Hay, rich people dan agan sista sekalian. Mumpung masih nuansa tahun baru, mari kita bermuhasabah diri. Mari kita merenungi apa yang telah kita capai 1 tahun kebelakang. Jika ada yang buruk, mari kita perbaiki keburukan itu. Jika ada yang baik, mari kita tingkatkan kebaikan itu.
Nah, ngomong-ngomong soal muhasabah, kayaknya hal pertama yang harus kita renungi adalah perlakuan kita sama alam gan. Ya, ini, sih pendapat ane aja. Tapi, kayaknya, kita udah terlalu jahat ama alam. Buang sampah sembarangan dan ngonsumsi benda-benda plastik dengan serakah. Padahal, plastik sendiri adalah material yang sulit, bahkan amat sangat sulit untuk terurai.
Ane sendiri bukan dari golongan pecinta alam. Ane juga bukan pegiat lingkungan. Tapi belakangan ane sadar, kondisi alam udah terlalu buruk, gan, sis. Banyak penumpukan sampah, iklim yang berubah, sampah pencemaran di sana sini.
Nah, sebelum lanjut soal pendapat ane tentang masalah kelestarian ini, baiknya ane kasih beberapa fakta dulu biar agan sista pada ngeh kalau bumi ini udah terlalu capek kita jahatin.
1. Indonesia Menghasilkan
Quote:
Data dari Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut sebagian besar sampah plastik yang terbuang adalah sampah plastik yang sekali pakai seperti kantong plastik atau sedotan. Perihal kantong plastik sendiri, INAPLAS bahkan menyebutkan bahwa pihaknya mencatat ada 10 miliar lembar kantong plastik yang terbuang ke lingkungan. Jumlah tersebut setara dengan 85.000 ton kantong plastik.
Baik. Mungkin dari agan sista di sini masih belum yakin dengan jumlah tersebut. Tapi, mari kita hitung-hitungan dengan logika.
Jika agan sista pergi ke warung makan, apa saja yang agan pesan? Pasti minuman, kan? Nah, saat agan memesan minuman pasti pemilik warung akan memberikan sedotan pada agan sista sekalian. Masing-masing agan sista pasti akan mendapat 1 buah sedotan sekali pakai.
Nah, sekarang, mari kita hitung, berapa jumlah orang yang memesan di warung tersebut selama 1 hari?
Kita ambil contoh, dalam satu hari warung tersebut menjual 100 gelas minuman (ini belum hitung minuman plastik, lho, ya). 100 gelas dalam sehari berarti melibatkan 100 buah sedotan sekali pakai. Jika dalam seminggu, berarti warung tersebut menggunakan 700 sedotan. Jika satu bulan, 100 sedotan x 30 hari berarti 3.000 sedotan. Kali lagi 12 karena hitungannya pertahun, sehingga hasilnya satu warung di Indonesia (dengan estimasi penggunaan sedotan 100 buah per hari) dapat membuang kurang lebih 36.000 buah sedotan per tahun.
Ok, itu satu warung. Sekarang silakan hitung ada berapa warung di Indonesia. Jika hitungan tadi hanya tentang sedotan, lalu tambahkan lagi tentang penggunaan material plastik lain seperti kantong kresek, botol plastik, hingga kemasan.
Nah, masih ragu dengan 64 juta plastik tiap tahun? Ayolah, gan. Ini udah nggak main-main lagi. Ini soal kronis. Ini juga masih masalah sampah secara global. Kita belum bicara tentang sampah yang ada di laut.
2. Indonesia Menempati Peringkat 2 Dunia Sebagai Penyumbang Sampah Plastik di Laut
Quote:
Dari Kompas, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujastuti pernah bilang kalau Indonesia merupakan negara penyumbang sampah plastik di laut terbesar kedua di dunia. Dan faktanya, perkataan ini pun diamini oleh BPS. Dari data yang tersedia Indonesia menempati posisi dua setelah China dengan 8,8 juta ton, disusul Vietnam di posisi tiga, Filipina di posisi empat dan Sri Langka di posisi lima.
