JAKARTA, suaramerdeka.com - Kebijakan Kementerian Pertanian meminjam 10 ribu ton jagung dari perusahaan pakan ternak besar (feedmill) dapat menjadi bumerang terhadap iklim investasi di Indonesia. Kebijakan tersebut diambil karena keluhan pada peternak unggas atas kelangkaan dan tingginya harga jagung di pasaran.

"Iya (pengaruhi iklim investasi). Jadi orang yang mau investasi di peternakan akan berpikir, bagaimana mau punya kepastian akan suplai dari pakan. Kalau pakannya tidak tercukup, kemudian ternaknya mati, siapa yang menanggung," ujar Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati.

Dia juga mempertanyakan tidak adanya langkah antisipasi dari Kementan atas minimnya produksi jagung nasional yang terjadi di lapangan, salah satunya dengan merekomendasikan impor jagung untuk memenuhi kebutuhan jagung nasional. Sebaliknya, Kementan berulang kali menyatakan bahwa produksi jagung nasional mengalami surplus.

"Kenapa tidak memberikan rekomendasi (impor), karena yakin surplus. Padahal di lapangan tidak ada," katanya.

Lebih lanjut Enny mengatakan bahwa kebijakan untuk meminjam jagung dari pihak swasta bukan sesuatu hal yang lazim. Menurutnya, Perum Bulog tidak memiliki kewajiban menjaga stok jagung. Karena Bulog hanya diamanatkan untuk mencadangkan beras dan gabah.

"Bulog tidak diamanatkan untuk jagung, hanya beras dan gabah. Apalagi berkali-kali Kementan bilang surplus. Kalau surplus kan seharusnya tidak terjadi kelangkaan dan harga tinggi, dong," seloroh Enny.

(Wahyu Atmadji/CN41/SM Network)

https://www.suaramerdeka.com/news/baca/149390/kebijakan-pinjam-jagung-jadi-bumerang-iklim-investasi

https://m.jpnn.com/news/desak-evaluasi-kebijakan-pemerintah-pinjam-jagung-ke-swasta