- Beranda
- Berita dan Politik
DPR RI Desak Bos BMKG Mundur
...
TS
goahraesa
DPR RI Desak Bos BMKG Mundur
Quote:
Redaktur: eko satiya hushada
3 jam yang lalu
https://www.indopos.co.id/read/2018/...os-bmkg-mundur
INDOPOS.CO.ID – Gempa dan tsunami yang terjadi di sejumlah daerah di Sulawesi Tengah (Sulteng) menyisakan duka mendalam. Korban meninggal hingga kemarin jumlahnya telah menembus angka seribu orang lebih. Angka ini sangat mungkin bertambah karena proses evakuasi masih terus dilakukan. Dampak bencana yang dahsyat itu menjadi sorotan. Terutama pengakhiran peringatan dini tsunami yang dilakukan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setelah gempa bumi berkekuatan 7,4 SR berpusat di Donggala dan sekitarnya, Jumat (28/9). Nyatanya, sekitar 30 menit kemudian, tsunami terjadi.
Bahkan Komisi V DPR RI mendesak Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengundurkan diri dari jabatannya. Pasalnya, terdapat kelalaian terkaitan dengan diakhiri peringatan dini tsunami di Palu dan Donggala, Sulteng. Hal tersebut mengemuka dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (3/10).
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mengatakan, kepala BMKG harus mundur dari jabatannya karena telah lalai. Ini berkaitan dengan diakhiri peringatan dini tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. "Mungkin kalau di luar sana, orang kalau di posisi ibu sudah mundur kali. Betul itu. Berapa orang mati loh. Ini serius," ujar Lasarus.
Dia berusaha memahami bahwa saat ini BMKG terkendala anggaran. Namun, hal tersebut perlu menjadi perhatian. "Kami berusaha memahami kendala BMKG. Sebagai mitra kami juga bertanggung jawab terhadap keluhan BMKG seperti soal anggaran yang menurun," kata dia.
720 x 90 D Animated
Anggota Komisi V DPR RI Anthon Sihombing juga meminta kepala BMKG mengundurkan diri dari jabatannya. Dia menilai, Dwikorita tidak layak lagi memimpin BMKG, karena ia paling bertanggung jawab terhadap banyaknya jumlah korban gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah.
Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI itu menyebut, kelalaian yang dilakukan BMKG dalam mendeteksi bencana dianggap sebagai kesalahan fatal. Selain itu, pernyataan yang diberikan kepada media juga sangat normatif, sehingga membuat informasi menjadi simpang siur.
"Saya dengan tegas meminta agar kepala BMKG lebih terhormat kalau mengundurkan diri. Di samping itu juga, statement-statement yang diberikan dilontarkan oleh kepala BMKG ini sangat simpang siur atau sangat berlainan dengan realita. Padahal sebagai pemimpin, seharusnya dia dapat melaporkan kondisi yang sejelas-jelasnya," paparnya.
Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI itu menyebut, rusaknya alat pendeteksi tsunami sejak 2012 tidak pernah diketahui sebelumnya. Ia sangat menyayangkan miskoordinasi yang kebablasan seperti ini, sehingga berimbas kepada penderitaan yang dialami masyarakat.
"Rusaknya alat pendeteksi ini, tidak pernah dilaporkan sebelumnya ke DPR. Jika jauh hari kita tahu, pasti kita akan segera lakukan tindakan cepat. Kita kan bekerja untuk kepentingan masyarakat. Kalau masyarakat sudah terlunta-lunta begini, kita semua harus bertanggung jawab,” tutur Anton menyesal.
Legislator dapil Sumatera Utara III itu meminta pemerintah secepatnya mengevaluasi kinerja kepala BMKG agar permasalahan bencana ini tidak berlarut-larut. Ia menilai, apabila situasi tanggap bencana dilakukan, maka korban jiwa dapat diminimalisasi.
"Pemerintah dalam hal ini harus tegas memilih orang yang kompeten. Kompeten di pekerjaannya dan kompeten memberikan penjelasan kepada masyarakat. Apalagi masalah ini kan sangat sensitif. Coba bayangkan berapa orang yang hilang, rumah yang rusak, porak-poranda, bahkan tidak makan sampai sekarang. Harus segera dievaluasi,” tutur Anthon.
