Jika Sista semua ingin menjadi Ratu, maka tinggallah di Tarim. Ya, di Tarim, yaitu sebuah kota yang ada di Provinsi Hadramaut, Yaman.

Di sini semua wanita diperlakukan bak seorang Ratu. Misalnya, jika pada sebuah antrean ada seorang wanita, maka semua pria akan menyingkir tanpa diberi aba-aba, demi untuk memprioritaskannya. Dan semua mata pria menunduk, tak ada yang berani memandangnya, meski wanita itu memakai kain yang menutup wajahnya.



Yah, begitulah sekilas gambaran kehidupan wanita di kota Tarim. Karena itu, wajar saja wanita di sana tak pernah sedikit pun menyuarakan yang namanya emansipasi, apalagi membicarakan isu-isu kesetaraan gender. Buat apalagi mereka meminta disejajarkan dengan pria, sedangkan mereka sudah dihormati dengan begitu mulianya.

Wanita Tarim sudah terbiasa sejak kecil hidup dalam lingkungan yang agamis. Hidupnya dipenuhi hadir di majlis ilmu. Masa kecil mereka hanya digunakan untuk belajar, terutama mempelajari Alquran, menghafalnya dan mengamalkan isinya.

Di samping itu, orang tua mereka juga sangat memperhatikan pendidikan akhlak yang mulia.

Dalam kehidupan sosial, wanita Tarim lebih banyak tinggal di rumah, terutama setelah mencapai usia dewasa (baligh). Mereka hampir tidak mengenal Trend Fashion dan Lifestyle. Bukan karena mereka hidup di bawah garis kemiskinan, gaptek, hidup terisolir, atau tak ada media informasi, melainkan karena mereka lebih mementingkan urusan ilmu dan amal, serta akhlak.

Mereka hampir tidak pernah memandang laki-laki yang bukan muhrimnya. Apabila orang tua menganggapnya sudah layak untuk berumah tangga, maka orang tua akan mencarikan jodoh untuknya, dan menikahkannya dengannya. Tak sedikit pun sang wanita protes apalagi menolak jodoh pilihan orang tua.

Dalam kehidupan rumah tangga, wanita Tarim tidak bersifat cerewet apalagi suka ngambek terhadap suaminya. Begitu juga dengan para suami, akan mengimbangi sikap mereka dengan tidak akan merepotkan isteri.

Jika ada kebutuhan rumah tangga yang perlu dibeli, seperti beras, atau kebutuhan pokok lainnya, sang istri tidak akan langsung bilang, “Ini habis, itu habis.”

Mereka begitu takut kalau sang suami sedang tak punya uang, sedang sibuk, atau mau istirahat. Tapi mereka hanya meletakkan wadah beras yang kosong di tempat yang mudah terlihat oleh suami. Sang suami langsung tanggap kalau sudah melihat wadah yang kosong itu, meski wadah itu tidak bicara. Selain itu, para suami juga biasanya sangat tanggap dengan keperluan dapur, sehingga tanpa diminta akan membeli ikan, sayur mayur, dan sebagainya.



Meski demikian, untuk urusan kewanitaan sang istri sendiri yang akan pergi ke pasar untuk membeli keperluannya. Itu pun akan ditemani oleh perempuan lain atau muhrimnya. Misalnya membeli pakaian, perhiasan, make up, dan sebagainya.

Dalam urusan kamar, wanita Tarim adalah penghias dan pendekor kamar yang terbaik.

Kamar tidur selalu dibuat harum wangi, rapi, dan indah, sehingga sang suami semakin betah tinggal di rumah.

Begitu juga pakaian yang akan digunakan suami untuk tidur, selalu diberi wewangian yang akan membangkitkan suasana romantis serta menambahkan kasih sayang.



Andai ada sesuatu yang membuat istri marah atau kesal, tak sedikitpun wanita Tarim berani meninggikan suaranya apalagi berkata kasar kepada suaminya.

Mereka tidak pernah menunjukkan sikap marah atau memperlihatkan rasa cemburu. Jika mereka sedang kesal, maka mereka akan menangis dan mengadu kepada suaminya dengan nada yang lirih dan menghiba.

Para suami mereka juga bersikap begitu. Mereka tidak pernah marah apalagi menyakiti istrinya.

Suami istri tak pernah bertengkar apalagi berdebat dengan mulut. Jika suami merasakan sesuatu yang tidak disukainya atau membuatnya kesal, maka ia akan menuliskan sesuatu di atas kertas agar dibaca oleh istrinya dan terus pergi atau tidur. Kemudian sang istri akan membalas surat itu. Begitu seterusnya sampai akhirnya keduanya bisa berdamai dan saling memaafkan.



Nah, gimana Sista? Udah siap menjadi Ratu (di hatiku)?
***
Ref: Pratiwi
Bp
Foto-foto dari Google Search.