Menurut BPS, dari 64 juta ton sampah plastik yang dihasilkan Indonesia, 3,2 juta ton justru terbuang di laut.
Nah, dari data tersebut, agan-agan pasti mikir, ah, namanya juga negara kepulauan; jadi sudah hal maklum kalau ada 3,8 juta ton sampah terbuang di laut.
Sayangnya ini bukan persoalan jumlah, gan. Ini persoalan kenapa harus dibuang ke laut? Kenapa tidak diolah di darat? Bukankah di luat ada ikan dan biota laut lain? Bukankah sebagian ikan juga kita konsumsi? Pertanyaannya, apakah sampah plastik yang kita buang di laut tidak dikonsumsi ikan? Dan sayangnya, sampah-sampah tersebut memang benar-benar terkonsumsi oleh ikan.
Ya, kalau agan-agan baca lagi, sampah plastik yang terbuang di laut tidak benar-benar dalam wujud final. Maksudnya, sampah-sampah tersebut kemudian akan memecah menjadi partikel yang lebih kecil—yang biasanya disebut dengan microplastic—dan hanya berukuran 0,3-5 milimeter. Dan, ya, microplastic amat mudah dikonsumsi oleh para ikan.
Bukan hanya permasalahan ikan dan biota laut yang memakan microplastik, sampah yang terbuang di laut juga memiliki masalah lainnya, salah satunya sampah yang mengambang.
Ya, dari sampahmuda.com ada sekitar 87% dari 3,8 juta ton sampah yang mengambang di permukaan laut. Sampah-sampah itu pun tidak hanya akan berdiam di tengah laut, melainkan akan hanyut dan sampah di pantai.
Walhasil, banyak pantai-pantai di Indonesia yang tercemari oleh sampah dari laut. Tidak terkecuali dengan pantai-pantai yang ada di Bali. Malah, bukan hanya Bali saja. Masih banyak pantai lain yang juga terkena dampak dari 3,8 juta ton sampah itu. Sebab, arus yang menyebar membuat sampah-sampah tersebut terbawa merata ke hampir seluruh pantai yang ada di Indonesia.
3. Banyaknya Hewan Laut yang Mati dan Tersiksa Karena Sampah Plastik
Quote:
Gambar di atas adalah contoh kecil dari dampak yang ditumbulkan sampah plastik yang terbuang di laut. Pada gambar di atas terlihat jelas seekor kura-kura dengan plastik "menyekik" perutnya hingga mengecil. Sebenarnya bukan mengecil, sih, tapi karena plastik tersebut pertumbuhan kura-kura terhambat. Tubuhnya tidak benar-benar berkembang sempurna. Bagian perut dan tempurung yang seharusnya oval justru berbentuk tidak beraturan seperti itu. Itu bagian luar saja, gan, bagaimana dengan organ dalamnya. Tentu akan berpengaruh juga.
Pada objek kedua ada seekor anjing laut dengan plastik yang ada di lehernya. Plastik tersebut lebih mirip jaring plastik. Tapi amat mengikat dan mencekik hewan tersebut. Sepertinya plastik tersebut masuk ke lehernya saat Ia masih kecil. Setelah tahun demi tahun dilalui, plastik itu nampaknya tidak bisa dilepas hingga dewasa. Jadilah hewan ini terbelit jaring plastik.
Objek yang ketiga nampaknya sepeti hiu yang terjaring, atau terjebak jaring di laut. Hiu sendiri adalah hewan yang dilindungi, karena perlahan, populasi hewan ini semakin sedikit karena banyaknya minat konsumsi hiu yang semakin membesar.
Jika menurut agan hewan-hewan tadi tidak cukup menderita, mari kita lihat paus sperma yang terdampar di pantai berikut ini.
Ya, sudah sangat jelas. Paus itu meninggal karena mengonsumsi ribut sampah plastik. Sangat jelas di sana terdapat aneka sampah plastik yang biasa kita gunakan, mulai dari botol air, nampan, mangkok, hingga aneka perangkat plastik lainnya.
