Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

londo.046Avatar border
TS
londo.046
Saatnya Gantung Helm


Quote:


Saya yakin 90% orang Indonesia adalah pengguna sepeda motor. Entah untuk komuter sehari-hari, menjadi bikes enthusiast, yang hobi touring kesana-kemari. Ikut komunitas yang rutin kopdar dengan segala kegiatannya. Atau yang paling ekstrem, menjadi pembalap. Entah resmi sepeti Vallentino Rossi, maupun yang bal-abal macam pembalap di Monasco.

Malaju di atas roda dua memang menyenangkan. Bagi orang awam, motor adalah solusi di tengah belum baiknya sarana transportasi publik. Dengan motor, mobilitas menjadi lebih luwes dan mudah. Bagi bikes enthusiast motor adalah cerminan dirinya. Maka jangan heran, jika mereka menggelontorkan dana jutaan untuk membuat motor yang gw banget. Ingin tampil wah, unik di depan teman-teman komunitas, adalah sesuatu yang menyenangkan.

Bagi pembalap, motor adalah nyawa. Motor bagian dari dirinya. Ketika motor tidak sehat, dan bermasalah, maka dia pun akan bermasalah. Lha tidak bisa melanjutkan lomba yang ujungnya adalah kekalahan kok. Apalagi kalau trouble-nya menyangkut bahaya, misal gass macet. Makin dekatlah dengan malaikat maut.



Kembali ke topik. Jika di dunia, keabadian itu tidak ada, sama juga dengan kegiatan kita riding di atas dua roda. Saya adalah orang yang mungkin ada di fase ini sekarang. Dulu, touring Kudus-Bandung, bukan sesuatu yang mengerikan (bahkan menyenangkan) buat saya. Tapi hari ini, untuk berkendara dari Kudus-Semarang saja malasnya luar biasa. Padahal jarak 50an KM, hanyalah sepersepuluh dari touring panjang saya dulu begitu saya sukai.



Ada beberapa alasan, mengapa hal itu bisa terjadi. Yah, berdasarkan pengalaman pribadi saja sih. Pertama, semakin matangnya pikiran. Saya tidak mau mengatakan bahwa orang-orang yang suka touring itu pikirannya tidak matang, ya. Mereka banyak yang lebih tajir, lebih sukses dan lebih segalanya dari saya. Saya hanya ingin mengatakan, "Buat apa sih touring jauh? mencoba mesin? Rasanya juga gitu aja. Menikmati indahnya perjalanan? Tidak, touring itu berat kok. Kurang tidur, badan pegel. Kalau mau menikmati keindahan alam, tidak harus dengan touring."

Karena saya mantan sembalap, bukan pembalap ya. Pembalap itu punya KIS alias Kartu Izin Start. Saya cukup modal nyali. Nah, akal sehat saya mengatakan, kebodohan saya di masa lalu, mau saya teruskan sampai kapan? Sampai mati? Oh tidak. Saya tidak mau mati konyol di jalanan. Untuk yang satu ini, sudah lebih dari belasan tahun saya tinggalkan dan gantung helm.



Kedua, keluarga. Alasan inilah yang membuat saya dan mungkin bikers lain di luar sana memutuskan untuk gantung helm alias pensiun dari dunia permotoran. Touring itu bukan aktivitas yang aman. Potensi terjadinya kecelakaan lalu lintas, yang bisa menimbulkan cedera parah, bahkan meninggal dunia selalu menghantui kita, para pe-touring. Mau bilang kita cemen? silahkan saja. Mungkin anda belum pernah merasaka kehangatan sebuah keluarga.

Buat saya, kebahagian anak dan istri adalah yang pertama. Saya tidak mau mati muda dan meninggalkan duka lara. Memang tidak ada yang tahu kapan kita mati. Tapi dengan menjauh dari faktor yang paling mungkin membuat saya mati, adalah ikhtiar yang tidak salah. Dulu saya sering membayangkan, pamit jalan ke sini, tapi pulangnya berganti menjadi peti mati, dan saya tidur di dalamnya. Ngeri!



Ketiga, kelakuan teman-teman biker yang makin hari, makin amburadul. Maaf jika banyak yang kontra. Saya adalah pembenci biker yang memasang sirine dan strobo di motornya. Mau dia escort kek, panggilan kek, yang seperti itu adalah pembodohan! Coba tunjukkan pasal dalam UU Lalu Lintas yang melegalkan pemasangan sirine dan strobo di kendaraan pribadi? Saya ketemu seperti ini di jalan, jangan harap akan saya kasih jalan! Maki-maki iya.

Rombongan touring, apalagi. Yang memakan lajur lawan arah, yang berjejer padahal jalanan padat, yang suka menendang, memukul, menyuruh pengendara lain untuk menyingkir, lengkap susah alasan untuk gantung helm. Dari dulu, saya tidak suka touring model begini. Mending berangkat sendiri, atau kalau ramai-ramai ya jalan semampunya. Artinya, kalau rombongan terpecah ya sudah pecah saja. Tidak perlu maksa jadi satu, hanya untuk show off ramai-ramai. Sayangnya, saya baru ketemu satu komunitas yang menerapkan prinsip seperti itu. Lainnya? Songong.

Well, cukup dengan tiga alasan di atas, saya putuskan untuk gantung helm. Tidak benar-benar gantung helm memang. Karena untuk mobilitas jarak pendek, tetap motor adalah pilihan pertama. Tapi untuk jarak 40km ++ dan nyentul, saya sudah angkat tangan. Bodo amat mau dibilang banci kek, pengecut kek, tidak urus. Bagaimana dengan kamu? Kapan gantung helm? Salam Damai.


Ciao.


Sumber Referensi : Pengalaman Pribadi
Sumber Gambar : sini, sini, sini, sini
1
18.2K
230
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.