- Beranda
- Berita dan Politik
Penetapan Tarif MRT Berbuntut, Jangan Malah Masyarakat Tetap Naik Motor
...
TS
goahraesa
Penetapan Tarif MRT Berbuntut, Jangan Malah Masyarakat Tetap Naik Motor
Quote:
Redaktur: Muhammad Izzul Mutho
5 jam yang lalu
[url=[removed]window.open('http://www.facebook.com/sharer.php?u=https://www.indopos.co.id/read/2019/03/29/169903/penetapan-tarif-mrt-berbuntut-jangan-malah-masyarakat-tetap-naik-motor', 'share facebook',][/url]https://www.indopos.co.id/read/2019/03/29/169903/penetapan-tarif-mrt-berbuntut-jangan-malah-masyarakat-tetap-naik-motor[url=[removed]window.open('https://twitter.com/share?url=https://www.indopos.co.id/read/2019/03/29/169903/penetapan-tarif-mrt-berbuntut-jangan-malah-masyarakat-tetap-naik-motor&text=Penetapan Tarif MRT Berbuntut, Jangan Malah Masyarakat Tetap Naik][/url]
INDOPOS.CO.ID- Penetapan tarif moda raya terpadu (MRT) Jakarta berbuntut. Sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta mengkritik keputusan tarif MRT Jakarta yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi pada Selasa (26/3/2019).
Anggota DPRD DKI Jakarta Bestari Barus mengaku kecewa dengan penetapan tarif MRT Jakarta yang dilakukan ketua DPRD DKI bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Ia menilai keputusan yang diambil oleh Prasetio bukan keputusan kolektif anggota dewan. Yang secara sepihak bersepakat menetapkan tarif MRT Jakarta. “Kita tidak pernah memberikan kewenangan kepada Pak Prasetio untuk mewakili kami,” ujar Bestari di Jakarta, Jumat (28/3/2019).
Sebelumnya, Bestari Barus mengaku tak tahu soal ketua DPRD DKI. Dia menyatakan tak mendapat undangan kegiatan itu. "Saya tidak tahu dan tidak ada surat undangan sama sekali," kata Bestari, pada wartawan, Rabu (27/3/2019) malam.
Itu disampaikan Bestari menanggapi ucapan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang menyatakan Prasetio telah mengumpulkan ketua-ketua fraksi di DPRD DKI untuk membahas tarif MRT. Menurut Bestari, agenda tersebut harusnya dibahas dalam rapat resmi yang dijadwalkan sekretaris dewan.
Hal yang sama diungkapkan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik. Ia menilai, lobi dan negosiasi yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi tak sesuai prosedur. Seharusnya, menurut Taufik, hasil kesepakatan dibawa ke rapat pimpinan (Rapim) lagi. “Kan prosesnya seperti itu. Harusnya dibawa ke rapim lagi kesepakatan itu,” ujarnya.
Ia menegaskan, semestinya keputusan pada rapat pimpinan gabungan (rapimgab) tidak seenaknya diubah. Pasalnya keputusan itu diambil dalam rapimgab. Apabila ada perubahan, dikatakan Taufik, harus ada mekanisme yang harus dilalui. “Main ganti keputusan itu tidak bisa, harus ada prosedurnya,” tegasnya.
Saat ini, ia hanya menginginkan pembahasan tarif MRT dikembalikan dalam rapimgab. Sebab, ia khawatir penetapan tarif tersebut akan berdampak pada legalitas keputusan.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas juga menyoal. Dia menilai tarif MRT yang disepakati Gubernur Anies Baswedan dan ketua DPRD DKI dinilai belum resmi. Sebab, kesepakatan itu tidak diputuskan melalui rapat pimpinan gabungan. "Penetapan tarif belum resmi, karena diputuskan sepihak. Harus ada rapimgab ulang soal penetapan tarif MRT," katanya saat dihubungi, Kamis (28/3/2019).
Hasbiallah mengatakan, penetapan tarif MRT tak bisa disebut ilegal. Karena selain Anies dan Prasetio juga dihadiri beberapa anggota DPRD lainnya. "Penetapan tarif belum resmi karena juga tidak ada notulennya. Makanya harus digelar rapimgab ulang sebelum 1 April," imbuhnya.
Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta Ruddin Akbar Lubis juga protes. Menurutnya, Prasetio sudah bersikap arogan karena memutuskan tarif MRT tanpa melibatkan anggota DPRD lainnya. "Harusnya usulan tarif dari Pemprov DKI dibawa lagi dalam rapimgab. Bukan diputuskan sendiri dalam rapat tertutup dengan Gubernur," kata Ruddin.
