Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

eyasserAvatar border
TS
eyasser
Setahun Tragedi Bom Bunuh Diri Surabaya Berlalu, Begini Nasib Anak-anak Pelaku
Setahun Tragedi Bom Bunuh Diri Surabaya Berlalu, Begini Nasib Anak-anak Pelaku

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Setahun silam, tepatnya 13 Mei 2018, rangkaian tragedi bom mengguncang kota Surabaya. 
Setahun berlalu, masih ada hal yang tertinggal dari tragedi perih tersebut.

Dalam peristiwa pengeboman di Mapolrestabes Surabaya pada 13 Mei 2018 itu, Tri Murtiono-Tri Ernawati beserta dua anak laki-lakinya tewas di lokasi.
Sedangkan anak perempuannya yang saat itu masih berusia 7 tahun, berhasil diselamatkan.

Anak perempuan malang itu kini dirawat di tempat rehabilitasi di bawah pengawasan kementerian sosial bersama enam anak bomber lainnya.

Menurut Kukuh Santoso, keluarga almarhum Tri Ernawati masih begitu terpukul atas kejadian bom bunuh diri.
Hal ini yang diduga membuat keluarga menutup diri.
"Kejadian itu (bom bunuh diri) masih membekas di benak keluarga. Setiap ada orang atau wartawan yang mencari informasi terkait hal itu, pasti bakal ditolak," ujarnya.

Kukuh menegaskan, warga dan keluarga Tri Ernawati berhubungan baik.
Warga tetap merangkul mereka dan tak pernah menjauhi, meski anggota keluarganya menjadi teroris.
"Warga tidak mendiskriminasi dan tak membeda-bedakan. Entah itu mantan napi ataupun keluarga teroris. Semua kami rangkul," tegasnya.

Keluarga Tri Ernawati juga masih aktif di sejumlah kegiatan lingkungan (RT).  
Mereka juga kerap berbaur dengan warga lain.
Keakraban antara keluarga Tri Ernawati dengan warga begitu kental.
"Mereka masih aktif di kegiatan RT. Setiap kali kami undang di kegiatan ke-RTan mereka pasti hadir," ucapnya.

Terkait rencana kemensos yang akan mengembalikan anak pasangan Tri Ernawati- Tri Murtiono yang selamat dari peristiwa bom bunuh diri ke lingkungan masyarakat, Kukuh menjamin bila warga bakal menerima anak tersebut.

"Warga akan menerima dengan baik. Kami juga akan turut menjaganya. Dia masih kecil, dia tidak salah dan tak tahu apa-apa. Saya beberapa hari mendengar soal kabar ini. Pihak dinas sosial maupun kepolisian juga pernah datang ke sini untuk menanyakan persiapan keluarga terkait bakal kembalinya anak tersebut," jelasnya.

Ditanya soal respons keluarga terkait rencana tersebut, Kukuh tak tahu-menahu.


Sebab, hal itu merupakan masalah internal keluarga.

"Soal respons, saya tidak tahu. Karena bukan ranah saya. Tetapi yang jelas warga menerima anak tersebut," terangnya.

Usai menemui Kukuh Santoso, Harian Surya sempat mampir ke rumah keluarga Tri Ernawati.  

Namun, benar kata Kukuh, keluarga tersebut sangat tertutup jika berhadapan dengan wartawan.

Harian Surya bertemu dengan kakak pertama Tri Ernawati, berinisial B yang usianya sekitar (52).

Saat ditanya soal kabar ini, B tak banyak bicara.

Dia juga mengatakan, tak tahu-menahu soal kabar kembalinya anak Tri Ernawati.

Tetapi, bila anak tersebut benar dikembalikan ke keluarga, dirinya akan menerimanya.

"Saya tidak tahu kabar itu. Bila dikembalikan kami akan menerima dan merawatnya," pungkasnya.

Sementara itu, anak-anak pasangan Anton Febrianto (47)- Puspitasari (47), juga termasuk yang dirawat kemensos.

Saat itu, tepatnya pada 13 Mei 2018, bom yang disiapkan untuk bunuh diri itu tiba-tiba  meledak kamar nomor 2 Blok B lantai 5 Rusunawa Wonocolo, Taman, Sepanjang, Kabupaten Sidoarjo.

Dalam peristiwa itu pasangan Anton Febrianto-Puspitasari dan seorang anaknya tewas terkena ledakan bom ransel. Sedangkan tiga anak Anton berhasil diselamatkan.

