Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

noisscatAvatar border
TS
noisscat
Djoko Santoso: Prabowo Bakal Mundur Jika Ada Potensi Kecurangan
Senin, 14 Januari 2019
Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto -Sandiaga Uno, Djoko Santoso menyampaikan, Prabowo Subianto akan mengundurkan diri jika terdapat potensi kecurangan dalam Pilpres 2019.

Hal itu disampaikan Djoko Santoso dalam pidatonya saat menghadiri acara #Bising (Bincang Asik dan Penting) oleh Gerakan Milenial Indonesia (GMI) di Kota Malang, Minggu (13/1/2019).

Awalnya, Djoko Santoso menceritakan perjalanannya dari Jawa Barat hingga ke Jawa Timur.
Kemudian, dia menyampaikan bahwa dia harus segera balik ke Jakarta karena Prabowo Subianto, calon presiden yang didukungnya akan menyampaikan pidato kebangsaan pada Senin (14/1/2019).

Dikatakan Djoko, dalam pidatonya nanti Prabowo akan menyampaikan akan mundur dari kontestasi pilpres jika potensi kecurangan terus terjadi.

"Prabowo Subianto akan menyampaikan pidato kebangsaan. Memang supaya tidak terkejut barangkali, kalau tetap nanti disampaikan Prabowo Subianto, pernyataan terakhir Prabowo Subianto adalah kalau memang potensi kecurangan itu tidak bisa dihindarkan, maka Prabowo Subianto akan mengundurkan diri," katanya.

Purnawirawan TNI itu menyampaikan, salah satu potensi kecurangan dalam Pemilu 2019 adalah diperbolehkannya penyandang disabilitas mental atau tuna grahita untuk menggunakan hak pilihnya.

"Karena memang ini sudah luar biasa. Masak orang gila suruh nyoblos," katanya.
"Tuhan saja tidak memberi tanggung jawab kepada orang gila. Masak kami memberi tanggung jawab nyoblos," imbuhnya.

Djoko pun menyampaikan akan mendukung Prabowo Subianto jika benar mengundurkan diri dari kontestasi pilpres meskipun ada ancaman pidana.
"Saya dukung dong, dia pimpinan saya. Karena kami lulus SMA, 18 tahun (masuk TNI) itu sudah teken kontrak, ada itu. Bahwa prajurit itu akan bertugas menegakkan keadilan dan kebenaran. Pidana, pidanakan saja. Kami sudah kontrak mati kok," jelasnya.

http://m.tribunnews.com/pilpres-2019...nsi-kecurangan





#JaDI Nilai Hoaks Kotak Suara Kardus dan Orang Gila Menggangu Pemilu

Rabu, 9 Januari 2019
Direktur Eksekutif Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Sumut, Nazir Salim Manik menilai ada dua isu yang masuk kedalam kategori mengkhawatirkan yang muncul jelang pelaksanaan Pemilu serentak 2019.
Nazir meyakini isu tersebut akan mengganggu penyelenggara dan peserta pemilu.

"Ada dua hoaks yang muncul dan mengkhawatirkan bagi penyelenggara dan peserta pemilu. Pertama, isu kotak kardus dan isu orang tidak waras atau tunagrahita yang masuk daftar pemilih tetap (DPT)," ujar Nazir, Rabu (9/1/2019).

Pernyataan tersebut disampaikan Nazir pada diskusi yang mengambil tema Tolak Hoaks dan Lawan Politisasi Sara di Universitas Medan Area (UMA) Kampus I, Jalan Kolam, Deli Serdang.
Menurutnya, penggunaan kota suara berbahan kardus atau duplex sudah dilakukan sejak pemilu 2014 lalu. Namun, saat itu tidak begitu dipersoalan karena penyelenggara mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

"Saat Pilgub Sumut 2018 lalu ada 1 juta pemilih yang dihapus dari DPT. Kebetulan waktu itu saya koordinator divisi data di KPU Sumut. Tapi, ketika itu gak ada yang ribut," ungkapnya.
Masuknya tunagrahita kedalam DPT, diakui Nazir juga sudah terjadi sejak agenda Pemilu dan Pilkada sebelumnya.

"Kenapa di periode KPU saat ini kedua isu itu dipersoalkan. Mungkin ada ketidakpercayaan masyarakat kepada penyelenggara," paparnya.
Nazir menilai ada perbedaan atau isu yang muncul pada pemilu saat ini dengan pemilu sebelumnya.
Di mana, dahulu hoaks menyerang individu. Sedangkan saat ini merambah ke instansi.

"Isu hoaks terus berganti mulai dari kotak suara kardus, kertas suara tercoblos. Besok kita tidak tahu apalagi isu hoaks yang akan muncul," ungkapnya.

Diakuinya, informasi hoaks akan mengganggu pelaksanaan pemilu. Selain itu, penggunaan agama untuk kepentingan politik merupakan tindakan tidak terpuji.
Mantan Komisioner Sumut ini meminta para penyelenggara pemilu untuk netral. Dikatakannya, penyelenggara pemilu juga perlu melakukan pendidikan politik kepada masyarakat bahwa pemilu merupakan upaya pemerintah untuk membangun demokrasi di Indonesia.

"Apapun hasilnya semua peserta pemilu harus menerimanya. Bukan hanya siap menang tapi juga siap kalah. Selain itu hasil pemilu jangan sampai membuat masyarakat terbelah, karena apapun hasilnya kita semua tetap bersaudara," katanya.
Pantauan tribun-medan.com, turut hadir dalam kesempatan itu, Presidium JaDI Sumut, Aulia Andrin, Anggota JaDI Sumut, Yeni Rambe serta Wakil Rektor III UMA, Muhazul dan juga Komisioner KPU Sumut Syafrial Syah.

