Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

redalion101Avatar border
TS
redalion101
Tentang Sebuah Nama, (Salma)
Part 1

“Semua udah masuk koper dik ?”
“Sudah buk, tinggal sepatu yang belum, masih aku siapin nih”
Hal pertama yang dikatakan ibu beberapa jam sebelum keberangkatanku ke kota rantau. Beliau begitu perhatian padaku meskipun aku sudah tidak lagi anak kecil, dan selalu saja begitu tiap kami akan pergi ke kota rantau. Ya, kami. Aku tiga bersaudara, namaku Egi, aku sebagai anak terakhir, kedua kakakku sekarang melanjutkan studi keluar negeri. Tak kusangka sudah tiba waktuku untuk pergi merantau juga, ini bukan pertama kalinya aku pergi merantau, ketika aku SMA aku juga sudah berada di kos karena jarak yang jauh dari rumah ke sekolahan untuk bisa ditempuh setiap harinya.  Namun kali ini aku yakin tidak akan kesulitan lagi seperti dulu, bukan karena sudah pernah ngekos tetapi ada rumah lengkap dengan penjaganya disana, yang sudah disiapkan oleh ayahku jauh-jauh hari.
Selang beberapa jam, aku sudah berada di atas kereta menuju kota rantau. Bisa kuingat air mata yang menggenang di kedua mata orang tuaku ketika aku masuk ke kereta dan meninggalkan mereka. Jujur ini mungkin berat bagi mereka karena aku sebagai anak terakhir, yang biasanya mengurus keperluan rumah dan segala sesuatunya.
Sejurus tiba juga aku di kota rantau, segera aku turun sembari menarik koperku keluar dari kereta dan disana sudah ada kang Slamet yang sangat kukenal sejak kecil duduk tersenyum menyambut kedatanganku.
“Selamat sore mas” sapanya kemudian berjabat tangan denganku.
“Sore kang”.
Kang Slamet masih sama seperti dulu, selalu sopan di depan keluargaku, tak ada yang berubah sama sekali dari penampilannya meskipun aku sudah hampir 3 tahun tidak melihatnya. Beliau kemudian memimpin langkah menuju mobil yang sudah diparkir.
“sekalian mampir beli keperluan ospek mas ?” tanyanya memecah keheningan di dalam mobil ini.
“iya Kang, kemaren sudah dapat konfirmasi dari pihak kampus, langsung saja Kang ke toko yang menjual keperluan ospek” sembari aku memberikan secarik kertas berisikan segala peralatan untuk kelengkapan ospek kuliahku. Tak butuh waktu lama bagi Kang Slamet untuk memutari kota ini menemaniku membeli keperluan ospek. Tidak terlalu rumit sebenarnya namun karena keadaan yang panas karena terik matahari dan sedikit kemacetan yang menjejali kota ini, membutuhkan kesabaran ekstra. Satu jam kami memutari kota dan membeli segala keperluannya.
“Mampir kemana lagi Mas ?” ucap kang Slamet yang saat itu sudah memasuki mobil.
“Langsung pulang saja Kang, sudah capek, mau istirahat” ujarku seraya membenarkan posisi dudukku.
Kang Slamet hanya tersenyum dan langsung menyalakan mesin dilanjut menginjak pedal gas untuk segera pulang. Di jalan aku memperhatikan kanan dan kiri sembari menghafalkan nama tempat, café, atau apapun yang mungkin akan berguna dalam masa studiku disini, meskipun hanya akan menjadi tempat nongkrong ketika penat mengisi kepalaku. Kang Slamet sengaja melintas di depan kampusku sembari menunjukkan jalan yang akan kutempuh esok hari ketika aku berangkat kuliah, 30 menit berselang kami akhirnya sampai di rumah besar tak berpenghuni di pinggir jalan raya, rumah tersebut menghadap langsung ke salah satu gunung berapi aktif yang cukup terkenal di Indonesia karena namanya yang hampir mirip dengan sifatnya. 
