Amien Rais Serukan People Power, Pengamat: Politik Pecah Belah Bangsa
Jakarta - Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi, Amien Rais menyerukan pengerahan people power bila pemilu curang. Hal ini dinilai telah melenceng dari konstitusi Indonesia. Sebab, UUD 1945 telah memberikan sarana keberatan hasil pemilu, yaitu ke MK.
"Janganlah kita keluar dari trayek konstitusi. Amien Rais ini kadang-kadang merusak juga," kata pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (2/4/2019).
Dalam konstitusi atau aturan hukum yang berlaku di Indonesia, apabila salah satu pihak merasa tidak puas atas hasil pemilu, langkah yang tepat adalah melakukan jalur hukum di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Pangi, apa yang disampaikan Amien Rais dapat berpotensi memecah belah bangsa Indonesia. Padahal konstitusi sudah mengatur soal adanya sengketa pemilu.
"Silakan Amin Rais tidak percaya sama MK. Namun jangan buat negara kita chaos atau menggunakan politik pecah belah," ujar Pangi.
Sebelumnya, Waketum PAN Bara Hasibuan juga terang-terangan menentang rencana Amien Rais yang memilih people power ketimbang mengajukan gugatan ke MK andai ada kecurangan di Pilpres 2019.
"Apalagi nanti akan ada international observers yang melalukan monitoring. Ide people power dalam konteks sengketa pemilu juga sama saja dengan melecehkan prinsip rule of law karena UU Pemilu mengatur mekanisme sengketa lewat jalur MK," ucap Bara.
Post Power Syndrome
======== Selamat Datang Di Trit n4z1========
Quote:
People Power.
People Power atau Kekuatan Massa yang sangat besar bisa bergerak dengan sendirinya jika pada kenyataannya massa yang besar itu memang menginginkan perubahan. Pemaksaan perubahan itu bisa terjadi jika memang sebuah rezim represif terhadap demo, pembungkaman suara yang kritis di masyarakat, penangkapan tanpa payung hukum dan pengadilan, ataupun pembunuhan aktivis.
Siapa yang berhak menggerakkan People Power? Bisa siapa aja. Entah itu politikus, aktivis, bahkan akademisi dan orang awam sekalipun. Asal dia didukung oleh massa yang besar dan diinginkan oleh seluruh rakyat, maka itu tidak mustahil terjadi.
Diantara penggerak dan pencetus ini bisa dari kalangan tentara atau sipil. Bisa dari pihak yang memang bertindak atas nama rakyat, bisa juga bertindak atas nama syahwat kekuasaan. Bisa karena didukung rakyat, bisa juga karena dukungan pihak luar yang menjalankan proxy war melalui seorang tokoh.
Menilik dari cetusan seorang Amien Rais yang mengancam akan menggerakjan People Power, bisalah kita menilai secara kasat mata, apa yang mendasari niatnya tersebut.
Sengketa Pilpres berujung di Mahkamah Konstitusi. Lembaga itu ada untuk menyelesaikan sebuah kasus besar secara adil. Jadi jika sebuah sengketa Pilpres pada akhirnya akan dilampiaskan pada sebuah provokasi People Power, maka pencetusnya jelas tidak paham hukum dan UU. Siapapun dia, mau orang biasa atau profesor sekalipun.
Bila kita melihat seringnya sebuah kubu melontarkan ancaman, hoax, fitnah, dan serangan membabi buta terhadap kubu lain, kita seharusnya bisa memahami kenapa mereka berbuat seperti itu.
Dalam kehidupan seseorang, bisa saja dia dimasa lalunya pernah jadi orang yang terpandang, dihormati, dikagumi. Seiring berjalannya waktu, dia lengser karena usia, purna tugas. Bisa juga karena sebuah kasus yang memaksa dia harus melepaskan jabatannya. Nah disinilah ada perbedaan mendasar antara seseorang dengan orang lain.