Butuh keluarga

Direktur Rehabilitasi Anak Kementerian Sosial (Kemensos) Kanya Eka Santi mengatakan,  tujuh anak pelaku bom Surabaya terdiri dari empat anak perempuan dan tiga anak laki-laki yang usianya bervariatif mulai dari 7 tahun, 8 tahun, 10 tahun, 13 tahun dan 14  tahun.

Mereka telah diasuh Kemensos selama 12 bulan.

Mereka selalu didampingi petugas bersama neneknya lantaran anak-anak membutuhkan sosok kehadiran keluarga.

"Karena orangtuanya sudah meninggal maka dari itu kami menghadirkan neneknya dari awal pengasuhan di Kemensos," ujar Kanya Eka Santi.

Kanya menjelaskan, sebetulnya upaya Kemensos melalui rehabilitasi sosial adalah usaha yang dilakukannya  secepat mungkin untuk mengembalikan anak pada keluarga dan komunitas lingkungannya.

Meski demikian, masalahnya komunitas di mana anak-anak ini tinggal itu juga belum sepenuhnya menerima. 

Sehingga pihaknya khawatir potensi akan ada masalah baru.

Sejauh ini, pihaknya sudah melakukan pendekatan, apalagi melihat Pemprov Jatim juga mampu untuk bekerja sama dengan sangat baik untuk bisa memastikan ini.

"Saya pikir harus segera mungkin dikembalikan, karena dari sisi perkembangan mereka sejauh ini sudah bisa beradaptasi dengan baik," ungkapnya.

Dia memaparkan, mereka sudah beradaptasi secara baik artinya kehidupan sehari-hari anak-anak tersebut yang tadinya mengalami guncangan secara psikologis dan juga secara sosial, mereka juga mengalami hambatan untuk berinteraksi dengan anak-anak lainnya, sekarang berangsur-angsur sudah membaik.

Bahkan pemikiran atau mindset mereka terhadap kebangsaan misalnya Pancasila sudah mulai membaik.

Selain itu, mindset terhadap aparat juga membaik.

"Mereka sudah membaur dengan teman-teman sebayanya. Tadinya kan mereka menyendiri,  karena mereka lebih banyak berpikir tentang masuk surga dan lainnya seperti itu ya. Dan ada anak yang kecil itu juga selalu menangis, tapi sekarang sangat adaptif. Dan terutama itu membantu karena ada neneknya itu," bebernya.

Kanya menjelaskan, memang ada beberapa anak yang juga selalu membayangkan teman-teman temannya sudah di surga.

"Tapi kita melakukan terapi psikososial yang diupayakan untuk mengubah mindset, feeling mereka sekaligus mengubah perilaku mereka sehingga bisa sejalan ketiga aspek itu," terangnya.

Dikatakannya, ketika mindset berubah maka feeling mereka harus berubah dan juga perilakunya.

Perilakunya bisa ditunjukkan dengan bagaimana mereka mau bermain dengan teman-temannya dan menganggap aparat itu sesorang bukan musuh misalnya. Itu merupakan perubahan yang komprehensif.

"Jadi memang butuh waktu yang lama tetapi perubahan ini sangat terasa. Misalnya, dari gambar mereka saja kami juga ada menggambar dari misalnya ada gambar senapan dan penggunaan warna yang buram, sekarang mereka sudah bisa menggambar grup sepak bola kesayangannya  dan pilihan warnanya juga lebih cerah. Itu menunjukkan ada perubahan dari warna buram jadi senjata itu yang ada dipikiran kan jadi sudah berbuah," ungkap Kanya.

Ditambahkannya, pihaknya bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Psikologi Universitas Indonesia (UI) untuk mengubah mindset negatif yang sudah mengakar pada diri anak tersebut.

Adapun prosesnya ada beberapa langkah oleh pekerja sosial dan para psikolog dimulai dengan mengajak mereka bermain, mengajak mereka ke dunianya. Karena tidak bisa pihaknya melakukan konfrontasi bahwa itu salah, tapi kemudian memberikan contoh-contoh yang bisa dimaknai oleh mereka. 

"Misalnya, memberikan pembanding-pembanding untuk usia standar mereka bahwa paham apapun perbuatan yang dilakukan sepanjang bisa masuk surga itu dikonfrontir dengan cara soft," jelasnya.(don/nen).

Sumber: http://www.tribunnews.com/regional/2...-pelaku?page=4

================================================


Ustadz Somad: Jangan katakan bom bunuh diri... tapi katakan harakah istisyhadiyah (gerakan mati syahid)




Diubah oleh eyasser 14-05-2019 09:10
tiwer
hawk
petani.syusyu
petani.syusyu dan 2 lainnya memberi reputasi
3
3K
30
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.