https://ep01.epimg.net/elpais/imagen...cia_normal.jpg

1. Sulit Membuat Keputusan

Anak yang di-setting untuk menjadi penurut akan menginjeksikan pemahaman ke dalam alam bawah sadarnya bahwa ia bertugas untuk patuh dan nurut saja. Akibatnya, ia akan sulit membuat keputusan. Ia tidak tahu apa yang diinginkan karena alam bawah sadarnya sudah membuatnya terbiasa mengikuti apa yang diperintahkan, bukan mengikuti apa yang diinginkannya sendiri. Semakin ia dewasa, hal ini akan mengganggu kehidupannya. Ia akan kebingungan menentukan banyak keputusan penting dalam hidupnya.

2. Tidak Bisa Mengatakan “Tidak!”

Anak penurut terlatih untuk menurut dan tidak terbiasa membantah. Akibatnya, ia tidak bisa menolak ketika ada sesuatu yang sebenarnya tidak ia setujui. Ia akan merasa tidak enak dan merasa bersalah jika harus menolak sesuatu, meskipun itu adalah sesuatu yang buruk.

Lihat kasus orang-orang yang tidak bisa berpisah dari pacarnya meskipun hubungan mereka sudah berada pada level toxic. Pacarnya melakukan pelecehan seksual, meminta pelayan seksual, ia turuti meskipun sesungguhnya tidak menyukai hal tersebut dan menyesali perbuatannya. Tapi kapan-kapan pacarnya minta lagi, dituruti lagi Atau pacarnya matre, minta harta ini-itu. Meskipun permintaannya tidak wajar dan di luar kemampuan, ia akan berusaha mengabulkannya. Sebagian karena cinta, sebagian disebabkan oleh ketidakmampuannya mengutarakan penolakan. Anak-anak penurut yang tidak mampu menolak memang rentan menjadi korban dan dimanfaatkan oleh orang lain.

3. Kemampuan Leadership yang Buruk

Salah satu tugas pemimpin adalah membuat keputusan. Dengan absennya kemampuan vital tersebut, seorang anak akan sulit menjadi pemimpin yang baik. Ia terbiasa dipimpin, diatur, dan diperintah oleh orang tua. Tugasnya sebagai anak hanya untuk patuh pada orang tuanya. Akibatnya, ketika dihadapkan pada peran pemimpin, ia akan kesulitan dan bisa jadi malah dilecehkan oleh anggota tim yang seharusnya ia pimpin.

4. Berjiwa Follower

Di rumah, ia akan menurut pada orang tuanya yang berperan sebagai pemimpin dan menempatkan dirinya sebagai follower. Yang ia tahu, follower yang baik haruslah patuh dan mengikuti segala yang diperintahkan oleh pemimpin. Nah, ketika ia sedang di luar tanpa orang tua, ia akan mencari figur pemimpin lain untuk melengkapi perannya sebagai follower. Syukur jika ia menemukan figur pemimpin yang baik. Tapi bagaimana jika ia bertemu dengan pemimpin yang buruk? Misalnya teman-teman yang mengajaknya melakukan hal negatif. Karena terlatih menjadi follower, maka ada kemungkinan ia akan mengikuti apa yang dikatakan oleh teman-temannya.

Sebaik apapun seorang anak, jika ia memiliki jiwa ikut-ikutan, maka ia berkesempatan untuk ikut-ikutan menjadi anak yang gak baik. Kualitas kehidupannya akan bergantung pada kualitas lingkungan, bukan dirinya sendiri.

5. Sulit Menemukan Jati Diri

Ia terbiasa mengikuti apa kata orang tuanya sehingga tidak mengenali kata hatinya sendiri. Sekolah, hobi, jurusan, ekskul, hingga teman, semua diatur oleh orang tua. Akhirnya ia akan sulit dewasa dan sulit settled dengan jati dirinya. Ia berisiko mengalami banyak ketidakbahagiaan/ketidakpuasan dalam hidupnya. Misalnya, urusan karir, ia mengikuti kata orang tua meskipun sesungguhnya tidak nyaman. Tapi alasan yang membuatnya tidak nyaman pun tidak ia ketahui. Seandainya berhenti bekerja, ia juga bingung mau bagaimana karena apa yang diinginkannya masih tampak “blur”.

