Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

renatakarimahAvatar border
TS
renatakarimah
Ini dia Bukti Kecurangan 02 di Hongkong
Fajar kurniawan Dan Istrinya lukita P kurniawan Adalah relawan prabowo-sandi 02.Istrinya Tergabung Dalam Komunitas Emak2 02. Dosen Politik dan Pemerintahan Unpad Bandung Muradi menilai kisruh pemilihan di Hongkong menjadi ujian bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menunjukkan komitmen jujur dan adil (jurdil) serta netralitasnya.

Menurut Muradi, kisruh tidak diakomodirnya ribuan WNI yang ingin menggunakan hak politiknya dalam pilpres di Hongkong menjadi sinyal negatif bagi pelaksanaan pilpres di dalam negeri pada 9 Juli 2014 mendatang.



"Ketidaksiapan dan ketidaksiagaan penyelenggara pemilu menjadi biang masalah dari kisruh tersebut. Peristiwa di Hongkong, memperkuat pesimisme publik bahwa penyelengggaraan pilpres ini tidak akan lebih baik dari penyelenggaraan pileg," jelas Muradi saat dihubungi dari Jakarta, Senin (7/7).

Menurutnya, ada tiga kondisi pesimisme publik akan penyelenggaraan pilpres yang lebih baik.

Pertama, ada kondisi ambigu dari penyelenggara pemilu, dimana penyelenggara berharap partisipasi publik meningkat, namun di sisi lain justru KPU tidak mengantisipasi gairah publik untuk memilih pemimpin baru dengan menyiapkan surat suara lebih banyak dengan durasi waktu yang lebih panjang.

"Saat ini partisipasi WNI jauh lebih tinggi karena figur Jokowi-JK menjadi magnet politik untuk datang ke TPS," kata Muradi.

Kedua, di Hongkong, sejumlah TKI mengaku ada teriakan dari panitia bahwa hanya yang akan mencoblos pasangan nomor urut 1 saja yang bisa masuk ke area TPS. Hal itu telah mencederai netralitas penyelenggaraan pemilu.

"Hal tersebut memberi sinyalemen bahwa bisa saja KPU dianggap telah terkontiminasi oleh dinamika politik dukung mendukung," ujarnya.



Ketiga, KPU secara institusi telah berlaku tidak adil terhadap publik pemilih. Diindikasikan dari kasus di Hongkong, dimana pembatasan waktu dan ketersediaan suara yang terbatas menjadi bumerang bagi efektifitas penyaluran hak politik warga negara. Padahal itu seharusnya difasilitasi oleh KPU sebagai penyelenggara pemilu.

"Berkaca pada hal tersebut, penyelanggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu di semua tingkatan harus dapat membuktikan kinerjanya agar lebih baik lagi. Bahwa masalah kisruh di Hongkong adalah bagian evaluasi yang serius dan diantisipasi agar tidak terulang pada saat penyelenggaraan pilpres 9 Juli mendatang," ujarnya.

Salah satu yang harus dipikirkan secara serius oleh penyelenggara pemilu, menurut Muradi, adalah bagaimana agar antusiasme publik untuk menyalurkan hak politiknya untuk memilih pemimpin baru tidak terjegal. Apalagi hingga mereka tak diberi hak memilih.

"Artinya butuh kesepakatan-kesepakatan yang bersifat situasional, salah satunya dengan memudahkan proses penyaluran hak politik tersebut dengan menyediakan kertas suara dan waktu yang lebih di tempat dimana memang pemilihnya telah hadir di TPS," jelasnya.




Spoiler for Sumber:



0
2.2K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.6KThread41.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.