Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kabar.kaburAvatar border
TS
kabar.kabur
Rekam Jejak Wanita Bercadar yang Dipecat Kemenag RI Terlihat Jelas dengan Alat Ini
Rekam Jejak Wanita Bercadar yang Dipecat Kemenag RI Terlihat Jelas dengan Alat Ini


Kemenag memecat dosen bercadar Hayati Syafri sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Hayati Syafri melanggar disiplin pegawai. Hayati dosen Bahasa Inggris di IAIN Bukuttinggi.

Walau begitu, Hayati Syafri bisa mengajukan banding ke PTUN. Rekam jejak Hayati Syafri diketahui bisa terlihat dari sebuah alat yang dimiliki pihak Kemenag RI.

Kementerian Agama menjelaskan soal Hayati Syafri, dosen bercadar yang diberhentikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) karena terbukti jarang masuk.

"Hayati Syafri diberhentikan sebagai ASN karena melanggar disiplin pegawai," kata Kasubbag Tata Usaha dan Humas Itjen Kementerian Agama Nurul Badruttamam kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (23/2/2019).

Nurul Badruttamam mengatakan, pemberhentian Hayati sebagai ASN dosen Bahasa Inggris di IAIN Bukuttinggi itu sesuai data rekam jejak kehadiran secara elektronik melalui data sidik jari di kepegawaian kampus terkait.

"Berdasarkan hasil audit Itjen, ditemukan bukti valid bahwa selama tahun 2017 Hayati Syafri terbukti secara elektronik tidak masuk kerja selama 67 hari kerja," kata Nurul Badruttamam dilansir Antara.

Atas dasar itu, Nurul membantah jika pemberhentian Hayati dari ASN karena persoalan cadar.

Akan tetapi, pemberhentian itu terjadi karena pertimbangan alasan kedisiplinan.

Nurul Badruttamam mengatakan, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Pasal 3 ayat 11 dan 17.

Dalam regulasi itu mengatur PNS yang tidak masuk kerja secara akumulatif minimal 46 hari kerja tanpa keterangan yang sah dalam satu tahun, harus diberikan hukuman disiplin berat berupa diberhentikan secara hormat/ tidak hormat.

Hayati, lanjut dia, juga terbukti sering meninggalkan ruang kerja dan tidak melaksanakan tugas lainnya pada 2018 seperti sebagai penasihat akademik dan memberikan bimbingan skripsi kepada mahasiswa.

"Itu merupakan pelanggaran disiplin berat yang harus dikenai hukuman disiplin berat, yaitu diberhentikan dengan hormat sebagai PNS," kata Nurul Badruttamam.

Jika ada keberatan, kata Nurul Badruttamam, Hayati Syafri masih mempunyai hak untuk banding ke Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) ataupun ke PTUN.


Hayati raih gelar doktor

Sebelum dipecat, Dr Hayati Syafri, S.S,M.Pd, adalah dosen bahasa Inggris di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

Dilansir Kiblat.net, lantaran bercadar, Hayati telah dinonaktifkan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Ia diberhentikan dari seluruh kegiatan akademik sejak Februari lalu karena dianggap menyelisihi kode etik berbusana di kampus.

Namun siapa sangka, Hayati pada Jumat (16/3/2018) resmi menyandang gelar Doktor setelah menyelesaikan kuliah S3 di bidang Ilmu Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Negeri Padang dengan predikat cum laude.

“IPK 3,83, Alhamdulillahirrabbil’alamin cum laude. Jurusan Ilmu Pendidikan Bahasa Inggris. Kuliahnya sekitar tiga tahunan,” ungkap Hayati penuh bahagia, saat dihubungi, pada Kamis (16/03/2018).

Sejak 2014, di tengah kesibukannya mengajar dan mengurus rumah tangga, ibu 8 anak ini tak menyerah untuk melanjutkan kuliah S3.

Bahkan selama masa pendidikan, ia sempat dua kali melahirkan. Namun itu semua tak menjadi penghalang.