Dia juga mempertanyakan motivasi Prasetio menyetujui usulan tarif dari Pemprov DKI. "Padahal dalam rapimgab, dia sudah mengetok palu bahwa tarif MRT yang ditetapkan rata-rata Rp 8.500," ujar Ruddin.
Ruddin menilai, perubahan penetapan tarif sepihak yang dilakukan Prasetio menunjukkan bahwa dia tidak konsisten dan tidak menghormati hasil rapimgab DPRD DKI Jakarta pada Senin (25/3/2019).
Di tempat terpisah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan enggan berkomentar banyak. Ia mengatakan, tidak ingin berpolemik terkait penetapan tarif MRT yang ia lakukan bersama Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi. “Saya nggak mau berpolemik soal penetapan itu,” ujarnya.
Terkait adanya keinginan masyarakat untuk melakukan gugatan tarif MRT Jakarta yang dibuat Selasa (26/3/2019), Anies enggan berkomentar jauh. “Saya tidak mau menanggapi itu,” ucapnya.
Kepala Bidang Perekonomian DKI Jakarta Sri Hartati menambahkan, besaran tarif MRT Jakarta sesuai dengan tabel. Ia enggan berkomentar jauh terkait mekanisme penetapan tarif MRT Jakarta. “Ya pokoknya sesuai tabel,” ujarnya.
Pengamat perkotaan Nirwono Joga mengatakan, persoalan tarif dinilai lebih pada masalah politis. Tarif psikologis sebenarnya ada di Rp 5 ribu dari Lebak Bulus - Blok M atau Rp 10 ribu dari Lebak Bulus – HI. Ini dengan tujuan utama menarik minat masyarakat beralih ke MRT.
"Nanti bisa dievaluasi bulanan atau 3 atau 6 bulan ke depan. Angka seribu/kilometer hingga Rp 14 ribu Lebak Bulus - HI dapat membuat masyarakat enggan beralih ke MRT," katanya, Kamis (28/3/2019).
Ditambahkan, penetapan angka Rp 10 ribu bisa menjadi acuan segmentasi calon penumpang MRT yang ingin disasar sebagai target utama pada hari biasa atau kerja. Sedangkan pada akhir pekan bisa diberikan diskon bagi yang bepergian bersama keluarga. Intinya membiasakan diri dan keluarga menggunakan MRT.
"Integrasi tiket dan tarif dengan moda lain seperti bus Transjakarta, LRT, Jak Lingko juga harus dilakukan. Misal satu tiket satu harga dalam satu perjalanan sehingga memudahkan penumpang," sambungnya.
Adapun pengamat transportasi Aditya Dwi Laksana mengatakan, tarif MRT yang sudah diputuskan sangat mungkin dijalankan. Namun harus dievaluasi. Dia mencontohkan, jika penumpang MRT di bawah 65 ribu orang, maka harus dievaluasi.
Aditya menambahkan, tarif MRT Rp 14 ribu itu orang tak melulu naik MRT saja di Jakarta. Perjalanan masyarakat yang tinggal di Cinere dan sekitarnya menuju Lebak Bulus juga harus dipertimbangkan. "Kan ada yang harus naik angkutan umum dulu, kemudian ada yang naik Transjakarta dulu, kemudian naik Transjakarta lagi baru naik MRT," katanya, Kamis (28/3/2019).
Jadi, menurutnya, ongkos yang bisa dikeluarkan bisa Rp 21 ribu. Kalau sudah begitu, lebih baik orang naik motor sendiri atau menggunakan ojek daring. "Jadi oke, jika tarif MRT Rp 14 ribu, tapi terintegrasi moda lagi," urainya.
Dia melihat, masih dimungkinkan penyesuaian tarif MRT tersebut. Terjangkau atau tidak, terintegrasi antarmoda atau tidak, jika penumpangnya mencapai 100 ribu orang, subsidi tidak perlu ditambah. Jika sebaliknya, tarif bisa turun. "Saya tidak sependapat jika tarif MRT permanen," katanya.
Seperti halnya Transjakarta subsidinya Rp 3 triliun, tadinya tarif Transjakarta Rp 2 ribu menjadi Rp 3.500. Kalau MRT ini, sambungnya, baru pertama kali. Menurutnya, lebih baik diputus dulu berapa tarifnya, kemudian akhir 2019 bisa dievaluasi.
Menurutnya, ada sejumlah anggota DPRD DKI bilang tarif belum keputusan bersama. Oleh karena itu, lanjutnya, lakukan dulu keputusan bersama itu.
