuk kekecewaan di akar rumput karena mereka merasa selama ini telah berjuang habis-habisan membela Prabowo. Tetapi kini, dengan berpalingnya massa tersebut dari Prabowo, maka mereka menjadi massa ‘mengambang’ atau tak bertuan.

Oleh karena itu ormas-ormas Islam seperti FPI (Front Pembela Islam), GNPF (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa) Ulama, dan PA (Persaudaraan Alumni) 212 menyatakan siap menggelar Ijtima Ulama ke-4 di Jakarta. Ketua PA 212 Slamet Ma’arif menyatakan “(Ijtima Ulama IV) Kemungkinan digelar Agustus 2019”. Slamet menegaskan bahwa pihaknya siap memperjuangkan hasil ijtima, karena mereka meyakini apa pun yang diputuskan adalah untuk tujuan besar, yakni demi tegaknya keadilan di negeri ini. Sekretaris Umum DPP FPI Munarman mengatakan ijtima ulama keempat dilakukan untuk melakukan konsolidasi di kalangan ulama salah satunya bidang politik.

Kira-kira, apakah yang akan menjadi keputusan dari Ijtima Ulama IV?

Pertama kali, mari kita lihat kelompok ormas Islam yang juga ada hubungannya dengan gerakan 212 tersebut. Kelompok ormas Islam itu terlibat dalam Pilpres 2019 membela Prabowo. Oleh karena itu, mereka dinilai memiliki jaringan yang kuat dengan Partai Politik yang berada di kubu Prabowo.

Hal ini mengingatkan kita semua akan berita tentang propaganda politik dari kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI). Kelompok teroris ini memiliki strategi baru dalam menyebarkan pahamnya. Yakni, pendekatan ke partai politik hingga kaum intelektual. Mereka tidak mau mengikuti pola-pola Jemaah Ansharut Daulah yang melakukan serangan lewat aksi terorisme. Kelompok JI juga membuat propaganda media dan pembentukan opini publik. Selain itu, mereka juga mempolarisasi umat sebagai salah satu strategi baru.

Lantas tujuan akhirnya apa? tujuan akhirnya adalah negeri khilafah.

Sehingga kita pun semua bisa menerka arah dari Ijtima Ulama IV. Ormas-ormas Islam pendukung Prabowo yang dekat dengan perpolitikan dan kerap kali menggunakan politik identitas dalam kampanyenya telah berhasil membuat polarisasi umat Islam. Bayangkan saja, mereka menggelar Ijtima Ulama. Tetapi ketika Ijtima Ulama itu tidak diikuti oleh Prabowo, yang mereka tuduhkan adalah Prabowo tak paham konsep sami’na wato’na (mendengarkan dan menuruti ulama). Lalu bagaimana dengan ulama yang ada di barisan Jokowi saat itu? atau ulama yang tidak terafiliasi apapun dalam politik? Hal inilah yang mampu menyebabkan polarisasi di kalangan umat Islam sendiri.

Pertanyaannya adalah, apakah ada keterkaitan antara ormas Islam eks pendukung Prabowo dengan agenda JI dalam mendirikan negara khilafah? Lalu apakah Ijtima Ulama IV yang akan segera digelar berkaitan pula dengan arah politik untuk membentuk kekhilafahan? Entahlah, tapi demi NKRI, Pancasila, dan persatuan bangsa, semoga tidak.