Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ginaaw2018Avatar border
TS
ginaaw2018
Yang Tadinya Milikku
“Bukan berarti begitu. Aku hanya tak ingin memberikanmu harapan palsu. Kejarlah wanita di luar sana yang jauh lebih baik dariku. Aku yang kau lihat bukan aku yang sebenarnya, Daf. Kamu pasti akan kecewa. Begitu pula dengan keluargamu. Kamu begitu banyak harta yang harus kamu jaga. Kamu punya begitu banyak cerita hebat yang masih belum kamu ceritakan. Kamu punya segudang mimpi yang jika bersamaku akan terus jadi mimpi.”


Maya, gadis lugu sok jahat yang bersembunyi dibalik masa lalu. Berpura – pura bersembunyi di balik luka meski tak sadar ia sudah lama menunjukkannya. Gadis yang melulu tak menerima cinta yang tersedia di depan mata. Gadis yang tak tahu benar apa mimpi dan hal yang harus dicapainya.

Dafa, pria hebat yang rela membuang segalanya demi seorang gadis yang menyentuh dan mengambil seluruh hatinya. Dafa, pria yang tak mampu lagi menemukan jalan kembali. Terus maju sambil berharap akan ada akhir dari semua penantian dan usahanya.

Ryan, pria kaya sok hebat. Bangga dengan harta, tahta, dan wanita yang ia miliki dengan sokongan orang tuanya. Semua yang ia inginkan harus jadi miliknya. Pria tak berperasaan sampai hatinya benar – benar teriris dengan cinta yang diagungkannya.

Sya, gadis manja tak punya rasa. Gadis yang tahu benar bagaimana melukai orang. Gadis penuh kebanggaan sampai lupa bahwa semua kaki berpijak ditanah yang sama.
Saat cinta hadir diantara mereka. Saat masing – masing menemukan kesempatan untuk mengambil haknya. Akankah semua mengambil hak yang sepantasnya?

Yang Tadinya Milikku – Bagian 1

“Buat gue, nikah itu komitmen, bukannya pemaksaan diri aja. Yaa kaya lo ini.” Gadis ini keluar dari mobil honda jazz merah milikknya. Tangan kirinya masih memegang ponsel. Ia membanting pintu. Di depannya sudah berdiri gadis muda seusia dengannya. Gadis ini menyambut dengan senyuman lebar di wajahnya. Mereka sama – sama menutup ponsel. 


“Siapa bilang gue maksa, dianya aja yang sebenernya pengen ngelamar gue tapi nggak jadi – jadi mulu. 



Makanya gue bergerak lebih maju.” Kening gadis yang diajaknya bicara mendadak kecut, entah sebuah pembenaran pada apa yang dikatakan temannya, atau dia memang lagi pusing mempersiapkan pernikahannya yang tinggal menghitung hari.



“Bergerak lebih maju gimana maksud lo. Lah siapa yang tahu coba kalo misalkan dia itu emang mau ngelamar lo. Orang gue liat mukanya itu cemberut mulu. Itu tandanya dia nggak mau nikah ama lo.” Gadis pemilik Honda jazz ini kembali membalas.



“Emang lo udah pernah ketemu?” Jawab Sya.



“Dalam mimpi udah.” Maya menjawab tak seenaknya.



“Udah aah bilang aja lo ngiri, May.” Kata terakhir yang cukup membuat gadis pemilik Honda jazz itu terdiam dengan semua gelutan opini yang ada di kepalanya.



Perkenalkan namaku Maya. Setidaknya dengan nama itu mereka biasa memanggilku. Disini.



“Lo ke sini buat ngata – ngatain gue ato mau ngebantuin persiapan pernikahan gue?” Gadis satu lagi ini bernama Sya, lengkapnya Syakila praja. Cewe satu ini, cewe yang paling gue benci seumur hidup gue. Bahkan ampe gue masuk neraka sekalipun, gue tetep benci ama dia.



Maya segera mengunci mobilnya dan masuk ke rumah temannya. Masih terdiam, dia tidak terlihat ingin menjawab pertanyaan Sya. Usai bersalaman dengan kedua orang tua Sya, Maya kembali berucap sinis.

“Bisa dua – duanya, gue kan sahabat terbaik lo.” Senyuman dengan tatapan mata yang tajam. Kali ini giliran Sya yang terdiam.



“Oh iya, mana cowok lo.” Maya duduk di sofa. Dari tadi ibu Sya sudah mempersilahkannya duduk. Entah sejak kapan wanita tua ini baik padaku.



“Gue lupa kalo gue belom pernah ngenalin dia ke lo.”



“..”



“Masa’ lo nggak pernah liat di Instagram. Gue udah masukin semua prewed gue ke sana. Makanya kapan – kapan lo liat – liat juga dong media sosial. Bukannya di luar negeri jaringannya kenceng?