Di lain pihak, Syafrial Syah yang juga menjadi pemantik diskusi tersebut mengakui isu yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif JaDi mengganggu KPU sebagai penyelenggara.
Menurutnya, beberapa bulan terakhir Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu berulang kali diterpa isu miring.

Isu tersebut berupa 14 juta orang tidak waras atau tunagrahita masuk daftar pemilih tetap (DPT), kotak suara kardus hingga 7 kontainer surat suara yang tercoblos.
Syafrial bertekad pihaknya akan terus melawan isu hoax yang dialamatkan kepada mereka.

"Lawan terus hoaks, karena itu harga mati. Kritik, silahkan tapi sehat dan membangun. Kedepan atau pemilu 2019 berjalan dengan baik," katanya.

Pria berkacamata itu menyebut KPU pertama kali diterpa isu tentang adanya 14 juta orang gila atau tunagrahita yang masuk DPT. Namun, setelah diteliti jumlah tunagrahita yang masuk DPT nasional hanya 54.290 jiwa.
"Jika dipersentasekan 0,28 persen, tidak sampai 1 persen. Di Sumut dari 9.785 ribu lebih jumlah DPT. Orang yang dianggap tuna grahita atau kurang waras hanya 1.714 jiwa, sangat sedikit," paparnya.


Dimasukkannya tunagrahita kedalam DPT, diakuinya sudah berdasarkan ketentuan yang ada mulai dari UU hingga P-KPU.
"Ada juga putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang menyebut bahwa tunagrahita tidak dicabut hak politiknya. Selain itu ada juga rekomendasi Bawaslu," paparnya.

Tak lupa, Syafrial menyampaikan ucapan terimakasih kepada JaDI dan UMA yang mau menyelenggarakan diskusi dengan tema tolak hoax dan lawan politisasi sara.
"Kalau menurut saya isu ini kalau tidak dibendung akan mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat apakah itu naik atau malah turun," pungkasnya.

http://medan.tribunnews.com/2019/01/...-pemilu?page=3

#Begini Penjelasan KPU Soal 'Orang Gila' yang Bisa Memilih

Sabtu, 01 Desember 2018
Pemberian hak suara kepada orang dengan gangguan jiwa pada Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019 menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Ada yang setuju, adapula pihak yang menolak.

Menanggapi polemik tersebut, Komisioner Divisi Hubungan Masyarakat, Data, Informasi dan Hubungan Antar Lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulsel, Uslimin, angkat bicara. Menurutnya, masyarakat mesti harus membedakan dan memahami definisi orang gila dan definisi Orang Dengan Disabilitas Mental (ODDM).

"Masyarakat harus paham bahwa berbeda antara orang gila dan orang dengan keterbelakangan mental. Orang gila adalah orang yang memang terganggu jiwa dan ingatannya atau sakit jiwa, kalau keterbelakangan mental dia hanya tidak sempurna mentalnya, orang-orang yang cacat pikiran, serta lemah daya tangkapnya," tutur Uslimin saat ditemui Rakyatku.com di Hotel Fave Panakkukang, Jalan Pelita Raya, Makassar, Sabtu (1/12/2018).

Menurut Uslimin, orang yang masuk kategori tersebut dalam regulasi KPU disebut dengan tuna grahita. Penyandang tuna grahita, katanya, sudah diberikan hak pilih sejak Pemilu sebelumnya.

"Dari Pemilu 1955 (ODDM atau tuna grahita) sudah bisa memilih. Kenapa sekarang dipermasalahkan. Kenapa disamakan dengan orang gila? Tidak sama itu," tambahnya.
Lebih lanjut, Uslimin menjelaskan bahwa dalam PKPU Nomor 11 tahun 2018 diterangkan bahwa yang bisa masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) selain telah berumur 17 tahun dan telah memiliki KTP elektronik, juga orang yang tidak sedang mengalami gangguan jiwa.


"Jadi orang yang sedang terganggu jiwa dan ingatannya itu tidak boleh (masuk DPT). Tetapi untuk memastikan siapa yang terganggu jiwa dan ingatannya, maka pada pasal 4 ayat 3 dijelaskan bahwa orang yang dianggap terganggu jiwa dan ingatannya dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Jadi biar orang mengatakan dia gila tapi kalau tidak ada surat keterangan dokternya, maka tidak bisa itu (dihilangkan hak pilihnya)," jelasnya.

Oleh karena itu, Uslimin memastikan tak ada orang yang betul-betul gila seperti definisi kebanyakan orang saat ini yang akan masuk dalam DPT untuk Pemilu 2019.

"Saya pastikan tidak ada orang gila dalam DPT. Kalau dia gila dan ada surat keterangan dari dokter bahwa dia gila tapi tetap masuk DPT, maka yang memasukkan itu orang gila," pungkasnya.

http://news.rakyatku.com/read/129772...g-bisa-memilih

-----

KUBU SEBELAH LAGI PANIK TAKUT KALAH PAKE ISU SURAT SUARA 7KONTAINER DAN ISU ORANG GILA..
KALO POTENSI NYA KALAH JANGAN PANIK DONK..
emoticon-Blue Guy Bata (L)

Diubah oleh noisscat 14-01-2019 07:39
12
5K
81
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.5KThread41.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.