6. Tumbuh Menjadi Pribadi Agresif

Ada juga anak yang penurut, namun hanya di hadapan orang tuanya. Begitu di luar rumah, ia menjadi pribadi yang berubah 180 derajat untuk menumpahkan kekesalannya diatur oleh orang tua. Kasus seperti itu biasanya terjadi pada orang tua yang sok ngatur disertai hukuman ketika anak tidak taat. Apalagi jika hukumannya melibatkan kekerasan fisik/psikologis. Luka di hati anak yang disebabkan oleh perilaku kasar orang tua akan menimbulkan kerusakan pada jiwanya dan bisa memicunya menjadi pribadi agresif.

7. Suicidal

Anak yang tidak bahagia dalam keluarganya berisiko memiliki kecenderungan ingin bunuh diri. Silakan search berita kasus bunuh diri anak yang disebabkan tekanan orang tua, hasilnya sangat banyak! Anak-anak tersebut telah digiring oleh orang tuanya untuk memaknai keberhasilan sesuai yang telah diinginkan orang tua. Misalnya, mendapat nilai yang tinggi, prestasi dalam bidang tertentu, masuk sekolah favorit, bisa bergaul dengan anak-anak sebayanya (well, some children were born naturally introvert and enjoy solitude), dan sederet target lainnya yang belum tentu dikuasai/disukai sang anak. Akibatnya, ketika sang anak tidak meraih apa yang sudah diharapkan oleh orang tua, ia akan merasa gagal dalam hidup. Padahal hidup itu bukan hanya soal sekolah dan prestasi. Ditambah lagi sikap orang tua yang seolah “menghukum” anak karena kegagalannya. Hal tersebut akan lebih parah jika anak lainnya dalam keluarga memiliki prestasi yang lebih baik dan membuatnya merasa dibanding-bandingkan/dikucilkan.

Masih ada banyak lagi hal negatif lainnya yang terjadi pada anak akibat didikan orang tua over-control. Misalnya sulit percaya diri, rendah diri, sulit membangun hubungan dengan orang lain, dan lainnya.

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/i...eczDC3XL6BF3Uz

1. Melatih Anak Membedakan Baik dan Buruk serta Prinsip Sebab-Akibat

Instead of mengajari anak patuh pada orang tua, ajarkan anak untuk terbiasa berpatokan pada baik dan buruk serta konsekuensi dari setiap keputusan yang ia pilih. Latih ia menjadi pribadi yang analitis dan kritis sebelum memutuskan sesuatu. Efeknya anak akan cerewet dan orang tua mungkin akan lebih kewalahan meladeni perbincangan dengan anak. Tapi, kalo beneran sayang sama anak, kayanya upaya seperti itu sangat berharga.

2. Mengembangkan Empati Anak

Misalnya, ketika anak berusaha merebut mainan milik temannya, pisahkan ia dari temannya. Tenangkan, lalu ajak ngobrol.
“Kak, kalo mobil-mobilan kesayangan kakak diambil sama teman, boleh gak?”
“Gimana rasanya kalo teman kakak ngerebut mobil-mobilan kesayangan kakak? Dia maksa pengen mobil-mobilan punya kakak gitu. Kakak sedih gak? Atau marah?”
“Kalo teman kakak, mainannya direbut sama kakak, kira-kira dia bakal gimana, kak? Sedih juga kaya kakak gak?”
“Kalo orang yang bikin sedih itu menurut kakak orang baik atau orang jahat?”
“Jadi, menurut kakak, boleh gak maksa ngambil mainan teman?” Berikan si anak kesempatan untuk menjawab setiap pertanyaan. Biarkan ia menjelajahi serta memahami berbagai perasaan yang ia dan orang lain rasakan.

3. Memperkenalkan Nilai-nilai dalam Masyarakat dan Melatih Menghargai Perbedaan

Ajarkan anak untuk memahami nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Nilai-nilai ini masih berhubungan dengan penilaian baik-buruk pada poin pertama tadi. Mulai dari nilai-nilai agama, budaya, sosial, keluarga, dan lingkungan tertentu. Ajarkan juga pemahaman tentang perbedaan yang ada dalam masyarakat agar anak menghargai perbedaan tersebut.