Menjawab hal tersebut, Dwikorita menjelaskan, BMKG tak pernah mencabut peringatan sebelum tsunami terjadi."Kesalahan kami sudah menganilisis. Begitu kami mengakhiri peringatan dini pada 18.27 WIB, itu langit sudah gelap. Saya minta staf saya potret itu kapal (bersandar, Red). 'Maaf bu, tidak ada cahaya'. Itu sudah tidak ada cahaya dan itu sudah kami akhiri," jelasnya.
Menurut Dwikorita, kesalahpahaman di publik muncul setelah video tsunami beredar. Padahal, peringatan telah dicabut setelah tsunami terjadi. "Ternyata video yang beredar ada tsunami itu mohon dicek itu langit masih terang. Masih ada lembayung Maghrib. Yang jadi kesalahan video itu beredar setelah kami mengeluarkan pengakhiran peringatan dini. Itu sangat dipahami karena orang yang panik memvideokan itu pasti perlu waktu menenangkan diri dan menyebarkan video. Sehingga publik menyimpulan peringatan tsunami diakhiri kemudian muncul video. Pelajarann penting yang harus dievalusi adalah jalur komunikasi," terangnya.
Dia lantas menyampaikan permohonan maaf atas peristiwa itu. Namun Dwikorita menegaskan tak akan mundur dari jabatan Ketua BMKG. "Kami mohon maaf sekali. Rasa bersalah iya. Tapi kalau saya ingin mundur, saya sejak Desember ingin mundur. Tapi kalau saya mundur ini pengecut namanya tidak berani menghadapi persoalan yang belum tuntas. Jadi itu harus menjaga agar tidak ada korban lagi. Jadi itulah bukan hanya kami merasa bersalah tapi juga menyesal," tuturnya.
Terpisah, pakar gempa dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Danny Hilman Natawidjaja menduga ada kesalahan keputusan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang mengakhiri status peringatan dini tsunami di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng). Pasalnya, setelah itu, tsunami malah muncul dan menghantam pemukiman warga. "Artinya ada miss di situ. Ada kesalahan dalam warning. Yang saya mengerti datanya tidak cukup," kata Danny saat diwawancarai INDOPOS, kemarin.
Menurutnya minimnya data yang diperoleh oleh BMKG itu diduga akibat ketiadaan peralatan pendeteksi kenaikan gelombang air laut di Kota Palu. Padahal sebagai kota dengan pelabuhan sendiri, seharusnya mempunyai alat pendeteksi kenaikan gelombang air laut. "Wilayah Palu nggak ada peralatan untuk pendeteksi adanya kenaikan air laut. Seharusnya ada di situ, karena ada pelabuhan, tapi ternyata tidak ada," ungkap Danny.
Akibat ketiadaan pendeteksi tersebut, ia pun menyesalkan sensor terhadap gelombang air laut menjadi tidak ada. "Jadi gimana. Saya juga tidak bisa menyalahkan BMKG juga. Tidak tahu kalau ternyata tidak ada sensornya kan?," ujarnya.
Danny pun mendorong kepada pemerintah untuk lebih serius menangani persoalan tsunami. Terlebih untuk mencegah banyaknya korban yang berjatuhan akibat bencana itu. "Solusinya jelas, ke depan harus lebih serius ya. Mulai pendidikan sampai pemasangan peralatan sensor gempa dan tsunami yang tak hanya regional tapi lokal juga. Itu yang harus dibuat di Indonesia lebih serius," tuturnya.
Danny juga menyoroti persoalan gempa yang pernah memporak-porandakan pemukiman warga di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), belum lama ini. BMKG diduga pernah memperkirakan bahwa gempa di sana tidak akan besar lagi. Namun tak berselang lama, gempa menjadi besar sehingga banyak menimbulkan korban."Ini kembali ke pengetahuan tentang karakteristik gempa buminya harus ditingkatkan. Sensor alatnya juga harus ditingkatkan," katanya.
Dia mengakui, BMKG tidak dapat bekerja sendiri dalam menangani gempa sehingga harus dibantu dengan para ahli di Indonesia. "Karena ahli gempa di Indonesia itu tersebar tidak hanya di BMKG saja. Di LIPI, BNPB, ITB itu harus benar-benar dimanfaatkan," sarannya.
"Di negara lain, yang bertugas untuk menyetor (data) gempa setelah ada kejadian gempa tak hanya di satu institusi. Ada pamer eksposnya yang bergantian, ada tiketnya yang terpilih. Kasihan juga kalau BMKG bekerja sendiri, kan dia SDM-nya juga terbatas," pungkas Danny.