Wanita paruh baya yang duduk di teras depan sembari tersenyum kepada kami ketika pintu mobil tempatku duduk terbuka, dia adalah bi Umi, istri dari Kang Slamet yang juga menjadi orang yang merawat rumah ini.
“Selamat datang Mas”, sapanya sangat santun ketika aku berjalan mendekatinya, kemudia kusalami beliau dan kucium punggung tangannya, “sini saya bawakan kopernya” sembari tangan kanannya mencoba meraih koperku, namun aku segera menggeser koperku di belakangku.
“eh, tidak usah Bi, saya bisa sendiri” tolakku ketika Bi Umi akan mengambil koperku, “Kamar saya mana Bi ? biar saya langsung ke kamar, capek Bi” lanjutku ketika itu bi Umi melihatku dengan heran, mungkin karena aku menolak untuk memberikan koperku. “oh siap Mas, mari saya antar” Sejurus bi Umi langsung berjalan di depanku, menuntunku masuk ke rumah dan menuju ke kamar yang sudah disiapkan untukku, meninggalkan kang Slamet yang sedang memasukkan mobil ke garasi. Aku berjalan di belakang bi Umi sembari melihat seisi rumah ini, minimalis, itu yang ada di pikiranku ketika melihat isi rumah yang besar namun perabotannya tidak terlalu banyak, dengan cat warna putih di temboknya dan segala jenis furnitur kayunya, aku sempat heran kenapa Ayah memintaku untuk tinggal disini, padahal aku bisa tinggal di kosan, tidak memerlukan perawat rumah, cukup aku saja sudah cukup dan tidak merepotkan orang lain, namun aku bisa apa, sudah diberikan fasilitas seperti ini tentu bisa membantuku banyak di keseharianku.
 Aku memasuki kamar yang ukurannya cukup besar, bisa dibilang seperti kamar hotel, namun tidak dengan segala kemewahannya, dinding berwarna putih di ketiga sisi, tembok kaca yang menghadap ke taman belakang di sebelah kiri spring bed King Size lengkap serta kamar mandi dalam, lemari baju yang cukup besar menurutku serta 1 meja belajar beserta kursinya disisi kamar yang lain.
“Ini kamarnya mas Egi, kalau butuh apa-apa panggil saya saja Mas, saya di rumah belakang. TIdak jadi satu sama rumah yang ini, tapi kalo dipanggil pasti denger kok, soalnya deketan rumahnya” ujar bi Umi, “Tadi saya juga sudah masak di dapur, kalo laper silahkan makan, nanti sore saya masakin lagi” tambahnya.
“Aduh Bi, makasih banyak, maaf ngrepotin” ujarku sembari aku tersenyum ke bi Umi.
“Silahkan istirahat Mas, saya mohon pamit, sekali lagi kalo perlu apa-apa panggil saja saya atau kang Slamet” seraya bi Umi pergi meninggalkan kamarku sembari menutup pintu kamar ini.
Kutaruh koper dan peralatan ospekku di sebelah ranjang, Aku menghela nafas cukup panjang, kemudian aku duduk di tepian ranjang ini, beberapa menit berselang baru kurasakan lelah pada badanku, padahal tidak seberapa berat hari ini, tentunya besok akan lebih berat lagi, mengingat besok hari pertama ospekku di dunia perkuliahan, rasa lelah ini mungkin lebih karena perjalanan yang kutempuh cukup lama, dan sudah lama sekali aku tidak melakukan perjalanan jauh. Kubaringkan badanku di spring bed sembari melihat jam tangan, sudah pukul 1 siang. Ah masih siang batinku, kupikir sudah sore karena dari kamar ini sinar matahari tidak terlihat, namun cukup memberikan penerangan pada siang hari tanpa menyalakan lampu. Bergegas aku bangun dan mengambil air wudhu untuk melaksanakan kewajiban siangku yang sudah terlambat. 10 menit berselang aku pun kembali berbaring di ranjang ukuran King Size itu. Kulihat atap kamar yang berwarna putih ini cukup lama hingga tanpa sadar kantuk menggelayut di mataku dan akupun akhirnya terlelap.