Ada orang yang merasa pernah jadi orang yang dihormati, dikagumi, merasa penting, meskipun mungkin hal itu cuma halusinasinya. Merasa besar karena sebuah gelar yang bisa jadi kosong melompong tanpa isi, cuma mendompleng sebuah peristiwa besar. Nah giliran tidak laku lagi, dia tetap ingin dihormati, dihargai, karena pernah merasa besar. Ini yang disebut Post Power SyndromeApakah ini penyakit? Iya. Ini penyakit kejiwaan. Penyakit ini banyak menghinggapi orang, baik dari militer maupun sipil. Merasa masih punya kekuasaan. Lantas apa yang harus dilakukan orang lain? Orang PPS ini harus disadarkan, diingatkan. Kalau dia tetap keukeuh, lupakan! Orang-orang seperti ini merasa bakal hidup abadi tak akan pernah bisa mati.
Dilain pihak, ada sebagian orang yang merasa kecewa, marah, kesal, hingga menggumpal menjadi satu. Dan kemarahannya itu dipendam hingga bertahun-tahun. Sampai pada suatu ketika dia punya kesempatan untuk membalas orang-orang yang dianggap telah menghancurkan hidupnya. Lalu dia berkumpul dengan orang-orang senasib. Jadilah mereka BSH atau Barisan Sakit Hati.
Dan ketika seseorang yang mengidap penyakit PPS berkumpul dengan para BSH, maka yang ada adalah kekacauan. Mereka tak akan pernah bisa hidup tenang. Bahkan kalau bisa, penyakit ini dibawa sampai mati, masuk liang lahat!
Jadilah mereka sebagai manusia setengah kampret. Melihat segalanya serba terbalik. Baik bagi orang lain, buruk bagi mereka. Orang lain tertawa, bagi dia mengejek. Dan mengejek orang lain bagi dia adalah lelucon!
Ucapan-ucapannya makin sulit diterima nalar. Bahkan seorang sarjana bisa dianggap dewa, lebih tinggi ilmunya dibanding profesor. Dan menghambalah mereka kepadanya. Makin parah lagi, Ulama tak dianggap, orang tidak jelas ilmunya dianggap Ulama. Ulama yang menyebar damai dimusuhi dan dicap kafir, tapi Ulama yang suka menyebar fitnah, memprovokasi, dipandang sebagai kepanjangan tangan Allah.
Jelas terlihat bahwa Pilpres 2019 ini adalah pertarungan antara kaum welas asih dengan kaum emosional.Pertarungan antara kelompok PPS dan BSH dengan kelompok Legowo. Pertarungan antara cita-cita nyata dengan cita-cita tersembunyi.
Lantas apakah People Power akan didukung?
Ah, itu cuma isapan jempol. Gertakan kosong. Kenapa hal itu hanya dianggap gertakan dan bualan?
Begini :
Alkisah dulu dimasa Reformasi, ada seorang tokoh yang Sekuler, didikan Barat, menginginkan Indonesia jadi negara Federal atau Serikat seperti USA. Nah, tokoh ini mengancam sebuah pemimpin rezim dengan ancaman akan mengumpulkan 1 juta massa. Dan pada saatnya tiba, massa yang terprovokasi telah bersiap. Tapi sang tokoh menghilang entah kemana. Tidak kelihatan ujudnya.
Jadi? Simpulkan saja sendiri.
Yang jelas, jika ada sebuah kelompok membuat People Power dan berniat menggulingkan pemerintahan yang sah, maka itu adalah pemberontakan. Dan pemberontakan harus ditumpas. Dengan catatan, rakyat yang berdiri dibelakang pemerintah, lebih besar dari massa yang memberontak. Kalau tidak segera ditumpas, maka ini akan menjadi perang saudara. Konflik horisontal akan tercipta.
Lantas siapa yang paling bertanggungjawab harus ditumpas? Ya yang mencetuskan People Power.
Begitulah.