Ok jika ada agan sista yang menganggap ini adalah rekaan. Tapi jika memang ini rekayasa, apa ada orang yang membuang sampah plastik pada bangkai paus seperti ini? Atau, jika masih kurang yakin, silakan cek saja di kanal berita agan sista. Sebab berita soal paus sperma yang mati dengan perut penuh sampah ini pernah viral kok di tahun 2018. Yang jelas, dengan adanya fenomena ini, kita semakin disadarkan bahwa dunia sekarang sudah darurat sampah. Penggunaan sampah yang berlebih tidak hanya berdampak untuk manusia sendiri, namun juga alam, termasuk satwa, tumbuhan dan elemen lain di dalamnya.
Dan ane yakin agan sista pasti sudah tahu kalau plastik adalah material yang tidak bisa terurai. Kalau pun bisa, material ini membutuhkan waktu ratusan tahun, bahkan ribuan tahun untuk dapat terurai.
Ya, sampah plastik memang menjadi masalah bersama. Bukan hanya Indonesia, tapi juga dunia.
Kita memang secara nyata dihadapkan satu dilema besar terkait plastik. Sebagai material serba guna, hampir tidak ada material lain yang dapat menggantikan sifat plastik seperti tahan air, ringan, transparan, tahan panas, tidak melibatkan unsur alam dan tumbuhan serta dapat digunakan berulang-ulang.
Adapun material yang hampir menyamai sifat plastik adalah alumunium dan kaca. Hanya saja kedua benda ini terbilang cukup berat dan mahal. Keduanya memang tahan terhadap panas, dingin, transparan, tidak melibatkan unsur alam serta dapat digunakan berulang-ulang. Tapi jika dibandingkan dengan plastik, ongkos produksi keduanya terbilang sangat mahal. Hal itu akan berdampak pada harga yang pasti tidak terjangkau oleh para pengguna plastik.
***
Ya, kita memang belum bisa menggantikan plastik secara utuh. Karena bagaimana pun plastik dinilai lebih ekonomis digunakan dibanding produk lain. Kendati demikian, kita juga tidak bisa begitu saja menggunakan plastik. Terlebih plastik yang sekali pakai. Walau tidak bisa menggantikan plastik, setidaknya, kita juga harus melakukan upaya untuk seminimal mungkin menggunakan material ini.
Nah, terkait dengan upaya yang bisa dilakukan, puji Tuhan, ane sendiri sudah melakukan beberapa upaya kecil untuk meminimalisir penggunaan plastik. Beberapa bakal ane tuangin di thread ini.
1. Meminimalisir Penggunaan Sedotan
Quote:
Agan sista boleh nggak percaya soal masalah ini. Tapi yang jelas, ane sendiri udah beberapa bulan jarang pakai sedotan. Inget, ya, jarang. Bukan nggak sama sekali. Sebab, jujur, ane juga kadang kecolongan sama pelayan yang sering ngasih sedotan ke minuman ane. Ya, namanya udah masuk minuman, ya, otomatis udah digunain dan mau nggak mau harus dipake ya kan? Tapi yang jelas, sekarang-sekarang ini ane seringnya mesen minuman di gelas dan nggak dikasih sedotan.
Nah, upaya ini ane lakuin bukan tanpa alasan, gan, sis. Sedikit gambaran aja, sedotan ini nggak mungkin didaur ulang, apalagi digunakan ulang. Mustahil. Setidak sedotan yang telah digunakan pasti mau nggak mau bakal dibuang. Dan itu yang ane sayangin. Ya secara sih masa iya kita pakai benda yang bisa terurai 400 taun lebih hanya untuk sekali pakai. Kan, mikir keras. Sayang gitu loh.
Ya intinya, buat masalah ini, ane lebih sering meminta ke pelayan buat nggak dikasih sedotan buat menghendari penggunaan yang mubazir.