4. Melatih Percaya Diri dan Tanggung Jawab

Latih ia menjadi percaya diri. Setelah memahami perbedaan, ajarkan juga kepercayaan diri dan pemahaman bahwa it’s okay menjadi orang yang berbeda. Gak apa-apa jika anak memiliki pendapat dan pandangan berbeda, tapi ia tetap harus bertanggung jawab atas segala pilihan yang ia ambil.

https://dallasnews.imgix.net/0619_bu...ly-parents.jpg

1. Obsesi & Perfeksionisme

Orang tua yang memiliki obsesi sebagai ayah & ibu yang berhasil biasanya memiliki sifat perfeksionis. Mereka ingin orang-orang melihat mereka sebagai orang tua yang sukses mendidik anaknya dengan menunjukkan prestasi dan perkembangan sang anak. Sayangnya, saking terobsesi pada penilaian orang-orang, mereka melupakan perasaan anaknya sendiri. Mereka tidak memikirkan apakah anaknya bahagia atau mampu menjalani kehidupan dengan berbagai aturan yang mereka tetapkan.

2. Malas

Mendidik anak itu tidak mudah. Butuh kemauan, kerja keras, dan juga ilmu. Bagi orang tua yang malas (malas MENDIDIK dan malas mencari ilmu parenting), MENGATUR anak adalah jalan pintas yang leih mudah. Gak perlu mengajari anak tentang baik dan benar, gak perlu memberikan penjelasan panjang lebar pada anak, gak perlu membuat anak mengerti. Cukup membuat si anak menuruti kata-kata mereka, maka anak pun terlihat pintar dan baik.

3. Warisan

Ada juga yang mendidik anaknya dengan sikap sok ngatur karena itulah yang ia dapatkan dari orang tuanya dulu. Ia tidak membuka mata pada teknik parenting lainnya karena orang tua yang dibesarkan dengan over-control sejak kecil memang berkemungkinan memiliki jiwa yang tidak kreatif. Kalo orang tuanya mencontohkan seperti itu, ya diikuti saja.

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/i...IiSYXfmI3TNqdv

1. Keras Kepala

Sesungguhnya, sikap keras kepala adalah salah satu sistem pertahanan manusia. Anak-anak yang memiliki sifat keras kepala memiliki kemungkinan lebih besar untuk melepaskan dirinya dari jeratan pengaruh buruk bad parenting yang diterapkan orang tuanya. Mereka memiliki insting untuk menyelamatkan hidupnya dari hal buruk, termasuk orang tuanya. Meskipun mereka menyadari bahwa mereka adalah anak dari orang tua mereka, namun mereka ngotot bahwa hidup mereka adalah milik mereka sendiri, bukan milik orang tua. Hal ini mungkin akan menyebabkan mereka tumbuh sebagai anak yang rebel dan agresif, tapi setidaknya mata mereka terbuka pada kesalahan orang tuanya dan berusaha menghindari pengaruh buruknya.

2. Bantuan dari Orang Lain

Kalo sudah terlanjur menjadi korban dan tidak bisa bangkit sendiri, bantuan dari orang lain juga bisa diandalkan. Misalnya psikolog, motivator, atau bahkan orang terdekat (sahabat, pasangan, saudara, yang jelas bukan orang tua). Pasti tidak mudah mengubah kepribadian yang sejak lama dicetak oleh orang tuanya secara salah, tapi setidaknya motivasi dari orang-orang tersebut bisa menyadarkan mereka tentang masa lalu yang kurang baik dan untuk berubah lebih baik.

3. Studi Pustaka

Bagi orang-orang yang tertutup, menceritakan masa lalu kepada orang lain bukanlah hal mudah. Tapi bukan berarti mereka tidak bisa memulihkan dirinya sendiri. Membaca buku-buku self-help, artikel psikologi, dan materi bentuk lainnya yang bisa menyadarkan bahwa mereka telah mengalami masa kecil yang buruk serta kemungkinan mereka untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik dapat membantu.