alizazetAvatar border
TS
alizazet
Secerah Senja Seindah Rindu



Selembar hati yang mengeras hampir merapuh, melintas jalan penuh melodi merdu. Berharap tak ada lagi sendu.
Aufa, ya nama yang beberapa minggu tlah menggoyahkan prinsip yang sudah kubangun bertahun lalu. Mengapa Tuhan membiarkanku bertemu dengannya, hal terindah bagai gesekan biola tlah dilantunkan pada waktu itu.
Sedih itu saat hatiku mulai tersentuh rindu.

Tak ada lagi ruang untuk pergi dan bersembunyi, berlari menjauh ke tengah samudra berharap tenggelam dan hilang, tapi ombak kembali membawaku ke tepian. Aku merintih, aku kalah dengan hatiku sendiri. Ah Aufa, kau membangunkan hatiku lagi.

"Ada yang menarikkah dari rerumputan itu? Sampai bel masuk tak terdengar olehmu?" Aku terkejut, orang yang kupikirkan tiba-tiba duduk dihadapanku yang bersila di bawah rindang pohon pinus.
"Entahlah, sepertinya begitu," asal aku menjawab, takut tertangkap getar suaraku karna jantungku berderap.
"Ayo masuk, sebelum Mister Ping masuk kelas."
"Bukannya sekarang jam nya bu Anis?"
"Bu Anis ijin mendadak, ke rumah sakit, bapaknya di rawat."
"Waduuhh! aku belum mengerjakan math, contekin cepet." Akupun menyeret Aufa lari ke dalam kelas.

****
"Ren, hari ini aku pulang belakangan maaf tak menemanimu ya." Aufa menghampiriku saat bubar sekolah.
"He em, gak apa-apa, silahkan." Merasa legah berjalan tanpa jantung berdetak.
"Tapi kamu masih ada hutang padaku," serga Aufa sebelum berlalu
"Tunggu, hutang apa Fa?"
""Penjelasan melamunmu tadi, he he, bai bai, nanti malam aku ke rumahmu, PR math dari Mr. Ping harus dikerjakan bukan?" Sebegitu saja dan berlari menjauh.
"Ah, Aufa, bikin jantung mau melompat saja. Bagaimana nanti malam, bisa konsentrasikah aku? Entahlah."

'Menaklukkan hatiku agar tenang ternyata tak semudah mengerjakan PR'

Entah apa yang aku lakukan saat Aufa datang nanti, apakah aku katakn hatiku, atau aku diam saja? Bila kudiam maka hati dan pikiran kantersiksa, aku ungkapkan, apa Aufa bisa menerima? Bagaimana bila Aufa tak suka?

Menyebalkan itu adalah jatuh hati, lalu rindu, ah fase kehidupan yang satu ini mengapa jadi semenyiksa begini, membuyarkan logika. Eh tapi orang eksakta pasti cintanya harus logis ya? Hhhmmmhhh entah lah.

****
Gelisah menatap gerimis senja, secangkir coklat hangat menemaniku, menenangkan hati dan pikiran, menanti malam menjelang.
Kuhampiri bunda yang menyiapkan makan malam. "Ada yang ingin kau sampaikan manis?" Ah bunda begitu peka dengan tingkahku.
"Tak ada bun, hanya malam ini Aufa akan belajar nersama di sini." Bundaku tersenyum mengerling, "lalu apa yang membuatmu grlisah manis?"
"Entahlah Bun, Bunda pernah jatuh hati?" Aku menyesap coklatku sambil hati-hati bertanya.
"Owh, anak bunda sedang jatuh hati rupanya, ada pelangi di matanya, ha hay ...."
"Bunda, aku serius, bagaimana bun?"

""Kalau bunda tak pernah jatuh hati, tak akan ada kamu manis, he he he. Jatuh hati itu gemes-gemes indah, setidaknya Rena harus bisa mengendalikan diri ya, konsekwensinya, jangan patah hati bila ditolak karna dunia masih luas untuk dijelajahi, jangan pernah menyesal menyangi, menyintai atau ada rindu di hati. Nikmati dan jalani dengan senyum, menangis itu pasti, tapi jangan berlarut-larut. Perjalananmu masih panjang manis, pandai-pandailah membungkus segala keadaan dengan senyum dan bahagia." Aku memandangi bunda sambil senyum simpul yang antusias sekali menasehatiku.
"Bunda lagi jatuh hati juga yaaa." Aku nyeletuk mencandainya.
"Hush, bisa saja, ya sama ayahmu lah." Bunda mendelik cantik.
"Aciiee cieee Rena melihat ada pelangi di mata bunda." Sebelum bunda mencubit pipiku aku sudah berlari menjauh.

****
"Rena manisku, tak tahukah kamu, bunda juga sedang merindu, bukan hanya pada ayahmu saja. Kamu benar manis, bunda jatuh hati. Ah sepertinya bunda tadi menasehati diri sendiri."