Bagi Hayati, keberhasilannya tak mungkin dicapai dengan mudah tanpa bantuan dan dukungan dari orang-orang yang ia sayangi.

Ia pun berkali-kali mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT, atas kemudahan dalam mengapai jenjang pendidikan terakhir ini.

“Alhamdulillahhirabbil’alamin, akhirnya selesai karena Allah memudahkan itu semua. Allah mudahkan dengan menurunkan para tentaranya seperti suami, orang tua, mertua, saudara, keluarga besar dan juga mahasiswa,” kata Hayati.

Usai menyandang gelar Doktor, Hayati ingin banyak berkiprah untuk keluarganya, masyarakat dan umat.

Meski dinonaktifkan oleh IAIN Bukittinggi, dosen bercadar ini tak hilang semangat untuk mengajarkan ilmunya.

Ia menjelaskan, dengan bekal pendidikan bahasa Inggris yang ia punya, peluang dakwah justru semakin luas dan terbuka lebar.

Diketahui, sejak Februari lalu, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi memutuskan untuk menonaktifkan Hayati Safri sebagai dosen.

Seluruh kegiatan akademiknya di kampus ditutup lantaran Hayati memutuskan bercadar.

Setelah istikharah, Hayati tetap memilih untuk bercadar.

Meskipun pihak kampus mengintimidasi dan memberikan sanksi kepadanya, Hayati teguh pada pendiriannya bahwa cadar merupakan salah satu sunnah dalam agama Islam.

Sebagai kampus Islam, tak sepantasnya IAIN membuat aturan yang bertentangan dengan agama.

Hayati pun mengaku bahwa ia siap menyakinkan semua pihak bahwa bercadar itu rapi, formal dan tentunya sesuai dengan syariat Islam.



Rekam Jejak Hayati Syafri Terlihat dari Data Finger Print

Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Agama membenarkan bahwa Hayati Syafri diberhentikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

Melansir siaran pers dari Kepala Biro Humas, Data dan Informasi Kementerian Agama RI Dr Matsuki, sebelumnya Hayati tercatat sebagai dosen Bahasa Inggris di IAIN Bukuttinggi.

"Hayati Syafri diberhentikan sebagai ASN karena melanggar disiplin pegawai. Keputusan ini didasarkan pada rekam jejak kehadirannya secara elektronik melalui data finger printnya di kepegawaian IAIN Bukittinggi," terang Kasubbag Tata Usaha dan Humas Itjen Kementerian Agama, Nurul Badruttamam, di Jakarta, Sabtu (23/02).

"Berdasarkan hasil audit Itjen, ditemukan bukti valid bahwa selama tahun 2017 Hayati Syafri terbukti secara elektronik tidak masuk kerja selama 67 hari kerja," sambungnya.

Penegasan Nurul ini sekaligus mengklarifikasi rumor bahwa Hayati diberhentikan karena cadar. Menurut Nurul, hal itu tidak benar karena pertimbangan pemberhentian Hayati semata alasan disiplin.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Pasal 3 ayat 11 dan 17, PNS yang tak masuk kerja secara akumulatif minimal 46 hari kerja tanpa keterangan yang sah dalam satu tahun, harus diberikan hukuman.

Hukuman itu berupa hukuman disiplin berat yakni diberhentikan secara hormat/tidak hormat sebagai PNS.

Selain masalah ketidakhadiran di kampus sebanyak 67 hari kerja selama 2017, Hayati juga terbukti sering meninggalkan ruang kerja dan tidak melaksanakan tugas lainnya pada 2018.

Tugas dimaksud misalnya, menjadi penasihat akademik dan memberikan bimbingan skripsi kepada mahasiswa.

"Itu merupakan pelanggaran disiplin berat yang harus dikenai hukuman disiplin berat, yaitu: diberhentikan dengan hormat sebagai PNS," tuturnya.

"Jika ada keberatan, Hayati Syafri masih mempunyai hak untuk banding ke Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) ataupun ke PTUN," tandasnya.



http://wartakota.tribunnews.com/2019...t-ini?page=all


2
9K
100
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.9KThread41.6KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.