Beberapa hari yang lalu aku (merasa) mendapat tugas untuk bikin tulisan dengan clue "Indonesia Tanpa Pacaran" dari salah satu temen group WA. Memang tidak ada keharusan untuk mengikuti itu, tapi karena tujuanku bergabung dengan group tersebut adalah untuk lebih mengenal dunia literasi, maka kuanggap ini sebagai tantangan meski aku (nulisnya) agak terlambat.
Tapi tak apalah ... daripada tidak sama sekali. Ya, kan?

Aku agak sedikit merasa aneh, kok tema yang diambil "Indonesia Tanpa Pacaran"? Padahal setahuku dia kan masih jomlo? Atau ...? Ah ... sudahlah! Aku sedang tak ingin mempersalahkan hal tersebut.

Setelah aku membaca sana sini, ternyata clue tersebut menurut pemikiranku ada kaitannya dengan gerakan "Indonesia Tanpa Pacaran" yang saat ini sedang hangat diperbincangkan dalam media sosial.

Dari beberapa media sosial yang sempat aku baca, gerakan "Indonesia Tanpa Pacaran" atau ITP dirintis oleh seorang penulis muda berbakat yang bernama La Ode Munafar sejak september 2015 yang lalu. Dari berbagai sumber yang sempat aku baca, gerakan ITP tersebut sudah mampu merekrut banyak anggota yang tersebar diseluruh Indonesia.

Agan dan sista yang baik hati!

Kalau kita bicara masalah tanpa pacaran dengan tidak menyebutkan Indonesia, menurutku hal itu bukanlah sesuatu yang terbilang baru dan (mungkin) sangat aneh kalau harus diperdebatkan. Apalagi untuk mereka yang seaqidah dengan La Ode Munafar,mengingat dalam ajaran islam hal tersebut jelas dilarang.




Tapi yang menjadikan gerakan tersebut ahir-ahir ini menuai prodan kontra (terutama di kalangan remaja adalah karena gerakan tersebut secara khusus menyebut Indonesia sebagai targetnya. Sedangkan kita semua pasti memahami bahwa Indonesia adalah suatu negara kesatuan yang berdiri diatas keberagaman yang ada, baik itu suku, budaya, bahasa, dan juga agama yang dipersatukan dengan satu prinsip dasar yaitu Bhineka Tunggal Ika (Berbeda-beda tetapi tetap satu jua).
Keberagaman tersebut bukan tidak mungkin akan menimbulkan perbedaan pendapat dalam memahami makna pacaran.

Baiklah! Agan dan sista yang ganteng dan cantik.

Sebenarnya dalam thread ini saya tidak ingin membahas masalah pro dan kontra tentang gerakan ITP tersebut.
Saya hanya ingin mengajak agan dan sista mempertimbangkan hal-hal yang ditimbulkan dari pacaran--khususnya untuk generasi muda--dengan pemikiran sederhana yang saya miliki.

1. Dari segi waktu

Bagi insan yang tengah dimabuk cinta dengan kata lain punya pacar pasti akan memikirkan berbagai macam cara untuk bisa bertemu--berduaan, jalan-jalan dan sebagainya--dengan orang yang kita cintai (pacar). Kita bisa saja mengatakan "bisa membagi waktu", tapi tetap saja hal itu berpengaruh pada konsentrasi dalam kita melakukan aktifitas yang menjadi kewajiban kita.

2. Dari segi finansial.

Sudah menjadi hal yang dianggap lumrah dan biasa dilakukan oleh mereka yang sedang pacaran, memberikan apapun yang pacar minta. Mungkin hal itu tidak berpengaruh bagi mereka yang status ekonominya sudah mapan. Tapi hal itu jelas berpengaruh bagi yang masih pas-pasan apalagi kurang. Dan saya yakin, baik yang kaya ataupun yang miskin, tak pernah merasa terbebani jika itu menyangkut cintanya.

3. Dari segi Takdir.

Jodoh adalah salah satu hal yang kepastiannya ada di tangan Tuhan. Siapapun takkan bisa memastikannya. Meskipun sudah pernah menjalin hubungan bertahun-tahun lamanya, tapi kalau Tuhan tidak menghendaki, maka tak mungkin bisa bersatu pada ikatan pernikahan. Jika hal ini terjadi, maka yang ada hanyalah penyesalan dan penderitaan yang tiada tara. Bisa jadi akan mulai mengingat tentang apa yang sudah dikorbankan pada saat masih berpacaran.

Agan dan Sista!

Itu saja yang bisa saya sampaikan pada thread saya kali ini. Mengenai penilaian tentang baik buruknya pacaran (diluar nikah) sepenuhnya ada di tangan anda masing-masing. Tapi yang pasti, kita harus berani mengambil sikap dan siap dengan segala konsekwensinya.

Terima kasih sudah membaca tulisan yang remeh ini.

*****

Koirul anam
Serutim Kobi 23 Maret 2019