Waktu sudah menunjukkan pukul 16.30 ketika aku bangun, aku ternyata tidur cukup lama, hingga aku lupa kalau belum makan siang. Kemudian aku segera menuju ke dapur untuk mengisi perutku yang sejak siang belum terisi, ketika tiba di dapur cukup terhenyak aku karena peralatan dapurnya cukup lengkap, tanpa meninggalkan sisi minimalis dari rumah ini. Hampir semua peralatan dapur berwarna putih sama seperti temboknya, kemudian aku menuju kulkas untuk mengambil minum berlanjut menuju ke meja makan. Ah bi Umi memasak cukup banyak, padahal hanya aku saja yang tinggal disini, tanpa ba bi bu segera kuambil nasi di piring dan lauk kemudian segera kusendokkan ke mulut untuk mengisi perutku ini.
15 menit berlalu, setelah membersihkan dapur aku berjalan kearah depan, ruang tamu yang kutuju sekarang, ada meja kecil bulat dengan ukiran jawa disana beserta 3 kursi kayu yang mengitarinya. Aku duduk di salah satu kursi dan memandangi isi ruangan ini, mengesankan itu yang terbersit di pikiranku sekarang. Kembali pikiranku melayang tentang mengapa ayahku menyiapkan rumah ini hanya untukku seorang, bukan terlalu besar sebenarnya, namun terlalu sepi kalo hanya untukku seorang, karena tidak mungkin untuk bi Umi dan kang Slamet untuk tidur disini karena bi Umi sudah bilang kalau rumah mereka tepat dibelakang rumah ini. Ah sudahlah pikirku, tak perlu aku memikirkan hal seperti ini, toh juga harusnya aku berterima kasih kepada kedua orangtuaku yang sudah memberikan semua kebutuhanku tanpa suatu kekurangan. Kemudian aku teringat bahwa aku belum memberikan kabar ke kedua orang tuaku kalau aku sudah sampai, kemudian kuambil smartphoneku dan menelepon nomer ibuku, karena ayahku jarang sekali aktif di handphonenya.
Setelah memberikan kabar ke kedua orang tuaku, aku segera menuju kamarku dan mandi kemudian menyiapkan segala sesuatunya untuk besok, tak terasa saat kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 20.15. Aku menyiapkan baju untuk ospek hari pertama dimana sebenarnya aku juga bukan seseorang yang menikmati masa pengenalan, baik masih sekolah dulu maupun sekarang di dunia perkuliahan, karena menurutku hal ini tidak terlalu penting, soal pengenalan lingkungan sekolah atau kampus bisa dilakukan ketika pelajar sudah menjadi bagian dari lingkungan tersebut, cepat atau lambat mereka pasti juga akan mengenal lingkungan mereka baik dari teman maupun observasi secara mandiri, namun aku bisa apa ? berontak ? kurasa tidak, ini adalah kebijakan lingkungan kampus yang sudah dijalankan bahkan ketika aku mungkin belum lahir. Setelah aku selesai menyiapkan segala sesuatunya untuk esok hari, kemudian aku mengecek satu persatu pintu dan jendela di rumah ini, setelah selesai aku kembali ke kamar dan segera kurebahkan diriku di ranjang yang terlalu besar bagi ukuran anak yang baru lulus SMA beberapa bulan yang lalu, aku harus segera tidur pikirku mengingat besok pagi-pagi sekali aku harus sudah berada di kampus.
