magelysAvatar border
TS
magelys
Tim Ekonomi Jokowi Tak Kreatif, Utang Naik Lagi Jadi Rp5.2 Triliun
Utang luar negeri Indonesia meningkat 5,3 persen pada akhir Oktober 2018 menjadi sekitar Rp5.227 triliun atau 360,5 miliar dolar AS (asumsi kurs Rp 14.500), berdasarkan pernyataan Bank Indonesia, di Jakarta, Senin. Naiknya utang ini dinilai karena tim ekonomi Jokowi tidak kreatif dan minim terobosan, sehingga ekonomi Indonesia jadi salah urus.

“Utang terus naik karena tim ekonomi Jokowi tidak kreatif, minim terobosan,” kata pengamat ekonomi dari  Lingkar Survei Perjuangan (LSP) Gede Sandra kepada Harian Terbit di Jakarta, Senin (17/12/2018).

Menurut Gede yang juga Direktur LSP,  sebaiknya pemerintah juga menggunakan indikator lain untuk mengukur tingkat keamanan utang luar negeri seperti debt service ratio/DSR. Atau rasio total pokok utang plus bunga dibagi total ekspor. DSR kita bila sy itung th 2018 sdh di kisaran 27%, padahal batas aman untuk negara berkembang adalah 20%. Sementara negara-negara tetangga kita di ASEAN,  DSR-nya rata-rata di bawah 10%.

Janji Kampanye

Sementara itu, Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro demokrasi (Prodem), Syafti Hidayat mengatakan, utang luar negeri yang terus bertambah karena rezim saat ini terus mengalami defisit. Apalagi pendapatan di dalam negeri tidak mencapai target karena sulitnya ekonomi. Oleh karenanya janji kampanye yang menyebut uang Indonesia melimpah sehingga tidak perlu utang ternyata tidak terbukti.

"Pertumbuhan ekonomi yang dijanjikan 7-8% ternyata hanya 5%. Ini karena kebijakan ekonominya tidak tepat atau tepatnya salah urus," paparnya kepada Harian Terbit, Selasa (18/12/2018).

Menurutnya, agar beban utang tidak semakin besar sebaiknya rezim saat ini ganti kabinet, terutama tim ekonomi. Mereka yang gagal harus diganti agar tidak semakin membebani rakyat kecil. 

Dia mengemukakan, dengan utang luar negeri yang terus bertambah maka sudah dipastikan akan menjadi beban pembayar pajak terutama rakyat. Oleh karena itu harus ada pengawasan yang ketat agar utang luar negeri dipakai untuk pembangunan. Apalagi saat ini utang luar negeri Indonesia sudah mencapai Rp5.227 triliun. 

"Agar tidak menjadi beban maka harus ada pengawasan yang ketat agar utang luar dipakai untuk pembangunan dan tidak dikorupsi," ujar Syafti. 

Utang BUMN

Seperti diketahui utang luar negeri Indonesia meningkat 5,3 persen pada akhir Oktober 2018 menjadi sekitar Rp5.227 triliun atau 360,5 miliar dolar AS (asumsi kurs Rp 14.500), berdasarkan pernyataan Bank Indonesia, di Jakarta, Senin (17/12/2018). Jika dibandingkan dengan September 2018 yang sebesar 359,7 miliar dolar AS, utang luar negeri (ULN) Indonesia juga naik 0,19 persen.

"Utang luar negeri Indonesia akhir Oktober 2018 terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 178,3 miliar dolar AS, serta utang swasta termasuk BUMN sebesar 182,2 miliar dolar AS," tulis Bank Sentral dalam Statistik Utang Luar Negeri Indonesia.

Secara rinci, ULN pemerintah mencapai 175,4 miliar dolar AS, naik 3,3 persen (yoy), sedangkan ULN bank sentral mencapai 2,9 miliar dolar AS. Untuk ULN swasta termasuk BUMN mencapai 182,2 miliar dolar AS atau naik 7,7 persen (yoy).

Hingga akhir Oktober 2018, ULN swasta tersebut terdiri dari lembaga keuangan bank sebesar 32,5 miliar dolar AS dan lembaga keuangan bukan bank sebesar 10 miliar dolar AS. Sementara debitur bukan lembaga keuangan sebesar 139,6 miliar dolar AS.

Posisi ULN swasta pada akhir Oktober 2018 tumbuh 7,7 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tumbuh 6,7 persen (yoy), terutama didorong oleh pertumbuhan ULN pada sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas (LGA).

Angka itu masih di bawah batas maksimal menurut Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 sebesar 60 persen terhadap PDB. Bahkan rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara dengan kapasitas ekonomi serupa (peers).

Di samping itu, struktur ULN Indonesia tetap didominasi ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 86,9 persen dari total ULN. 

Sebelumnya, kendati posisi utang terus naik, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim posisi utang masih aman karena rasionya 30 persen terhadap Produk Domestik Bruro (PDB). 
“Bila mengacu pada UU Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003, persentase rasio utang negara terhadap PDB wajib di bawah batas maksimal sebesar 60 persen,” ujarnya Oktober lalu.

Tak Mampu

Belum lama, mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli menuding, Sri Mulyani yang bertanggung jawab atas utang Indonesia saat ini. Sebab menurutnya Sri Mulyani yang memiliki inisiatif untuk menerbitkan utang saat dia menjadi Menteri Keuangan di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Ketika SMI jadi Menkeu SBY menerbitkan utang US$ 43 miliar dengan bunga 2% lebih mahal dari negara-negara yang ratingnya lebih rendah dari Indonesia, seperti Thailand, Vietnam, dan Fillipina. Rakyat Indonesia harus bayar bunga tambahan Rp 121 triliun. Itu sangat merugikan bangsa Indonesia dan sebetulnya merupakan tindakan kriminal," tambahnya.

Dia juga menuding, sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani tidak mampu menjaga kondisi perekonomian Indonesia. "SMI juga tidak mampu kelola ekonomi makro secara baik, sehingga ekonomi semakin merosot dan berisiko. Itulah hal-hal yang menyebabkan SMI tidak berani debat dengan Rizal Ramli," tegasnya.

https://m.harianterbit.com/read/3282/Tim-Ekonomi-Jokowi-Tak-Kreatif-Utang-Naik-Lagi-Jadi-Rp52-Triliun

Beli krupuk dpt brp truk tuh
0
1.8K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.6KThread40.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.