Maya sudah 3 tahun kuliah dan tinggal di Inggris, ia menyelesaikan S2 nya dalam waktu sedikit lebih lama dari seharusnya karena sibuk bekerja. Dan semua terbukti pada apa yang ia dapatkan sekarang. Rumahnya dulu berada tepat di samping rumah Sya. Namun setelah kepergian ibunya, Maya dan adiknya Satya tidak tinggal di tempat itu lagi. Maya memboyong adiknya ke Inggris. Hal yang sulit karena adiknya sama sekali tidak pandai berbahasa inggris. Tapi memang benar, langsung praktik itu lebih manjur. Adiknya kini fasih berbahasa inggris hanya dalam waktu 2 tahun. Temannya juga lumayan banyak. Adiknya melanjutkan ke sekolah akademi di Inggris dan baru akan selesai sekitar setahun lagi.Selanjutnya masih belum tahu akan melanjutkan kuliah di sana atau tidak.



Kembali ke cerita rumah, buat Maya rumah itu menyimpan kenangan pahit. Dan kesimpulannya, dia menjualnya.



“Ehmm baiklah. Gue bakal lebih sering buka akun Instagram lo. Dia kerja apa ?” Maya menguap sebentar sambil bersiap mendengar celotehan panjang temannya.



“Lo pasti nggak percaya, dia itu putera pemilik perusahaan kayu tempat nyokap lo dulu kerja. Yaah meskipun itu satu dari sekian perusahaan yang dia punya. Tapi ….” Celotehan Sya masih terus memanjang entah sampai kemana sementara Maya terhenyak, tercengang, dengan wajah yang tentu tetap ia kendalikan. Tapi bathinnya begitu terkejut mendengar pernyataan temannya. Ia berpikir gadis seperti Sya yang cantiknya tidak seberapa mungkin hanya akan mendapatkan cowok anak tukang sate, ato paling tinggian dikit anak pegawai bank lah. Dan ini dia dapet cowok tajir?



“Kenapa ? lo kaget ?” Sya, dapat menebak dengan jelas ekspresi Maya meski ia sudah berusaha keras menutupinya.



Oh God, ini nggak mungkin. Terang aja Sya cewe bego yang bahkan otaknya jauh lebih kecil dari seekor semut yang kerjaannya cuma nyelotehin dan ngegosipin orang bisa ngedapetin cowo sekaya itu. Di pelet apa sama nih cewe mulut comberan ?



“Tentu. Gue nggak percaya lo bisa dapet cowo se lumayan itu. Pasti ada apa – apanya.”



“Trus sekarang cowo lo mana?” Maya tak kehabisan pertanyaan.



“Masih ngurusin klien di Bandung. Katanya hari ini balik, tapi dari tadi gue tunggu – tunggu belom ada pesan dari dia.”



“Buset, nggak lo kurung aja tuh cowo. Masa udah mau nikah aja masih mentingin kerjaan sih? Ntar liat aja pas udah kimpoinya.”



“Do’a lo nggak ada yang bagusan dikit ya?”



Pembicaraan mereka berlanjut sampai ibunda Sya memanggilnya karena mesti siap – siap untuk acara lamaran malam ini. Tak ada pekerjaan lain, Maya memilih untuk memasuki kamar yang memang ditujukan untuknya.



Sejak awal Maya menginjakkan kaki di rumah ini, begitu banyak mata yang melihatnya. Beberapa sorot mata ragu sekedar ingin memastikan. Beberapa menatap tajam dan tak sedikit yang menggunjingkan dirinya. Maya tak ambil pusing. Dari awal dia tidak ingin beramah tamah.



Trtrtrrtrtrt ponsel Maya berbunyi. Nomor yang tidak dikenalnya. Maya tidak mengangkatnya. Sudah kebiasaannya tidak mengangkat ponsel jika nomornya tidak dikenal, kecuali siempunya nomor menghubunginya tiga kali.



“Iya, Halo.” Ini deringan yang ketiga kali dan Maya mengangkatnya.



“Hai, May. Kebiasaan lama, I’ve repeat till three times, right?.” Jawab suara diseberang sana.



“Siapa sih? Sok kenal banget.”



“Dafa, cepet banget lupa suara gue? Orang baru seminggu nggak ketemu.” Jantung Maya seperti berhenti, ia terkejut. Dafa, cowo yang bahkan rela mengikutinya sekolah ke Inggris karena masih belum menyerah mengejar cintanya.



Dafa, sosok pria sempurna yang semasa kuliah sudah memiliki sebuah toko grosir ternama di kota bandung. Peraih IPK tertinggi yang cita – citanya menjadi pengusaha batik no.1 di Indonesia. Namun demi Maya rela menghempaskan semuanya dan malah mengambil jurusan hospitality di Inggris.



