Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

  • Beranda
  • ...
  • Buku
  • Mouthful of Birds, Kumpulan Cerpen Samanta Schweblin Yang Penuh Teror

dizu1208Avatar border
TS
dizu1208
Mouthful of Birds, Kumpulan Cerpen Samanta Schweblin Yang Penuh Teror
Terjemahan kumpulan cerpen Samanta Schweblin, “Mouthful of Birds”, dilansir awal tahun ini. Dalam karya terbarunya, Schweblin masih meramu cerita penuh teror. Karakternya kerap terjebak situasi ganjil. Alur ceritanya tak jarang menantang logika. Tidak semua pertanyaan pembaca bisa terjawab di setiap akhir cerita. Namun, keunikan inilah yang jadi daya tarik dari setiap karyanya.
Nama penulis Argentina ini mulai terkenal setelah terjemahan novela “Fever Dream” karyanya terbit tahun 2017. Meskipun bukan karya panjang, Schweblin berhasil memaksimalkan ruang bercerita secara efisien. Pembaca hanyut dalam cerita ganjil seorang wanita yang terbangun di rumah sakit ditemani seorang anak kecil. Anak kecil misterius itu terus memberondongnya dengan pertanyaan. Memaksa sang wanita untuk mengingat berbagai peristiwa yang terjadi sebelumnya.
“Fever Dream” sempat masuk daftar panjang Man International Booker Prize 2017. Pencinta kisah horor di seluruh dunia mengelu-elukannya. Saya termasuk salah satu di antaranya. Setelah membacanya, saya menantikan karya Schweblin yang lain. Ketika awal tahun ini membaca artikel di dunia maya tentang Mouthful of Birds, saya sungguh tidak sabar untuk membacanya.
Baca juga: Insomniac City: Cara Bill Hayes Merayakan Kehidupan

Teror dalam plot dan karakter
“Mouthful of Birds” dibuka oleh “Headlights” yang menurut saya adalah cerita yang cukup kuat dalam kumpulan cerpen ini. Seorang perempuan bernama Felicity yang mengenakan gaun pengantin ditinggalkan begitu saja di sebuah toilet umum. Di sana, dia bertemu dengan Nene, seorang perempuan yang bernasib serupa. Toilet umum itu dikelilingi oleh semak-semak yang berisi banyak perempuan bernasib sama seperti mereka. Meskipun tidak terlihat, suara keluh-kesah dan makian mereka terdengar menghantui. Perlahan-lahan para perempuan yang tak terlihat itu terus meneror Felicity dan Nene. Keduanya kemudian berusaha keras mencari peluang untuk segera pergi dari tempat itu.

Cerpen “Mouthful of Birds” menceritakan tentang Sara, seorang remaja yang gemar memakan burung hidup. Kedua orang tuanya yang sudah hidup berpisah akhirnya kembali bersatu lagi untuk mengatasi keanehan pada puteri mereka. Tak dijelaskan lebih lanjut mengapa Sara tiba-tiba gemar mengonsumsi burung hidup. Akhir cerita pun berkesan menggantung dengan tidak adanya konklusi yang merefleksikan intisari cerita.
Cerpen “The Size of Things” menceritakan laki-laki kaya yang menumpang tinggal di sebuah toko mainan. Cerita disampaikan dari sudut pandang sang pemilik toko. Dia melihat bagaimana laki-laki kaya itu bertingkah seperti anak kecil. Tak jarang si penghuni toko mainan berebutan mainan dengan anak kecil. Di akhir cerita, seorang wanita yang sepertinya ibu dari si laki-laki kaya, datang menjemputnya dengan penuh amarah.
Cerpen lain yang cukup menarik berjudul “The Heavy Suitcase of Benavides”. Kisahnya tentang seorang seniman bernama Benavides yang membunuh sang istri dan memasukkannya dalam koper. Dokter dan orang-orang di sekitarnya malah menganggap hasil perbuatan Benavides sebagai karya seni. Schweblin seakan mendesak pembaca untuk bertanya tentang perspektif yang sebenarnya. Apakah Benavides yang berhalusinasi atau orang-orang di sekitar Benavides yang salah.
Mouthful of Birds, Kumpulan Cerpen Samanta Schweblin Yang Penuh TerorSamanta Schweblin

Baca juga: Balada Patti dan Robert

Kumpulan cerpen yang kurang maksimal
Dalam “Mouthful of Birds”, Schweblin masih mengusung gaya penuturannya yang lugas. Alur ceritanya juga tidak bertele-tele. Pengungkapan teror dalam cerita kadang disampaikan dengan ringkas dan bahkan tanpa dramatisasi. Ironi inilah yang membuat teror justru berkesan lebih nyata.
Saya tidak bisa tidak membandingkan cerita dalam kumpulan cerpen ini dengan “Fever Dream”. Terdengar kurang adil? Tidak, saya tidak membandingkannya dari ruang pengisahan saja, karena sudah jelas berbeda. Meskipun tak bisa dimungkiri, keterbatasan ruang cukup mempengaruhi struktur cerita. Menurut saya, beberapa tema cerita kurang digarap dengan maksimal. Schweblin masih bermain di permukaan saja. Konflik cerita berkesan tempelan belaka.
Beberapa cerita dalam kumpulan cerpen ini juga seperti ditujukan memanuhi kuota saja. “Butterflies” dan “Slowing Down” adalah dua contohnya. ” Butterflies” berkisah soal orang tua yang tengah menunggu anaknya pulang sekolah dan diserang oleh kerumunan kupu-kupu. “Slowing Down” berkisah tentang seorang pekerja sirkus yang mulai mencium hawa kematiannya tersendiri. Tak ada penggarapan cerita yang kompleks. Schweblin seakan hendak menciptakan daya kejut dalam cerita, tapi masih berkesan tanggung.
Meskipun tidak sedahsyat “Fever Dream”, kerinduan pembaca terhadap kisah absurd khas Schweblin cukup tertuntaskan. Menurut Megan McDowell, translator yang biasa menerjemahkan karya Schweblin, dia tengah mengerjakan karya terbarunya yang berjudul “Kentukis”. Belum ada jadwal pasti tentang peluncuran terjemahan bahasa Inggris dari novel itu. Setidaknya, kabar ini bisa membuat penggemar Schweblin cukup senang.
Mouthful of Birds, Kumpulan Cerpen Samanta Schweblin Yang Penuh Teror
Baca juga: My Cat Yugoslavia: Buku Novel Tentang Dua Sisi Kehidupan Imigran
0
1.5K
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buku
BukuKASKUS Official
7.7KThread4KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.