"Selamat malam tante, Rena ada?" Suara Aufa mengejutkan bunda Rena yang membaca di teras.
"Aufa ya? Ada Renanya, silahkan duduk, tante panggilkan ya."

"Ren, Aufa sudah datang, ingat, selow ya, kendalikan hati." Bunda mencolek hidung Rena sambil tersenyum penuh makna. "Siap bundaku sayang, akan aku ingat."

Malam ini begitu tak nyaman, konsentrasi takbisa penuh karna jantung berderu deru. Aufa begitu tenangnya mengerjakan soal-soal sedang pikiranku mulai buyar.

"Aufa."
"Ren."

Kami memanggil bersamaan hingga hampir jantungku berhenti berdetak
Kami hanya berpandang tanpa berani berkata, berada pada pikiran dan hati masing-masing sekian detik.

"PR mu sudah ada jawaban?" Aufa memulai bersuara. Aku sodorkan buku yang sudah penuh jawaban Math, entah benar entah salah. Dia melirik dan tersenyum. "Bukan ini, PR pertanyaanku tadi." Aku mendelik kembali teringat tadi siang sebelum pulang sekolah.
"Oh itu."
"Yap, bisa dijawab sekarang?" Selanya
kalau tidak sekarang bagaimana?" Aku menimpali
"Aku takut nanti akan ada jarak dan juga kecewa serta penyesalan." Aufa bicara dengan lugas sekali seolah tahu apa yang ada di hatiku.
"Oh begitu ya." Aku mengangguk-angguk, "Diminum dulu Fa, biar tak kering tenggorokan." Aku mengalihkan pembicaraan sambil menyambar gelasku, degup jantung ini tlah mampu membuatku dehidrasi.

"Baiklah bila tak segera kau jawab, jangan mengembun matamu suatu saat nanti." Ah Aufa, haruskah ku katakan, aku hanya menelan ludah. "Sudah malam, aku pamit dulu ya, sampai ketemu besok." Dia bereskan buku-buku dan segera berdiri.
"Aufa, kamu tahu kan aku kurang bisa Math, bisa dikoreksikan ya." Aku berikan bukuku padanya untuk dia bawa pulang.
"Baik, akan aku lihat nanti, aku kira tadi kanu sudah paham." Aku hanya menggeleng sambil tersenyum. "Terima kasih Aufa." Dia melangkah pulang sambil tersenyum penuh arti.

"Manis, mana Aufa?"
"Sudah pulang bun, sudah selesai kog, tadi minta dipamitkan ke bunda. Ayah belum pulang ya."
"Ohw iya, Ayah tadi bilang agak malam pulangnya, bagaimana perasaanmu? Apa baik-baik saja?"
"Entah bun, setidaknya ada satu langkah aku lewati, selow he he he, makasih bunda." Aku cium pipi bunda, tak sengaja tertangkap oleh mataku sebuah nama pada ponsel bunda dalam chatnya yang masih menyala, 'Romantis'. Ups, siapakah bunda?

****
Aku tak bisa memejamkan mata malam ini, ku buka kelambu, menikmati langit malam berhias bintang dari balik kaca jendela, ah tak nyaman sekali rasa ini, harusnya berbunga-bunga kata pujangga, tapi jadi meradang begini. Sungguh menyiksa.

Ceting!
Notifikasi pesan masuk, aku lihat pengirimnya, Aufa. Paling hanya bilang jawabanmu salah semua. Aku buka pesannya, benar juga
""Rena tadi tak konsen ya, isshhh ada yang salah Ren. Sudah aku betulkan. Tenang gak bakal dapat sanksi dari Mr.Ping." Aku senyumin saja pesannya dan balas terima kasih. Aku letakkan ponselku bersiap lelap dalam mimpi.

Ceting!
"Hmmm apa lagi." Aku membatin sambil meraih ponsel dan membuka pesan Aufa

"Malam ini langit cerah,
tak sengaja kutangkap kejora di matanya,
berbinar indah, seolah ingin menyiratkan sebuah rasa,
tapi tertahan oleh keraguan,
Mau kah kau jadi mimpi indahku dalam setiap langkahku?
Secerah senja yang menyapa dan seindah rindu yang mengharu biru."

"Ren, aku sudah baca pesanmu yang kau tulis di buku Math mu tadi. Selamat malam kasih, mimpi indah."

Aku ternganga dan menutup mulutku sendiri membaca pesannya. Itu tulisan yang aku toreh beberapa minggu lalu tentang rasaku ke Aufa saat bosan menunggu pelajaran usai, oh my God, aku lupa menghapusnya. Mataku berembun seketika, antara bahagia dan tak percaya.

Esok aku cerita ke bunda, aku bahagia.




Mlg, 23.02.2019

#belajarbersamabisa

Lanjutan klik. https://www.kaskus.co.id/show_post/5c70ead4eaab257ad646e47f
Diubah oleh alizazet 27-04-2019 12:53
rykenpb
someshitness
Gimi96
Gimi96 dan 30 lainnya memberi reputasi
29
8K
129
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.