Sementara itu, BMKG mencatat adanya gempa susulan yang terjadi di Sulawesi Tengah."Kami mencatat ada gempa susulan di sana. Yang di Lombok juga kami catat," ujar Kepala Bidang Informasi Gempa dan Tsunami, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono saat dihubungi INDOPOS Selasa (2/10).
Sebelumnya, terakhir polemik pengakhiran peringatan dini tsunami di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah, Daryono mengatakan, apa yang dilakukan BMKG sudah mengikuti SOP yang dilakukan.
Menurutnya, sejak terjadinya gempa pada pukul 17.02 di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9), itu ada potensi tsunami. Kemudian pada menit ke 4 sekian, pihaknya, kata dia, sudah menyebarkan potensi tsunami itu.
"Dan ternyata di dalam modeling tsunami itu disebutkan tsunami itu di Palu tiba pada pukul 17.22. Kemudian karena ketiadaan alat monitoring laut, sehingga kita harus mencari konfirmasi tsunami ke alat observasi di dekatnya. Adanya di Mamuju," ujar Daryono.
Di Mamuju, menurutnya, mencatat 6 centimeter. Sehingga pihaknya melihat bahwa potensi tsunami yang terjadi itu kecil. "Kalau di Mamuju hanya 6 cm. Artinya bukan tsunami yang signifikan. Nah pada saat itu, pada menit 17.36 yah kita akhiri peringatan dini tsunami," jelas Daryono.
Hanya, lanjut dia, ternyata banyak viral video-video tsunami. "Nah ini yang menjadi tanda tanya, sebenarnya tsunami itu dibangkitkan oleh gempa atau oleh longsoran," ujar Daryono. Pasalnya kata dia, sistem peringatan dini tsunami di BMKG hanya mengakomodasi gempa.
"Dan kita memang hanya untuk mengurusi gempa tektonik sesuai tugas BMKG. Jadi masalah yang diduga oleh para ahli kelautan ahli geologi itu adanya longsoran kita harus dibuktikan. Jika benar, berarti apa yang dilakukan BMKG sudah benar," tegas Daryono.
Lebih lanjut ia mengatakan, kalau melihat sesar Palu Koro itu mendatar. Kalau itu terjadi di laut, menurutnya, tidak akan terjadi tsunami yang signifikan. "Itu sudah terbukti di beberapa kasus. Sehingga cukup beralasan waktu itu BMKG mengakhiri peringatan tsunami," jelas Daryono.
Menurutnya, jika sesar mendatar, sesuai historinya itu memang tsunaminya tidak terlalu besar. Tapi ternyata tsunaminya signifikan. Tsunami karena longsoran ada instansi lain yang lebih kompeten."Inikan tim dari BPPT sedang ke Palu dengan kapal Baruna untuk melihat apakah benar karena gempa atau longsoran," jelas Daryono.
Dia juga kembali menegaskan, BMKG tidak pernah mencabut. Namun disebut pengakhiran. "Modeling kita mencatat ada potensi tsunami. Catatan observasi kita ada tsunami. Namun tidak signifikan. Sehingga kita akhiri," jelas Daryono.
Jika Palu ada alat deteksi tsunami atau Buoy Tsunami Early Warning System, akan tahu ada tsunami. "Itulah pentingnya alat pemantau permukaan laut. Itu jadi SOP standar internasional," jelasnya. "Kita cukup di pantai-pantai rawan gempa diberikan kesempatan untuk membangun. Insya Allah sistem peringatan dini berjalan baik. Kita mendorong pemerintah memasang alat itu," jelasnya.
Lebih lanjut Daryono mengatakan, apa yang dihasilkan BMKG, disebar ke BPBD setempat. Tergantung bagaimana mereka merespon informasi itu."Kita pernah mendidik bagaimana merespons produk informasi kita. Kalau sudah menyangkut masyarakat, seperti untuk evakuasi, itu tanggung jawab pemda. Kita hanya sebagai penyedia informasi. Kerja sama dengan stakeholder terus kami lakukan. Pemda juga harus punya SOP merespons informasi kita seperti apa. Kalau ada gempa atau tsunami responsnya bagaimana," jelas Daryono. Dia juga mengatakan, penyebab gempa di Donggala dan Palu, adalah patahan Palu Koro. (aen/ydh/dai)
secara gentle kepala BMKG harusnya mundur klo masih punya kemaluan.....eh maksudnya malu
0
1.3K
Kutip
11
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
671.4KThread•41.2KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru