londo.046Avatar border
TS
londo.046
Anakmu Bukan Malaikat


Yah, anak bukan malaikat yang selalu melakukan hal benar. Tugas orang tua yang paling berat adalah memberikan pemahaman itu kepada anak. Maksudnya bagaimana? Pernah melihat anak yang nangis sampai tantrum ketika meminta sesuatu? Apa yang ada dalam benak si anak ketika melakukan hal itu? Ingin mendapatkan apa yang dia inginkan. Orang tua yang menganggap anak adalah malaikat dengan mudah akan mengabulkan apa maunya si anak, agar anak diam.

Karena tindakan anak (nangis tantrum) dianggap sebagai tindakan malaikat (selalu benar), meskipun itu salah besar. Bagi saya, menangis tantrum untuk meminta sesuatu bukanlah cara yang benar untuk mengabulkan keinginan seorang anak. Saya akan membiarkan anak saya nangis, tantrum, guling-guling, sampai dia lelah dari pada saya harus mengabulkan apa yang diinginkannya.



Saya dianggap kejam dan tidak sayang anak karena itu? Ya biar saja. Anak saya, tanggung jawab saya. Jika dari kecil saja dia tidak siap kalah (tidak mendapat apa yang dia inginkan) kalau besar mau jadi apa? Saya lebih suka jika anak saya beradu argumen dengan saya tentang apa yang dia inginkan, dari pada menangis tantrum seperti itu. Kalau dia bisa memberikan alasan yang menurut saya logis, saya tidak akan segan mengabulkan apapun maunya.

Lalu bagaimana cara menanamkan jiwa seorang manusia (tempat keterbatasan) dan mambuang jiwa malaikat (selalu benar dan dapat apa yang dia mau) dalam diri anak? Saya akan sedikit berbagi cara yang menurut saya tepat. Sekali lagi menurut saya ya, jadi peluang salahnya besar. Kan saya bukan pakar. Hehehe.



Pertama, jangan pernah membohongi anak, apapun alasannya. Saya tidak pernah membohongi anak untuk alasan apapun. Misalnya Mamanya pergi ke pasar, ya saya jelaskan alasan kenapa Mamanya pergi. Tidak ada yang namanya pergi sembunyi-sembunyi. Nangis? Tantrum? Iya. Bukan cuma sekali namun berkali-kali. Saya biarkan dan saya biasakan. Lama-lama dia lupa caranya menangisi Mamanya yang pergi.

Contoh lain, saat anak tidak mau pulang main saat Magrib. Saya tidak akan bilang akan dimakan hantu lah, digondol wewe lah. Maaf itu alasan bodoh. Saya bilang apa adanya, "Magrib waktu Sholat pendek. Kalau kamu masih main, ganggu orang dan juga Sholat mu akan terganggu." Awalnya tidak senang juga, tapi lama-lama terbiasa. 

Contoh lagi, saat dia jatuh, mana pernah saya paksa dia untuk diam dari tangisnya, apalagi sampai menyalahkan kodok dan lantai. Mau nangis sampai kejer juga saya diamkan. Nanti setelah reda baru saya jelaskan di mana salahnya dia, Kejam? Bodo amat. Toh lama-lama dia sadar diri dan sadar posisi, bahwa nangis bukanlah solusi. Bahwa kesalahan yang dia buat akan menimbulkan konsekuensi.



Kedua, dengarkan apa yang dikatakannya. Kalau dijabarkan, ajari anak untuk berdiskusi, bernegosiasi dengan baik. Ajari, bagaimana cara mengemukakan pendapat. Kalau ingin sesuatu, maka harus mencantumkan alasan yang jelas. Ketika dia sedang berceloteh dengan alasannya, dengarkan dengan baik. Kalau ekspresi lucunya mulai keluar, coba goda dia. Percaya deh, anak akan menjadi terbiasa mengemukakan pendapatnya.

Sekiranya pendapat yang dia sampaikan tidak bisa kita penuhi, berikan penjelasan logis dan kembali ke pasal satu, jangan berbohong! Kalau memang tidak punya uang, ya bilang saja tidak punya uang. Kalau itu tidak baik untuk kesehatan, ya bilang saja apa adanya. Sambil memberikan contoh konkrit tentu saja. Apakah stop sampai di sini? Tidak.

Berikan penawaran alternatif. Misalnya dia minta permen coklat, dan kita tidak mengijinkannya. Kita bisa tawari anak untuk membuat manisan dari buah. Ajak saja si anak ke dapur, libatkan dia dalam proses membuat manisan itu. Tentu sebelum itu diberikan penjelasan yang logis, mengapa permen coklat itu kurang bagus.



Terakhir, tegaslah pada anak. Tegas inilah yang sering disamakan dengan tega dan kejam. Saya tegas terhadap anak yang tantrum, eh dibilang tega membiarkan anak nangis. Ketegasan ini punya tujuan lho. Agar si anak tahu, bahwa aturan dibuat itu bukan untuk dilanggar. Ini pola pikir sesat dari orang bodoh. Ketegasan juga berlaku untuk pemberian reward dan hukuman.

Well, mulai kapan aturan itu diterapkan ke anak? Saya sih pada saat dia mulai bisa berjalan, berceloteh dan minta ini itu. Umur satu tahunan lah. Sudah saya terapkan dan tanamkan itu. Seperti uraian saya di atas, banyak yang bilang saya ini Papa yang kejam. Sekali lagi, bodo amat! Biarkan dia kesulitan di masa kecilnya, tapi dia akan jadi pribadi tangguh di masa depan kelak.

Saya sudah memetik hasilnya? Sudah. Anak saya sekarang mana pernah mewek-mewek kalau mau sesuatu. Mau sesuatu ya ngomong, siapkan apa alasannya, apa nilai positifnya, apa sisi negatifnya. Dari situ saya atau Mamanya akan berdebat seru dengan si anak, soal hasilnya yes or no, ya tergantung perdebatan tadi. Hehehe.

Last, mendidik anak itu menyenangkan. Mendidik anak itu sebuah seni menanamkan nilai-nilai yang kelak akan menjadi bekal hidupnya. Maka, jangan pernah ada kompromi untuk itu. Jangan jadikan anak mu malaikat, yang selalu benar. Karena anak mu adalah manusia, di mana setiap saat tidak selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Salam Damai.



Merdeka!

Sumber Gambar : sinisinisinisinisini




akunclassic
ezza.i
garpupatah
garpupatah dan 14 lainnya memberi reputasi
15
5.5K
60
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Wedding & Family
Wedding & FamilyKASKUS Official
8.8KThread9.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.