Dafa, cinta pertama Maya yang terus mengingatkannya pada sosok hangat yang selalu ada dalam mimpi dan angannya. Sesosok belahan jiwa dan teman hidup yang diinginkannya.



“Kenapa diem? Segitu kagetnya?” Maya masih tak ingin berkomentar.



“Lagi di Jogja? Acara nikahan?”



“Tahu darimana?”, Maya mulai bersuara.



“Satya. Abis dari Dubai aku langsung ke rumah kamu, tapi kata Satya kamu lagi pulang ke Jogja.”



“Ngapain capek – capek ke London? Bukannya kamu mau balik ke Bandung?” Nada Maya ketus, entah kenapa dia benci dengan semua perhatian yang diberikan Dafa. Bukan tidak tahu alasannya. Dafa paham sekali mengapa Maya begitu tak suka dengan perhatian. Itulah mengapa Maya tak pernah bisa menerima Dafa.



“Kamu masih marah?”



“Soal apa?”



“Jangan pura – pura nggak tahu.”



“Emang nggak tahu.”



“Aku suruh kamu ke psikiater.” Dafa melembutkan suaranya



“Ya jelaslah, kamu kira aku gila?” Maya tak bisa menyembunyikan wajah marahnya.



“Nggak gitu, May. Kamu harus …”



“Harus apa? Periksa kalo aku ini gila apa nggak? Aku yang punya hak atas diri aku. Kamu siapa? Jangan kira kalo aku pernah nerima lamaran kamu trus kamu anggap aku ini udah jadi milik kamu, kamu berhak ngatur – ngatur aku? Kita nggak jadi nikah, Dafa. You’ve known that better.” Suara Maya meninggi. Karena takut orang di luar akan mendengarnya, Maya masuk ke kamar mandi, membanting ponselnya dan menangis. Hal yang dia lakukan setiap bertengkar dengan Dafa.



Beberapa saat kemudian, Sya yang sudah selesai dengan dandanannya mengetuk pintu kamar Maya. Cukup lama baginya untuk dapat mendengar suara temannya itu menyahut.



“Hm..?” Masih tidak ingin membuka pintu. Ia takut Sya tahu dia menangis.



“Satya nelpon gue, katanya ponsel lo nggak bisa dihubungin, dia khawatir.”



“Iya, ada masalah di ponsel gue, bilang aja gue bakal nelpon dia balik.”



Maya mengambil ponselnya kembali. Memasang chasing baterai dan body ponsel kemudian kembali menghidupkannya.



“Heh.. untung masih bisa.”



“Halo, Satya.”



“Kakak habis nangis kan? Kenapa lagi sih kak?”



“Kenapa kamu bilang ke Dafa kalo kakak lagi di Jogja?”



“Satya khawatir sama kakak. Kenapa balik ke sana lagi sih?”



“Kenapa? Emang ada apa di sini? Kakak cuma mau ngehadirin acara temen kakak kok.”



“Siapa ? Sya? Sejak kapan dia jadi teman kakak? Jangan kakak pikir aku nggak tahu kakak ke sana buat apa. Kakak jangan ngelakuin hal bodoh. Kita udah hidup tenang kak, disini. Nggak bergantung lagi sama mereka. Trus ke sana buat apa lagi kak?”



“Pokoknya kakak baik – baik aja. Kamu nggak perlu kasih tahu Dafa alamat kakak di sini, kalo kamu nggak mau kakak berbuat yang aneh – aneh.” Maya menutup ponselnya, dan bersiap – siap untuk acara lamaran Sya.



Dafa, dia selalu saja memberikan perhatian yang lebih padaku, dia selalu mengkhawatirkan aku, menuruti semua kehendakku, dia tidak pernah marah, tidak pernah merasa aku merugikannya meskipun aku sudah berbuat hal – hal diluar dugaannya. Berpura – pura pacaran dengannya, kemudian selingkuh di belakangnya, membatalkan lamarannya di depan orang banyak, semua hal yang dapat mempermalukan harga dirinya telah aku lakukan. Tapi Dafa tetap saja seperti itu. Dan aku benci semua itu, aku benci semua hal yang buatku adalah kebohongan. Dafa pasti bohong. Dia pasti pura – pura baik, dia pasti akan mencampakkanku begitu aku memberikan segala yang aku miliki padanya.

———————————————————————————————————————


Tertarik dengan kelanjutan ceritanya? Silahkan kunjungi blog saya di https://ginaawsite.wordpress.com/yang-tadinya-milikku-bagian-1/
Diubah oleh ginaaw2018 21-10-2018 04:33
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
795
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.