Prolog

Hans, nama akrab gue. Untuk saat ini, tak perlu lah kalian kepo dan berniat untuk memasuki kehidupan personal gue lebih dalem lagi. Tetap tenang dan selow, okay?

Soalnya, didalam cerita gue ini, lambat laun juga kalian semua bakal nemu benang merahnya kok. Dari mulai hal yang kecil sampai hal-hal yang menurut gue cukup riskan.

Kalian cukup duduk dengan manis atau mungkin membaca sekilas tulisan ini sambil tidur-tiduran. Cerita ringan seperti ini emang paling enak diamati dan dipahami selagi senggang dan bersantai.

Gunakan sabuk pengaman kalian, mobil volkswagen kodok tua yang sedang kalian kendarai akan mengantarkan kalian ke penghujung perjalanan manis hingga menjengkelkan sekalipun.

Jangan cemas, gue gak bakal curhat layaknya remaja pubertas sedang menulis buku diarinya. Gue disini hanya ingin, kalian sama-sama merenungi keresahan gue, Hans.
Iya, emang gue Hans!

Kebetulan nama gue masih itu sejak emak sama abah melakukan ritual bubur merah dan bubur putih. Katanya sih, supaya berkah. Kalian masih percaya hal gituan? Oh-what-the—

Di era digital ini masih banyak mitos yang beredar dan anehnya masih banyak dari mereka yang mempercayainya juga. Gue yang kudet, atau mereka yang lebay? Tentu, bukan kalian. Tolong cermati kata gantinya. Haha.

Udah ah, gue mau update instagram story dulu nih....

Lumayan, cahaya senja yang masuk lewat jendela ke kamar gue, nembus layaknya laser-laser menawan dan sampai pada secarik kertas buku yang lagi gue baca, syahdu nih, bagus buat pamer.


Wait, gue gak sarkastik kok. Karna, kebetulan gue lagi baca buku bagus ajah, Sherlock Holmes karya Sir Arthur Conan Doyle. Siapa sih yang gak tau detektif setengah waras itu? Wah, bakal banyak yang hujat nih, Maafin deh, fans Holmes.
Lagian buku ini beneran gila dalam artian bagus. Apa salahnya sih, memotivasi kalian buat jadi giat membaca? Hahaha.


Lagi-lagi gue gak sarkas kok sama kalian. Ini Cuma sedikit renungan dan komplain gue terhadap diri gue seutuhnya.


Hope you all, enjoy it!



Ih emak, ganggu terus sih....
...