Politik uang atau dikenal dengan istilah serangan fajar bukanlah hal baru.
Politik uang adalah pemberian uang tunai secara langsung kepada calon pemilih dengan syarat agar memilih calon tertentu. Fenomena ini terjadi pada masa-masa kampanye atau menjelang pencoblosan. Walaupun termasuk pelanggaran, tak sedikit masyarakat yang mau menerima pemberian uang.
Karena hal ini sudah terjadi berulang kali, banyak masyarakat justru merasa bahwa ini adalah rejeki musiman yang sayang untuk di tolak.
Melihat fenomena politik uang tentu saja kita merasa miris, karena praktek ini akan mencederai demokrasi. Tujuan demokrasi yang harusnya melayani rakyat banyak, malah beralih melayani pemilik modal.
Tentu saja kita bertanya-tanya kenapa serangan fajar terus terjadi?
Ada beberapa hal penyebab kenapa praktek ini masih terus terjadi.
Spoiler for 1. Lemahnya mata hukum:
Masyarakat akan takut untuk melanggar hukum jika mata hukum ada dimana-mana.
Sama seperti di lampu merah, pengendara akan takut untuk menerobos jika ada pakpol yang mengatur alur lalu lintas. Sebaliknya, banyak juga masyarakat yang akan menerobos jika pakpol tidak ada disana.
Ini sama hal-nya dengan kasus politik uang, jika mata hukum ada disana pastinya si pelanggar akan takut.
Sebenarnya pelanggaran hukum bisa di minimalisir jika masyakarat dan penegak hukum membangun komitmen kuat untuk patuh terhadap hukum. Namun, Indonesia masih jauh dari titik itu. Baik masyarakat maupun penegak hukum masih menggunakan celah-celah hukum untuk melayani kepentingan mereka masing-masing.
Spoiler for 2. Politik Uang di sebabkan Penegak Hukum yang tidak Berintegritas:
Integritas penegak hukum akan menentukan tegak/robohnya sistem hukum di negara kita.
Untuk memastikan sistem hukum terjaga, kita membutuhkan aparatur penegak hukum yang berintegritas, tidak bisa di suap, tidak bisa di beli.
Tentu saja pengawasan dari semua pihak sangat di butuhkan. Walau bagaimanapun, penegak hukum juga manusia yang tak luput dari khilaf dan salah.
Spoiler for 3. Politik uang menandakan Persaingan yang tidak sehat sesama calon:
Pemilu adalah persaingan antar kandidat/calon untuk memikat hati calon pemilih.
Tentu saja ada kandidat yang populer, ada juga kandidat yang masih baru sehingg tidak di kenal rakyat. Salah satu cara paling cepat untuk mendapatkan suara rakyat adalah dengan memberikan mereka uang. Para calon pasti sadar hal ini makanya mereka tidak segan untuk memberikan uang kepada rakyat dengan syarat harus memilih mereka. Inilah salah satu persaingan yang tidak sehat.
Ada juga calon yang sudah populer namun kurang percaya diri karena ketidak pastian untuk menang. Untuk memastikan kemenangannya, dia tidak ragu-ragu untuk mengeluarkan uang miliaran dan di bagikan kepada masyarakat secara diam-diam.
Spoiler for 4. menandakan rendahnya kesadaran dan kepedulian masyarakat:
Terjadinya Politik uang tidak lepas dari keterlibatan masyarakat. Justru masyarakatlah yang menjadi juru kunci untuk menentukan ada/tidaknya politik uang.
Yang di sasar politik uang adalah rakyat kecil, dari kalangan ekonomi yang kurang mampu. Uang 100 ribu adalah nilai yang besar untuk mereka, sehingga mereka justru senang di beri uang hanya untuk mencoblos saja.
Yang membuat miris adalah masyakarakat yang tidak tau dampak buruk dari politik uang.
Masyarakat semakin tidak peduli dan memilih golput jika tidak di beri uang. Sebenarnya ini terjadi karena masyarakat tidak merasakan kehadiran negara untuk membantu hidup mereka. Muncullah pemikiran di masyarakat bahwa percuma saja mencoblos, toh hidup akan begini-begini saja. Akibatnya masyarakat dengan mudah menerima uang, mencoblos si pemberi dan siklus itu terus berjalan.
Politik uang sudah mencederai kehidupan demokrasi kita. Sudah saatnya politik ini di berantas, untuk menciptakan birokrasi dan sistem pemerintahan yang bersih.