Sebenarnya di Indonesia sendiri sudah ada sedotan yang ramah lingkungan. Kabarnya sedotan ini terbuat dari berbagai macam bahan alami yang ramah lingkungan seperti kertas, bambu dan rumput laut. Sayangnya, produksi sedotan semacam ini hanya terbatas, dan tidak diproduksi secara umum. Padahal, kalau saja semua warung di Indonesia menggunakan sedotan semacam ini, ane yakin, sampah plastik sedotan akan amat berkurang.
Dan, mungkin cuma mimpi. Tapi ane amat berharap pemerintah mau benar-benar mendukung dan mempromosikan produk sedotan ramah lingkungan ini ke ranah publik. Kalau perlu, sebagai pemegang kebijakan, pemerintah amat bisa melarang penggunaan sedotan plastik dan menggantinya dengan sedotan berbahan alami.
2. Udah Nggak Pernah Mau Dikasih Kantong Plastik Kalo Beli di Warung atau Mini Market
Quote:
Selain udah nggak pake sedotan kalau beli minum di warung, ane juga kadang suka nolak kalau dikasih kantong plastik pas belanja di warung atau mini market. Alasannya simpel, sih, gan-sis. Sama kaya sedotan. Ane ngrasa sayang aja musti pake barang sekali pakai yang penguraiannya membutuhkan waktu ratusan hingga ribuan tahun.
Ya, beberapa mini market memang menyediakan kantong plastik yang mudah terurai. Tapi itu dulu. Sekarang sudah nggak ada lagi. Masalah ongkos produksi jadi masalahnya. Sebab plastik yang mudah terurai justru memiliki ongkos produksi yang jauh lebih besar dibandingkan yang sulit terurai. Sehingga, beberapa mini market juga akhirnya beralih lagi ke kantong plastik reguler yang masa penguraiannya membutuhkan waktu ratusan tahun.
Soal kantong plastik berbayar? Ane pikir itu cuma angin lalu doang, gan-sis. Pas wacana dan realisasi kilat itu muncul, jujur, ane seneng banget. Secara gitu mereka pakai plastik kudu bayar lebih. Tapi sayang, realisasi itu bener-bener cepet banget ilang. Entah karena alasan apa. Karena konsumen yang keberatan atau kebijakan yang dianggap memberatkan produsen. Yang jelas, kebijakan yang hilang ini amat disayangkan. Padahal waktu itu ane berpikir kalau bagus, tuh, kebijakan. Dengan membayar beberapa nominal masyarakat akan memilih menggunakan tas atau kantong dari rumah saat berbelanja. Dan, pola itu pun amat berdampak pada penggunakan kantong kresek nanti.
Oh, ya, agan pasti nanti; gimana cara ane kalau barang belanjaan yang dibawa banyak dan membutuhkan wadah jinjing? Kalau untuk masalah ini, kebetulan, ane amat sering pakai tas ransel. Nggak tahu, suka aja. Tapi yang jelas ini amat membantu banget. Jadi kalau sewaktu-waktu belanjaan banyak, ane biasa masukin belanjaan ke tas.
Selain tas ransel, ane juga kadang nyediain kantong kain sebagai pengganti kresek. Biasanya kantong ini dipake kalo belanjaannya sejenis sayur atau makanan basah. Ya, tujuannya sih biar tas ane nggak bau-bau amat. Tapi yang jelas ini worth it banget. Cocok banget. Ketimbang harus pakai kantong kresek yang sekali pakai.
Kurang lebih itu yang bisa ane lakuin buat ngurangin penggunaan sampah, gan, sis. Ya, cukup sepele, sih. Tapi ane yakin, apa yang ane lakuin ini berdampak baik buat bumi ke depan. Seenggaknya, ane udah mencoba buat nggak nambah-nambahin sampah di bumi untuk urusan yang nggak penting-penting amat.
Intinya, sih, apa yang ane sampein di atas bukan tanpa alasan. Ane sadar perkembangan sampah sekarang sudah masuk ke tahap kronis. Karena itu, mumpung masih nuansa awal tahun, kita sama-sama instrospeksi diri buat sama-sama ngejaga lingkungan biar tetap bersih, terawat dan terhindar dari sampah.
============================================================================
============================================================================