"Jangan nanti malah masyarakat tetap naik busway, motor sendiri. Soal tarif MRT ini jika berlarut-larut, tidak jadi dipastikan dan jika tarif subsidi dilakukan penuh, akan tarik menarik. Selama ada subsidi APBD, maka harus tepat sasaran, ked epan harus dipikirkan itu," tutupnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, tarif MRT Jakarta fase 1 rute Lebak Bulus- Bundaran HI yang diketok saat rapat gabungan pada Senin (25/3/2019) mengalami perubahan. Sebelumnya, setelah melalui pembahasan di DPRD DKI Jakarta beberapa waktu, Senin (25/3/2019) diputuskan angka tarif MRT dikunci Rp 8.500. Sedangkan light rail transit (LRT) Jakarta rute Velodrome, Rawamangun-Kelapa Gading diputuskan Rp 5 ribu. Tarif MRT fase 1 tersebut berlaku untuk jarak terjauh, yakni Bundaran HI ke Lebak Bulus dan sebaliknya.
Keputusan tersebut diambil dalam rapat gabungan yang dipimpin oleh Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. Hadir pada rapat tersebut Sekretaris Daerah (Sekda) Saefullah, masing-masing pimpinan fraksi, direktur PT MRT Jakarta, direktur PT LRT Jakarta, dan para stakeholder lainnya.
Namun, akhirnya, Kepala DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sepakat tarif MRT Jakarta sesuai jarak perjalanan. Kesepakatan tersebut diperoleh setelah Anies Baswedan menyambangi gedung DPRD DKI untuk melakukan lobi.
Anies Baswedan mengatakan, hasil dari pembahasan di ruang ketua DPRD, perhitungan tarif MRT Jakarta sesuai jumlah stasiun yang dilalui. Anies menuturkan, telah membuat tabel tarif MRT Jakarta tersebut. ’’Alhamdulillah kita sudah sepakati. Harga tarif MRT Jakarta sesuai tabel, perhitungannya sesuai stasiun yang dilalui,” ujar Anies di Jakarta, Selasa (26/3/2019).
Mantan menteri pendidikan dan kebudayaan tersebut menyebutkan, tarif MRT Jakarta dimulai dari Rp 3 ribu untuk stasiun yang sama. Kemudian, tiap kilometer ditambah Rp 1.000. Tarif terjauh dalam tabel yakni Rp 14 ribu dari Stasiun Lebak Bulus ke stasiun Bundaran HI.
Tabel tarif MRT Jakarta tersebut, menurut Anies, akan segera disosialisasikan sebelum MRT beroperasi pada 1 April mendatang. “Kita akan segera umumkan tabel tarif MRT Jakarta ini,” ucap Anies.
Menurut Anies, harga tarif MRT Jakarta akan ditetapkan melalui keputusan gubernur (kepgub). Kepgub tersebut saat ini masih pada tahap pembahasan. Anies menambahkan, tarif MRT Jakarta tidak flat. Jadi tarif MRT Jakarta tidak satu harga.“Jadi kesepakatan ini, tarif MRT sesuai dengan stasiun yang dilalui. Ada tabel tarifnya, jadi tarif ditentukan dari mana pengguna naik dan akan turun,” terangnya.
Anies menjelaskan, penetapan tarif MRT Jakarta menjadi rujukan tarif dalam jangka panjang. Pasalnya pengembangan fasilitas transportasi umum membutuhkan investasi dalam jangka panjang.“Kita contohkan tarif bus Transjakarta Rp 3.500 flat. Itu sejak 2004. Sampai sekarang 15 tahun tidak berubah. Tapi kalau kita bicara biaya terus berubah,” ungkapnya.
Sedangkan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi mengatakan, penetapan tarif MRT sebesar Rp 8.500 pada rapat gabungan yang ia pimpin pada Senin (25/3/2019) hanya salah paham. Ia hanya menilai usulan tarif MRT Jakarta dari Rp 3 ribu hingga Rp 14 ribu.’’Jadi ambil tengahnya, kemudian kita tetapkan tarif MRT Rp 8.500. Penyampaian kemarin juga salah,” katanya.
Beberapa waktu lalu, Pemprov DKI mengusulkan tarif MRT ke dewan untuk dibahas yakni rata-rata Rp 10 ribu dan tarif LRT Jakarta Rp 6 ribu. Dengan tarif MRT Jakarta sebesar Rp 10 ribu, maka subsidi yang digelontorkan per penumpang sebesar Rp 21.659 dengan total APBD yang dibutuhkan Rp 572 miliar. Sementara untuk LRT, tarif Rp 6 ribu akan menghasilkan subsidi Rp 35.655 per penumpang dengan kebutuhan APBD Rp 327 miliar per tahun. (nas/wok/ibl)
MRT kan emang buat pengguna mobil biar beralih.....pengguna motor pake busway yg lebih murah
0
1.8K
Kutip
21
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
670KThread•40.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru