Sebut saja aku Gondz (bukan nama sebenarnya). Ada yg bilang aku ini indigo sedjak ketjil. Kuanggap ini anugerah Tuhan.
Pertama kali liat dhemit aku ngga tau kalo itu dhemit, lalu kulempar kerikil. Wekekekek.
Pengalaman paling menyeramkan adalah ketika aku masih SD (antara kelas 3-5 ku lupa). Sore itu hujan lebat. Aku sedang tiduran di kamar. Ibuku (alm) sedang memasak di dapur. Tiba-tiba accidentally, listrik padam. Sepersekian detik setelah listrik padam, aku melihat siluet tubuh manusia dengan rambut panjang. Siluet? Kan mati lampu? Tak kandani, guys! Kalian tahu keadaan saat listrik padam, kan? Tahu gelapnya kek mana? Nah, badan si makhluk itu lebih gelap! Dalam keadaan bingung menganalisa makhluk apa yang sedang kulihat, tiba2 matanya terbuka. Merah. Menyala. Seakan dia siap menerkamku. Ia mendekat. Semakin dekat. Aku yang mulutnya seakan terkunci, hanya bisa mundur sampai tembok menghalangi punggungku. Beberapa detik kemudian, aku teriak sambil menutup mataku dengan kedua tangan. Ibu menghampiriku. "Ada apa?", tanyanya. "Ada setan!", kataku setengah berteriak. "Mana?", ia heran. Kubuka mataku perlahan. Kamarku sudah terang kembali. Si Mata Merah telah pergi. Dan sejak itulah aku benci oglangan(mati listrik a.k.a listrik padam).
Cerita belum berakhir.
Sekitar setahun yang lalu, aku "diserang" kembali. Saat itu aku sedang di mobil, melewati Candi Prambanan malam hari. Tiba-tiba aku merinding, seluruh badan terasa panas. Aku hampir pingsan. Kukira itu ulah para dhemit senior di Candi Prambanan. Ternyata aku salah. Itu lebih mengerikan.
Esoknya, orang yang bersamaku di mobil memberitahu bahwa yang kualami semalam adalah ulah dari Si Mata Merah yang kutemui saat aku kecil (FYI skrg umurku 22). Si Mata Merah itu merupakan "titipan" nenek buyutku, yang ingin menurunkan ilmu santetnya padaku. Caranya? Ya, masuk ke dalam tubuhku. Tentu saja aku akan menjadi sakti mandraguna. Membunuh orang hanya perlu menatap matanya. Jarak jauh juga bisa. Tapi, jika itu terjadi, tubuhku bukan milikku lagi. Entah jiwaku mau dibawa ke mana. Yang jelas, aku menolak keberadaan Si Mata Merah. Aku tidak mau dibakar permanen di neraka gara-gara pengen jadi sakti, gara-gara ingin membalas dendam pada orang-orang yang pernah menyakitiku.
Hari itu aku benar-benar tersiksa. Tubuhku panas dingin. Di kampus gak konsen. Mau tidur gak bisa. Sungguh daku sangat tersiksa. Itu akibat menolak Si Mata Merah laknat itu.
--------
Dan sekarang, keadaan sudah jauh membaik. Aku sudah lebih kuat. Si Mata Merah tidak pergi dan tak akan pergi, tapi tidak bisa "masuk" lagi.
Dia masih di sini. Menyaksikanku menulis kisah tentangnya. Ikut membaca komentar kalian. Dia tahu. Mungkin.