Selasa, 21 Mei 2019

Pagi masih buta. Gerombolan ibu-ibu yang katanya pendukung setia paslon O2 sudah berkumpul usai sahur. Usut punya usut mereka hendak turut serta demo masal di Gedung Bawaslu Jakarta. Agh, namanya ibu-ibu paling antusias kalau ada demo. Apalagi kalo demo masak 😂



Bu Juminten urung masuk ke dalam bus mengikuti ibu-ibu yang lain saat melihat Martini. Ia pun segera memanggil dan menghentikan jalannya Martini yang sudah tak jauh darinya.

"Mbak Tini ayok ikut jihad ke Jakarta!"

"Mboten buk... Saya sibuk."

"Woalah, sibuk opo? Ayo, budhal... Kita jihad membela kebenaran lho buk..." Rayu bu Juminten.

"Mboten Bu Jum, matur nuwun. Kulo jihad dari sini saja."

(Enggak Bu Jum, terima kasih. Saya jihad dari sini saja)

"Loh jihad ya harus berangkat ke Jakarta to Mbak. Itu baru keren."

"Mboten (enggak) bu, saya gak mau karena gak bisa."

"Loh kenapa?" tanya Bu Juminten penuh keheranan

"Hati saya bilang itu bukan jihad membela kebenaran. Kebenaran yang
digembar-gemborkan masih samar buat saya." Jawab Martini

"Lha wong kebenaran sudah jelas. Kubu paslon O2 banyak dicurangi. Surat suara banyak dimanipulasi untuk menenangkan paslon 01." Jelas Bu Juminten dengan antusias.

" Kebenaran itu hanya milik Allah, Bu... Biarlah kasus ini diselesaikan yang berkepentingan saja Bu... Ada KPU, BAWASLU dan MK. Itu bukan urusan saya." Jawab Martini mulai sedikit kesal.

"Monggo kalau ibu mau berangkat. Silahkan. Saya doakan selamat sampai tujuan." lanjut Martini sambil mempersilahkan Juminten masuk ke dalam bus.

"Lho ya jangan gitu bu Tini.. ini membela agama Islam lho bu.."

"Enggeh, silahkan. Saya jihad di rumah saja. Momong anak dan melayani suami itu juga jihad kug Bu..."

"Loh bu jangan gitu. Kalau paslon 01 jd presiden hidup kita tambah sengsara lho bu.."

"Jangan mendahului takdir Allah dgn perkataan buruk bu... Bisa saja pemikiran negatif ini jadi doa yg diijabah Allah. Allah itu sejauh prasangka hambanya Bu Jum..." Martini mulai malas meladeni Juminten.

"Buat saya siapapun presidennya saya juga tetep gini-gini saja. Status saya tetep ibu rumah tangga gak mungkin berubah jadi ibu kota apalagi ibu negara.. " Kilah Martini

"Kalau ibu mau jadi ibu negara, monggo silahkan tinggalkan kewajiban di rumah dan berangkat ayas nama jihad."

"Loh kowe iki yokpo se, dijak jihad kug gak gelem?!"

(Kamu itu bagaimana? Diajak jihad kug tidak mau?!)

"Bukan gak mau bu, kalau yg diperangi masih saudara sendiri buat apa?..."

"Kug kayak kucing kerah (gelut) ae..."

(Seperti kucing gelut saja...)



"Mending saya kerja, uangnya bisa dipakai sodakoh buat fakir miskin."

"Rakyat kita banyak yang miskin bu. Buat makan saja masih susah. Kalo Pak Prabowo itu orang kaya. Kalah nyapres masih bisa makan masih bisa nyapres pemilu kedepan. Buat apa saya jauh-jauh ke Jakarta ninggalin anak ma suami sementara mereka butuh saya disini?!"

Martini nyelonong kesal meninggalkan Bu Juminten yang tengah mencibirkan bibirnya. Mata Juminten mendelik tidak suka. Sementara itu beberapa ibu di dalam bus ada yang jekikikan. Beberapa ibu lain berdiri meninggalkan kursi mereka.

"Yokpo tho mbak Martini iku. Koyok2 ae sembahyange tekun, ngaji e sip. Bareng dijak jihad ae ora gelem..."

(Bagaiman sih Mbak Martini itu? Sepertinya sholat tekun, ngaji juga sip. Begitu diajak jihad nggak mau)

"Loh, ibu-ibu mau kemana?..." ucap Bu Jumimten penasaran terhadap ibu-ibu yang satu persatu turun dari bis.

"Saya gk jadi ikut jihad bu, saya mau masak saja di rumah." kata salah satu ibu Ana

"Iya, bu kita juga..." kata ibu Laila diikuti anggukan ibu-ibu yang lain.

Hampir separoh dari isi bus pergi meninggalkan rombongan. Mereka sadar bahwa kewajiban mereka sebenarnya adalah mengurusi keluarga.

Ibu Juminten hanya melongo mendapati bus hanya berisi lima orang saja.

???$?$?@&++$%%%

Ngajak jihad kug ngeyel...



Sumber Gambar:

https://m.liputan6.com/tekno/read/39...ganet-terenyuh