Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dp.nol.persenAvatar border
TS
dp.nol.persen
Pak Prabowo, Mau Buat Pegawai Negeri Happy atau Wajib Pajak Takut?


Indonesia - Kenaikan gaji birokrat alias PNS mengemuka dalam debat perdana calon Presiden dan calon Wakil Presiden Joko Widodo - Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.

Dalam debat yang berlangsung selama 2 jam itu, Prabowo menyebut akar masalah yang membuat masih maraknya terjadi korupsi adalah penghasilan yang diterima para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang masih relatif kecil.

"Kalau saya memimpin, saya akan perbaiki kualitas birokrat dengan realistis. Uangnya dari mana? Saya akan tingkatkan tax ratio yang sekarang di 10%, bahkan lebih rendah, dikembalikan ke 16%. Berarti kita mungkin dapat US$ 60 miliar," kata Prabowo.

Meski demikian, rencana pasangan calon nomor urut 02 itu justu bisa memperkuat stigma buruk di masyarakat, lantaran pemerintah di masa depan secara tidak langsung akan menarik pajak dalam jumlah besar untuk mensejahterakan PNS.

Hal ini dikemukakan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo melalui keterangan resmi, seperti dikutip CNBC Indonesia, Jumat (18/1/2019).

"Logika sederhana, pemerintah ingin menarik pajak lebih besar dari rakyat, untuk membiayai para aparatur negara yang tugasnya melayani kepentingan rakyat," kata Prastowo.

"Lalu kita bergumam. Mahal bener ya mengongkosi pelayan," tegas dia.

Seperti diketahui, tax ratio adalah perbandingan antara penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam arti sempit, tax ratio - hanya penerimaan pajak dari Ditjen Pajak - hanya 8,47% di 2017.

Namun, apabila menggabungkan dengan bea cukai dan PNBP SDA, tax ratio Indonesia pada 2018 mencapai 11,5%. Sejak 2014 sampai dengan 2018, realisasi pendapatan negara naik Rp 278 triliun atau 20%.

"Itu sudah kemampuan optimal kita selama empat tahun, di tengah stagnasi pertumbuhan ekonomi, pemberian amnesti pajak, moderasi strategi pemungutan, dan pemberian insentif," jelasnya.

"Padahal Pemerintah telah memberikan tax expenditure [belanja pajak sebagai insentif] sebesar Rp 154 triliun di 2017. Pada level ini saja masih timbul problem di lapangan karena pelaku usaha kadang mengeluh tentang beban pajak," katanya.

Apabila tax ratio naik hingga 16%, maka akan ada tanbahan penerimaan sekitar Rp 663 triliun atau 48% dari pendapatan negara di 2014. Ini menghitung dengan menggunakan PDB 2018 sekitar Rp 14.745 triliun

Namun, Prastowo menganggap hal tersebut justru inkonsisten dengan rencana kebijakan pajak yang diterapkan Prabowo - Sandi yang mengusulkan penurunan tarif PPh, penghapusan PBB dan pajak sepeda motor, sampai pembebasan pajak UMKM.

"Artinya, hasrat menggenjot tax ratio dalam jangka pendek jelas hanya bisa bertumpu pada kenaikan tarif pajak, bukan sebaliknya. Penurunan tarif pajak dalam jangka pendek akan menurunkan penerimaan," jelasnya.

"Jangan sampai para ASN keburu girang bukan kepalang, di saat bersamaan para pelaku usaha dan wajib pajak ketar-ketir karena siap-siap jadi sasaran perburuan target pajak," tegasnya.

Berita
2
4K
49
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671KThread40.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.