Malam berlalu dengan cepat, ketika aku terbangun mendengar suara Adzan subuh dari kejauhan, segera aku bangun kemudian menuju ke kamar mandi untuk mengguyur badanku ini kemudian bersiap menuju ke kampus. Selesai berpakaian aku segera menuju dapur dan disana sudah ada bi Umi yang memasakkanku sarapan. Tidak mewah, hanya nasi pecel dan tempe goreng serta teh hangat menemaniku pagi ini.
“Makasih Bi, ini enak lho, kayak buatan ibu di rumah” ujarku ketika mengakhiri sarapan pagi ini.
“Makasih lho mas sudah dipuji, jarang ada yang bilang begitu ke saya, hehe”, ujarnya “piringnya biarkan disitu saja mas, nanti saya cucinya, mas Egi segera berangkat, keburu terlambat” Perintah bi Umi kepadaku ketika aku hendak mencuci piring ini. Kemudian kulakukan perintah bi Umi untuk meninggalkannya disitu.
“Bi, saya berangkat dulu, kemungkinan nanti pulangnya sore, jadi ndak usah masak apa-apa, nanti kalo saya lapar tak beli atau masak sendiri, bahannya ada kan Bi ?” pintaku kepada bi Umi yang saat itu sudah memegang sabun cuci piring.
“Ada kok mas, di kulkas lengkap, toh nanti kalo kurang langsung saja ke rumah belakang, ngambil disana” ujar beliau. Kemudian aku berlalu meninggalkannya di dapur sendirian. Kuambil almamater kampus dan tas yang berisi perlengkapan ospek kemudian kulangkahkan kaki keluar rumah, disana sudah ada kang Slamet yang sudah menunggu di depan mobil yang sudah menyala.
“Selamat pagi Mas, ini mobilnya sudah siap” sapanya di pagi yang matahari saja masih malas untuk sekedar menyapa bumi.
“Pagi kang, loh saya bawa mobil ? lha motornya kemana kang ?” tanyaku keheranan, karena aku juga tidak mau mencolok dihari pertama kuliah, apalagi ini masih masa ospek, bukan karena takut dianggap anak orang kaya, namun aku tidak suka pamer.
“Maaf, iya mas bawa mobil, motornya masih di bengkel, kemaren bengkelnya bilang kalau hari ini selesai, jadi kemungkinan besok mas Egi baru bisa bawa motor” iba kang Slamet yang agak kelihatan takut karena mungkin pikirnya aku akan marah.
“Oh, yasudah kang, tidak apa-apa kalau begitu, semoga saja hari ini selesai, saya gamau bawa mobil, apalagi ini masih masa ospek, ntar dikira anaknya petinggi kampus” sembari aku tertawa kecil dan masuk ke kursi kemudi B-segment besutan Honda ini kemudian disambut senyum juga oleh kang Slamet. Kupikir dia akan terus tegang, namun berangsur air mukanya kembali seperti semula. Kulemparkan almamater dan tasku ke kursi belakang dan kubuka jendela pengemudi.
“Monggo mas, sudah siang nanti keburu terlambat” ucap kang Slamet.
“Iya kang, pareng” sembari aku menginjak pedal gas meninggalkan sisa pembakaran hidrokarbon di tempat kang slamet berdiri. Sambil memegang kemudi kulihat jam ditangan kiriku, waktu menunjukkan pukul 5.30. Pagi sekali pikirku, baru kali ini aku berangkat dengan kondisi matahari masih belum terlihat. Kondisi jalanan masih cukup lengang pagi ini ketika aku menggilas aspal dengan kecepatan sedang, mengingat hari ini adalah hari pertamaku di dunia perkuliahan sebagai mahasiswa baru tentu ada semangat dan was-was pada waktu yang bersamaan, karena tentunya akan sangat berbeda dengan dunia SMA yang masih penuh dengan teman dari sekolah terdahulu yang sama atau mungkin dari teman dekat karena lingkupnya yang masih tingkat 1 kota, dan jelas berbeda dengan dunia perkuliahan yang lingkupnya sudah nasional atau mungkin sudah tingkat internasional. Sudahlah, nanti juga dapat teman yang satu frekuensi pikirku, kemudian kuinjak pedal gas cukup dalam mengingat waktu juga terus berjalan.
