swasta706Avatar border
TS
swasta706
CINTA DINA


Bagian 1

Dia ucapkan kalimat ijab kabul menjawab mbah yai yang mengakad nikahinya. Satu kalimat yang mendatangkan sosok makhluk yang bernama "istri" dalam hidupnya. Dia lirik sebentar pada dua saksi yang serentak bilang "sah". Mbah yai tersenyum. Semua orang yang berada di dalam masjid juga nampak lega. Acara sakral akad nikah selesai dengan lancar.

Apa yang dirasakan Dina sekarang? Bahagiakah? Terharukah? Atau yang lain. Dia pun tidak tahu. Yang dia tahu sekarang Dina berada bersama ibunya dan kerabat perempuannya. Menantinya di rumah. Menanti acara akad nikah di masjid selesai.

***

Kamar pengantin tampak bersih. Seprei, selimut, dan perlengkapan tidur juga kelihatan baru. Dina duduk di tepi ranjang. Menunduk. Seperti menantikan sesuatu. Terjadinya sesuatu. Dia sendiri duduk di kursi. Agak jauh dari ranjang. Lampu temaram. Suasana romantis bagi pengantin baru.

" Dina.. "

Dia memanggil. Pelan. Dina mendongakkan kepala. Memandangnya sebentar. Kemudian menunduk lagi.

" Kamu bahagia? "

Tanyanya.

Wajah manis Dina memerah. Tapi terlihat tersenyum.

" Sangat bahagia kang. "

Jawab Dina lirih. Kamar sepi. Jawaban Dina terdengar jelas di telinganya. Dia menghela nafas. Tidak melanjutkan perkataannya.

Entah berapa lama dia dan Dina membungkam. Sama-sama terdiamnya. Tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Terdengar gantian Dina yang menghela nafas. Kemudian dia menarik kakinya. Dinaikkan ke ranjang. Pelan-pelan. Dina beringsut dan merebahkan tubuhnya yang ramping. Miring membelakanginya. Menghadap tembok. Dia lihat tubuh Dina bergetar. Lama-lama semakin keras. Dina menangis. Tangis tanpa suara. Dina mungkin tahu, harapannya tidak akan terjadi malam ini. Entah kapan.

***

Dengan lagak apa boleh buat dia rebahkan juga tubuhnya di kursi panjang yang didudukinya. Teringat kembali saat bapaknya Dina menginginkannya sebagai menantu. Dia menolak. Beliau datang lagi. Dia menolak lagi. Beliau tidak menyerah. Untuk ketiga kalinya beliau datang. Malahan bersama mbah yai. Dia pun serba salah. Akhirnya dia menyerah. Dia terima Dina.

Sebenarnya dia suka Dina. Suka sifatnya. Sejak beliau membawa Dina silaturrahim untuk pertama kalinya, dia tahu Dina gadis baik. Sorot matanya berbinar. Tanpa ada kesan "nakal" di dalamnya. Sorot mata yang menunjukkan betapa berwarna hatinya. Cerianya hatinya. Ya begitulah. Saat itu dia sudah tahu maksud beliau. Biar dia melihat Dina. Dan Dina melihatnya.

Tapi saat beliau datang kedua kalinya tanpa Dina dan mengajak ibunya berbesanan, dia menolak. Bukan tanpa sebab. Dia sudah terbiasa sendiri. Mengekang perasaannya. Menawarkan hatinya. Ketenangan yang dia inginkan.

Dia lantas berpikir. Sifat Dina yang penuh keceriaan, pasti akan membuat ketenangan hatinya hilang. Akan membuat hatinya yang sudah tawar akan kembali penuh warna. Penuh rasa. Dan dia tidak ingin. Dia sudah terbiasa seperti ini. Dengan keadaan ini. Tapi karena mbah yai turut memaksa, mau bagaimana lagi. Dia mengalah.

***

Kokok ayam membangunkannya. Saking capeknya semalam dia ketiduran. Selimut dia lepaskan perlahan. Dia bangkit. Tapi dia tertegun. Dilihatnya selimut yang dilepaskan dari tubuhnya tadi. Semalam dia tidak pakai selimut. Dia lirik ranjang sebentar. Dina sudah tidak di situ. Bangun duluan. Dia pun berjalan pelan. Ke kamar mandi.

Dia duduk terdiam di ruang tengah. Dia memang suka sendiri. Suka kesunyian. Didengarnya suara orang sibuk di dapur. Ibunya memasak. Mungkin Dina juga di sana. Tapi biarlah. Urusan mereka.

Terdengar suara langkah kaki menuju ke arahnya. pelan. Dina muncul dari dapur. Membawa nampan. Dengan secangkir kopi di atasnya. Tanpa ada lainnya. Mungkin ibunya sudah memberi tahu Dina. Kesukaannya cuma kopi.

Dia dongakkan kepalanya. Dia lihat Dina mendekat ke arahnya sambil menunduk. Entah bagaimana perasaan Dina. Tapi wajah Dina tetap cerah. Kejadian semalam mungkin telah dilupakannya. Dina membungkuk meletakkan kopi di meja dengan perlahan. Sopan. Adab istri pada suami dipraktekkannya.

" Kopinya kang.. "

Suara Dina tetap lirih. Mungkin belum terbiasa dengannya. Tapi kerling matanya mulai menyapu ke arahnya. Walau sebentar.

" Makasih Din.. "

Dina tersenyum.

" Boleh duduk di sini kang? "

Dina memberanikan diri. Mungkin ibunya yang menyuruh menemaninya. Dia tersenyum. Dina duduk di kursi paling jauh darinya.

***

" Emm.. Maafkan kelakuan Dina semalam ya kang. "

Dia Tersenyum. Yang seharusnya minta maaf itu siapa. Entahlah.

" Dina tahu belum berada di hati kamu kang. "

Dina menghela nafas sebentar.

" Tapi Dina yakin. Dina pasti bisa. "

Senyum Dina merekah. Dina memandang ke arahnya sebentar. Kemudian menunduk. Dina sudah jadi dirinya sendiri lagi. Yang penuh warna.

" Semalam Dina nangisnya cuman sebentar kok kang. "

Dina tertawa kecil. Laksana mentari di pagi hari. Menghangatkan hatinya.
Dia tertegun. Cepat-cepat dia tahan rasa hangat itu. Tangannya meraih cangkir kopi. Meminum sedikit.

" Enak kopinya. Buatan kamu? "

Dia memencarkan perhatiannya ke kopi. Agar rasa hangat itu terkendali. Tidak menguasai hati. Rasa hangat sebagai reaksi atas hangatnya hati Dina. Yang ditujukan padanya. Lewat perhatiannya. Dina tersenyum melihat kecanggungannya

" Iya kang.. "

Tiba-tiba Dina berdiri. Berjalan cepat-cepat masuk ke dapur. Tidak lupa membawa nampan kopi yang dibawanya tadi. Terdengar suara cekikikan di dapur. Entah Dina cerita apa pada ibunya. Biarlah. Wanita memang seperti itu. Perkara sepele pun bisa jadi bahan obrolan yang mengasyikkan.

Bersambung..
Diubah oleh swasta706 02-09-2018 09:37
lutphy
lutphy memberi reputasi
4
3.5K
44
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.