Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

igunited.Avatar border
TS
igunited.
Tunanetra Memang Minoritas, Bukan Berarti Tidak Ada
Tunanetra Memang Minoritas, Bukan Berarti Tidak Ada


Sejak usia 10 tahun, Bapak Sumadi mengalami low vision. Tanpa sakit ataupun kecelakaan, ia tiba-tiba harus mengalami penurunan kualitas penglihatan.

“Tuna netra sejak usia 10 tahun. Lalu sakit dan dibawa ke dokter olah orang tua saya. Awalnya low vision, lama-lama karena faktor usia jadi semakin buram. Jadi ya begini. Lalu saya merantau ke Jakarta tahun 1990. Tujuannya ya ingin mengubah hidup ya. Lalu begitu sampai, saya diajak teman belajar pijat kemudian saya bergabung dengan panti pijat Dinas Sosial DKI Jakarta. Saat itu saya pun mulai menekuni pijat memijat,” kata Bapak Sumadi.

Pria asal Jepara ini pun pernah mengambil pendidikan di Sekolah Sasana Kreasi Cacat Netra. Di sana ia mengasah kemampuannya. Ia percaya, di balik keterbatasannya, ada keterampilan yang bisa ia kerjakan demi menyambung hidup.
Tahun-tahun pertama merantau memang bukan hal yang mudah. Tapi rezeki selalu ada. Bapak Sumadi pernah bertemu customer, lalu mengajaknya bergabung dengan panti pijat. Sejak itu ia pun mulai cari kontrakan sendiri di Pademangan, Jakarta Utara.

“Tahun 1993 saya bertemu istri dan menikah. Kami pindah ke Tebet dan saya buka klinik sendiri di rumah. Customerbisa datang langsung ke klinik saya. Atau saya dijemput. Apalagi kalau yang sudah langganan. Mengingat rumah saya di gang sempit, jadi beberapa lebih nyaman bila dipijat di rumahnya,” kata Bapak Sumadi.
Tahun 2015, ia resmi menjadi mitra GO-MASSAGE.

“Walaupun sebagai seorang tuna netra, bukan berarti saya tidak bisa melakukan hal yang berarti bagi orang terdekat saya, atau bukan berarti saya tidak dapat bersosialisasi dengan banyak orang. Karena tuna netra bukanlah akhir dari segalanya,” kata Bapak Sumadi.


Banyak cerita yang ia alami selama menjadi mitra GO-MASSAGE. Masalah yang masih menghampiri mitra disabilitas pada umumnya adalah keraguan customer akan kemampuan mereka. Hal inipun turut dialami Bapak Sumadi.

“Tak jarang customer yang tidak percaya saya bisa kemana-mana sendiri, atau bahkan saya bisa memijat. Untuk meyakinkan, saya hanya bilang, dicoba saja. Nanti kalau ga enak tidak apa-apa. Sebagai customer yang biasa pijat pasti bisa membedakan keahlian memijat. Butuh kesabaran untuk membuat orang yakin akan kemampuan saya. Kadang frustasi sih, tapi ya sudah diantara yang tidak mau kan pasti ada.
Namanya rezeki kan pasti udah diatur,” ujar Bapak Sumadi. Namun, pribadi dan kegigihan Bapak Sumadi mampu membuatnya bertahan hingga saat ini. Ia berprinsip bahwa keterbatasan tidak boleh membatasi keadaannya. Ia percaya bahwa tunenetra bukan seharusnya dikasihani, tapi dipercaya bisa mandiri.

“Dari dulu saya percaya diri, meskipun saya tidak bisa melihat, toh saya bisa. Saya mandiri. Dulu waktu sebelum ada android, ojek online, saya kemana-mana bisa mobilitas sendiri, naik angkutan umum pun sendiri. Terus terang kalau saya melihat teman disabilitas yang ingin dikasihani, terus terang saya ga suka. Karena sikap mereka yang seperti itu yang membuat orang jadi ragu. Sebenarnya apapun pekerjaan bisa, asal ada kemauan,” kata Bapak Sumadi.

Bapak Sumadi memahami, tidak mudah harus beradaptasi dengan keadaan. Namun, ia mengungkapkan bahwa sebenarnya ia tidak ingin non-disabilitas melihatnya seperti itu.

“Di lingkungan sendiri, orang kadang menganggap kita tidak bisa apa2. Tetangga saja kadang terheran, saya benerin keran air, listrik. Tapi setelah itu mereka baru mengubah pandangan kepada saya, oh Pak Sumadi bisa,” tutur ayah dua orang anak ini.
Berkat kerja keras dan ketangguhannya, dari penghasilannya selama di GO-MASSAGE, Bapak Sumadi saat ini tengah menyicil rumah KPR di Cileungsi. Ia pun mengungkapkan, untuk kebutuhan rumah tangga bisa ia tangani.

“Prinsip saya, kalau saya mau berusaha, pasti Allah kasih rezeki. Saya bisa sekolahin anak saya, kuliah. Hidup ini tantangan, kita harus menghadapi apapun itu,” kata Bapak Sumadi.

Setiap harinya, ia bisa menerima orderan hingga 3 kali. Tak jarang, beberapa customer mempertanyakan kemampuannya. Sesekali pernah ia mendapat penolakan. Namun, Bapak Sumadi tetap sabar dan menunjukkan layanan terbaiknya. 

Sebagai terapis pijat, Bapak Sumadi menjaga staminanya. Menurutnya, kesehatan juga harus dijaga. Mulai dari pola makan hingga minum vitamin karena terapis pijat harus sehat dan bertenaga. Harapan Bapak Sumadi sederhana. Ia ingin masyarakat bisa mengubah persepsi pada para disabilitas. Ia ingin batasan antara disabilitas dan non disabilitas bisa berubah menjadi kepercayaan bukan keraguan.

“Hingga saat ini saya bertahan. Tapi saya paham, belum semua bisa melihat kami mampu. Kita memang minoritas, tapi kita ada. Jadi semoga rasa kasihan itu tidak membatasi rezeki kami. Kalau ragu, silakan dicoba karena saya juga melewati banyak pelatihan. Tapi percayalah, kami juga berusaha untuk masa depan kami,” kata Bapak Sumadi.

Cerita Bapak Sumadi menjadi potret bahwa disabilitas mampu meraih mimpinya selama ada kesempatan dan kepercayaan.

Sumber: GO-LIFE Blog


Tunanetra Memang Minoritas, Bukan Berarti Tidak Ada

Tunanetra Memang Minoritas, Bukan Berarti Tidak Ada

Diubah oleh igunited. 08-10-2018 03:40
2
2.6K
22
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.3KThread84.3KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.