30 menit berlalu akhirnya aku masuk ke area kampus, mendekati pos satpam aku membuka jendela pengemudi dan menyapa satpam sekaligus memberitahu bahwa aku mahasiswa baru, dengan senyum ramah satpam yang kutafsir berusia pertengahan 40 tahun tersebut memberitahukan tempat parker mobil kemudian kuucapkan terimakasih dan melajukan mobilku kearah parkiran khusus mobil mahasiswa. Sesampaiku di tempat parkir ternyata banyak sekali mereka yang memakai baju sama seperti punyaku turun dari mobil masing-masing, yakni sepatu dan celana panjang hitam serta atasan putih. Sejurus aku segera memakai almamaterku di kursi belakang, mengambil tas dan keluar dari mobil ini. Banyak sekali mobil di parkiran ini pikirku, namun lebih banyak pasang mata dari mahasiswa yang memandangku ketika aku keluar dari mobil ini dan berjalan di depan mereka.
“Mahasiswa baru ya ?” ujar suara dibelakangku, aku langsung menoleh kebelakang.
“Menurutmu ? udah jelas juga pake bajunya samaan”
“Hehe, ya biasa aja kali gausah sewot, kenalin gue Leni” sembari menjulurkan tangan kanannya kepadaku.
“Egi” ujarku, sembari menyambut tangan kanannya. Cantik, itu yang ada di pikiranku, agak tomboy memang dari penampilannya namun masih sopan karena dibalut oleh hijab yang menutupi kepalanya.
“Halus banget tangan loe” sahutnya saat bersalaman denganku.
“hehe” aku cuma ketawa kecil saat dia berkata begitu.
“Berani banget loe bawa mobil di hari pertama kuliah, masa ospek pula. Gak takut apa dijailin sama senior ?” ujarnya sembari terus berjalan beriringan denganku.
“Lah apa salahnya bawa mobil ? dijailin yaudah kan ? tinggal laporin aja susah, orang ga ada larangan kan bagi MaBa bawa mobil ? toh tadi niatnya juga gak narik perhatian kek gini, tapi motorku masih di bengkel besok baru jadi” aku mengatakan apa yang kang Slamet katakan padaku pagi ini. “kamu sendiri kesini naik apa ?”
“Tuh bawa mobil nyokap” sembari tangannya menunjuk ke salah satu mobil di parkiran, “loe punya motor juga ? keren, boleh dong besok dijemput”.
“Lah ? gak takut aku aneh-aneh ? kita juga baru kenal, kok percaya sama aku ?”
“Gatau, percaya aja, besok jemput, ntar gue kasih tau alamat gue” ujarnya santai.
kami berjalan beriringan hingga tiba di salah satu tempat duduk di area kampus. Banyak hal kami bicarakan mulai dari daerah asal hingga tempat tinggal disini, tak lupa kami juga saling tukar nomor hp. Leni, orangnya asik diajak ngobrol, dia sama sekali tidak kikuk mengingat dia berhijab sangat rapi meski masih terlihat sedikit sifat tomboynya, kami sangat cepat akrab karena memang kota kelahiran kami  yang saling berdekatan.
Beberapa orang yang kuyakini panitia terlihat lalu lalang di depan tempat kami duduk. Saat mahasiswa baru mulai memenuhi tempat kami duduk, kusapukan pandangku kesana kemari melihat lalu lalang peserta ospek hingga akhirnya pandanganku berhenti pada sorot mata yang memperhatikanku dari jauh.
“Len, kenal sama cewek yang duduk disana ?” sambil kugelengkan kepalaku kearah tempat duduk gadis tersebut.
***
Diubah oleh redalion101 23-10-2018 08:25
anasabila
69banditos
nuhazainuloh088
nuhazainuloh088 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.8K
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.